Adyra bertopang dagu di atas meja, sambil memandang kosong ke depan seolah tak ada gairah hidup saja. Amy yang sejak tadi mengamati Adyra jadi menghela napasnya lelah.
"Gara-gara lo sih, Ka." Amy menyenggol lengan Siska yang lagi fokus belajar soal-soal fisika.
"Kenapa gue?"
"Kalau lo nggak ngomong yang aneh-aneh kemarin, Adyra nggak bakal kepikiran kayak gini," dengus Amy kesal.
"Kenapa jadi gue yang disalahin? Gue nggak ngerasa ngelakuin hal yang salah, kok." Siska menelengkan kepala ke arah Amy yang lagi nggak enak muka. "Kalau Adyra nggak gue omongin kayak gitu, kapan dia mau sadar?"
Amy mengerutkan dahi. "Semua cowok itu sama aja. Dia cuma peduli di awal doang. Kalo dia udah ngerasa bosen, dia bisa pergi kapan aja. Bukannya lo juga pernah mengalami, kan?"
Siska benar. Amy pernah mengalami hal itu, waktu dekat dengan seorang cowok. Ia pikir, Ramon itu sosok yang hampir sempurna di mata Amy. Cowok itu selalu ada di setiap kali Amy membutuhkan seseorang. Namun, sekarang sudah berbeda. Ketika ia sudah berhasil membuat Amy jatuh, ia malah pergi. Mementingkan kehidupannya sendiri.
"Lo harus realistis, My. Apa yang bersama kita sekarang, belum tentu bisa bersama kita selamanya."
•••••
"Mau ke mana, Ra?"
"Ke toilet."
"Gue temenin, ya?"
"Nggak usah, gue bisa sendiri."
Tanpa menghiraukan suara Amy yang masih memanggil-manggil namanya, Adyra berjalan menyusuri koridor. Ia menyelipkan beberapa helai rambutnya ke belakang telinga ketika tersapu angin. Ia berjalan menunduk, hingga tak sengaja menabrak seseorang hingga terlihat beberapa buku berceceran di atas lantai.
"Maaf, gue nggak sengaja."
Cowok yang tertabrak Adyra tadi mengangkat pandangan kesalnya. "Makanya, kalo jalan itu lihat ke depan, jangan meleng."
Habis kena omel, Adyra berniat kembali melanjutkan langkah. Namun, langkahnya terhenti. Ia melihat Andra berjalan ke arahnya. Hingga ia menghentikan langkah ketika menyadari kehadiran Adyra di ujung sana.
Sudut bibir Adyra tertarik. Ia mengangkat tangan, berniat melambaikan tangan ke arah Andra. Tapi, gerakannya terhenti di udara. Belum sempat Adyra menyapa, Andra sudah membuang muka dan berjalan ke arah lain tanpa menghiraukan Adyra.
••••••
Bel berbunyi sebanyak empat kali. Menandakan jika semua jam pelajaran di sekolah sudah berakhir. Siska menghela napas lega, karena tak jadi maju ke depan untuk mengerjakan soal fisika di papan. Walau tatapan Bu Dwi masih agak terasa mengerikan, setidaknya ia bisa bernapas lega sekarang.
"Pulang bareng yuk, Ra!" seru Amy.
Adyra memasukkan buku-bukunya tanpa menengok cewek itu. "Gue pulang sendiri aja."
"Kok gitu?" Bibir Amy melengkung ke bawah. "Hari ini, Abangnya Siska bawa mobil. Jadi kita bisa nebeng pulang. Iya kan, Bos?"
Amy mengerling ke arah Siska, membuat cewek itu memutar bola matanya. "Hm, abang gue udah nunggu di gerbang. Yuk, gercep, ah! Entar abang gue ngamuk kalo kelamaan. Soalnya dia harus balik ke kampus."
"Kalian duluan aja."
"Tapi Ra--"
"Lo nggak papa, kalo kita tinggal?" tanya Siska yang dihadiahi pelototan oleh Amy.
![](https://img.wattpad.com/cover/85423550-288-k872241.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Adyra's Diary ✔
Novela JuvenilSebelumnya, Andra selalu mengutuk hari-harinya saat bertemu Adyra. Tapi semakin lama, bayangan sorot mata ceria sekaligus meneduhkan itu selalu memenuhi pikirannya. Hingga sesaat, Andra teringat dengan perkataan Adyra waktu pertama mereka berjumpa. ...