02. The Gank

90.6K 12.1K 1.3K
                                    

"Kata siapa lo boleh pergi?" Suara itu bener-bener ngagetin gue.

Cowok di depan gue ini menatap gue dengan tatapan tajem. Sumpah, ini orang siapa sih? bikin deg-degan aja... Matanya itu loh kayak mau ngebor mata gue.

"Maaf Kak, lain kali saya lebih hati-hati," ucap gue sambil menunduk meminta maaf.

"Emang ada lain kali?" tanya dia sambil niup kuping gue yang bikin gue merinding disko.

Gue reflek berjengit dan menjauhi cowok itu. Dari gelagatnya, berurusan dengan orang ini bukanlah sesuatu yang menyenangkan.

"Saya beneran minta maaf kak," kata gue dengan takut. Tetapi cowok itu menarik tangan gue untuk kembali mendekat ke arahnya.

"Dia salah gak?" tanya laki-laki yang di depan gue ini ke temen-temennya yang lain. Salah satunya Sehun, si pangeran kampus.

"Salah," ujar mereka kompak sambil mengangguk anggukan kepala mereka. Ada yang keliatan cuek, ada yang semangat banget.

KOMPOOOR BANGET!!

Gue nggak hapal nama mereka semua, tapi gue tau muka-muka mereka adalah muka preman kampus. Yang jelas mereka eksis, hanya saja gue terlalu cuek untuk peduli dengan jajaran anak eksis kampus macam mereka. Penampilan mereka malam ini juga menjelaskan semuanya. Karena takut, gue reflek menggigit bibir gue.

"Jangan gigit bibir lo," titah cowok yang di depan gue dengan nada membentak.

Gue makin takut ngeliat cowok ini, gue malah makin kenceng gigit bibir gue.

"Lepas, atau gue yang ganti gigit bibir lo sekarang!" desisnya tajem di depan muka gue.

Anjirrr baru ketemu omongannya udah gini aja.

Siapapun tolongin gue please!!!

"Orang baru dia bang, masih nggak tau siapa abang," jelas Kak Sehun yang bikin orang di depan gue mengeluarkan seringainya.

"Gue tau kok, keliatan," timpal orang di depan gue ini.

Gue mau mewek lagi aja sekarang. Salah banget deh gue masuk tempat ginian yang bukan gue banget. Setelah mergokin pacar selingkuh, sekarang malah nemu mahluk tukang ancem gigit bibir macam ini.

Gue masih menjadi pusat perhatian gerombolan mereka yang membuat nyali gue semakin ciut. Setelah penuh pertimbangan, akhirnya gue memilih untuk balik badan dan bersiap untuk berlari sekencang mungkin. Tetapi gerakan gue kalah cepat dari si cowok tukang ngancem gigit bibir yang menahan gue untuk kabur dalam satu kali gerakan.

Di saat yang bersamaan, gue ngeliat Mark sama cewek tadi turun dari lantai dua, niat gue untuk kabur menguap dan emosi kembali menyelimuti gue. Mark dan cewek itu ngelewatin gue dengan pandangan mencemooh yang membuat gue bertanya-tanya.

Gue pun melihat arah pandangan mereka, dan pemandangan yang ada membuat gue mengumpat untuk kesekian kalinya hari ini.

TANGAN ORANG ITU KENAPA ADA DI PINGGANG GUE SIH?!

MANA ADEP- ADEPAN GINI. BIKIN ORANG SALAH PAHAM AJA!

"Maaf Kak, saya mau pulang," pinta gue dengan parau, dan melepas tangan cowok itu yang masih bertengger manis di pinggang gue.

Sepertinya melepaskan orang yang udah bermasalah dengannya bukanlah ciri dari cowok itu, dia sama sekali gak ngelepasin tangannya dari pinggang gue.

Perasaan gue campur aduk, kesal karena tau kalau gue selama ini dimanfaatin doang,  ditambah berurusan dengan geng nggak jelas ini. Ngeliat Mark ama cewek tadi entah mengapa ngebuat gue sedih lagi.

Mengingat perasaan gue yang tulus sama dia selama ini membuat batin gue sakit. Gue setia dan percaya sama dia, tapi dia ngekhianatin gue, dan cuma manfaatin gue buat pemilu dia doang.

"Lah, Bang, dia mau digigit bibirnya aja nangis." Suara dari salah satu kumpulan cowok itu terdengar di kuping gue, hal itu bikin gue makin sesenggukan.

"Baek, diem!" tegur cowok di depan gue sambil ngelepas pinggang gue dari tangannya.

Gue masih nangis sesenggukan dan nutupin muka gue. Kenapa dia baru ngelepasin gue setelah gue nangis? Gue bahkan nggak inget caranya untuk kabur karena terlalu menyesakkan.

Cowok di depan gue ini malah narik tangan gue yang nutupin muka gue yang membuat gue langsung bisa menatap mata coklatnya yang tajam. Gue memilih untuk memalingkan pandangan gue ke arah lain, karena gue malu harus jadi tontonan dalam keadaan kayak gini.

"Gue butuh tisu," kata dia kearah temen-temennya.

Salah satu temennya yang paling tinggi langsung ngelempar tisu ke arah dia yang dia tangkep dengan mudah. Dia pun nyodorin tisunya ke gue yang nggak gue terima. Gue cuma diem terpaku karena masih takut dan bingung sama keadaan ini.

"Ambil tisunya, bersihin muka lo." Kini nada yang digunakan cowok itu tidak membentak seperti sebelumnya.

Gue masih diem nggak ngambil tisunya. Sampai cowok di depan gue ini berdecak dengan kesal.

"Gue bilang ambil ya ambil!" bentaknya yang membuat gue sampe mundur ketakutan.

Dengan tangan bergetar gue pun ngambil tisu itu dan ngelap muka gue yang penuh dengan air mata. Gue bener-bener takut.

"Guys gue duluan ya, terserah kalian mau ngapain. Jangan bikin ribut, jangan ngehamilin anak orang, jangan cari cewek yang udah ada pawangnya. Oke?" ujar cowok yang ada di depan gue. Gue bingung itu termasuk perintah atau nasihat dari dia.

"Siap bos!" timpal mereka semua.

"Lo ikut gue," kata cowok itu ke gue.

Gue masih diem nggak bergerak sampe cowok itu berdecak frustasi dan memanggul gue kayak karung beras di bahunya.

"Bang lo juga jangan sampe ngehamilin anak orang!" teriak orang yang bibirnya paling khas diantara yang lain.

"Lo tau gue senengnya maen aman," kata cowok yang lagi manggul gue.

Gue malah semakin terisak sekarang karena omongan orang itu. Ini gue mau diapain sama dia?

Gue memilih untuk menutup wajah gue karena malu menjadi pusat perhatian, dan gue baru diturunin dari panggulannya di parkiran mobil, masih dengan air mata yang berlinang.

"Masuk sana!" perintah dia.

"Jangan sampe gue ngulang perintah gue dua kali ya! Batu banget jadi orang!" bentaknya yang membuat gue nggak berpikir dua kali untuk menurutinya. Gue pun buru-buru langsung masuk ke dalem mobilnya.

Nggak lama kemudian dia juga masuk ke dalem mobilnya, dan mengemudikan mobilnya keluar dari tempat itu.

"Lo tinggal dimana?" tanya dia. Lagi-lagi gue memilih untuk bungkam.

Kenapa nanya gue tinggal dimana segala sih? bikin takut aja...

"Kalo nggak jawab berarti lo milih berakhir tidur di hotel malem ini," ucapnya santai seolah itu merupakan penyelesaian masalah yang mudah.

"Apartemen alamanda," jawab gue spontan. Aura cowok di samping gue ini benar-benar mengancam. Jawaban itu keluar begitu saja karena gue yakin cowok ini tipe cowok yang selalu membuktikan omongannya.

Setelahnya gue pun dianter ke apartemen gue tanpa banyak omongan lagi dari dia. Kami hanya diam sepanjang perjalanan. Melihat jam di mobil yang menunjukan pukul satu dini hari membuat gue menghela napas panjang. Sungguh, ini hari terberat untuk gue.

Setelah setengah jam perjalanan. Gue pun diturunin di lobby apartemen gue.

"Sampe ketemu lagi," kata dia sambil nge-wink. Dan setelahnya mobil sport itu ninggalin lobby apartemen gue dengan kecepatan yang lumayan tinggi dan membuat para satpam mengumpat.

"Tunggu dulu deh.... apa katanya tadi? Sampe ketemu lagi?! Bisa gila gue ketemu orang begitu lagi!" umpat gue setelah dia pergi.

Gue benci badboy kayak dia!

BAD SERIES (Eternal Love)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang