14. let's get to know

74.4K 10.7K 499
                                    

Akhirnya gue dibawa ke apartemen Lay, kayaknya ini alasan dia nggak ngebolehin gue pulang ke apartemen gue, dia tau gue bisa ikut diincer juga kayak dia tadi.

Gue pun mengambil kapas dan juga obat antiseptik di kotak P3K untuk ngobatin luka yang ada di sudut bibir Lay. Gue nyamperin Lay yang masih asik duduk di sofa dan mempersiapkan obat-obatan yang dibutuhkan.

"Auuw! Sakit!" teriaknya saat gue menempelkan kapas yang udah gue kasih cairan antiseptik ke sudut bibirnya yang terluka.

"Ah lo pas tubir aja tadi berani, gini aja meringis," ucap gue bermaksud meledek.

"Pelan-pelan makanya!" kata dia gak terima.

"Ini gue udah pelan ya, lama-lama gue teken juga nih luka lo."

Sumpah itu gue udah sepelan mungkin ngobatin dia, dia aja yang berlebihan. Pas ribut aja tadi banyak gaya. Giliran diobatin kayak gini teriak-teriakan. Nggak sesuai banget!

"Lo teken luka gue, gue juga bisa neken lo nih," balas dia nggak mau kalah.

NEKEN APAAN ANJIR?!

Gue jadi reflek menaken lukanya jadi lebih kenceng karena kalimat dia barusan.

"AWW AKH! ANJIR BENERAN DITEKEN! GILA YA LO!" maki Lay ke gue dengan suara yang begitu kencang.

"Makanya sih jangan banyak protes, gue tau lo cuma pura-pura sakit." Gue ngedengus geli ngeliat Lay yang kesakitan beneran sekarang.

"Tapi yang barusan beneran sakitnya!" ucapnya sambil misuh-misuh dan ngejauhin tangan gue dari mukanya yang mau lanjut gue obati.

"Makanya jangan macem-macem. Pake pura-pura sakit segala!"

"Ya kan siapa tau dikasih tambahan kecupan lekas sembuh gitu," jawab Lay yang membuat mata gue memicing.

"Dalem mimpi lo!" ucap gue penuh penekanan.

Setelah nyingkirin tangan dia yang ngejauhin tangan gue tadi, gue nerusin ngobatin sudut bibirnya yang sekarang sudah terlihat sedikit mengering saat ini.

Setelahnya gue pun ngeberesin kapas dan peralatan yang gue pakai buat ngobatin sudut bibir Lay tadi dan membuangnya ke tempat sampah.

"Sebenernya kenapa lo nggak ngijinin gue pulang ke apartemen gue?" tanya gue setelah selesai ngeberesin peralatan ngobatin dia tadi.

"Yang jaga di sana nggak sebanyak di sini," jawab Lay sambil menarik tangan gue sehingga gue terduduk di sampingnya.

"Maksud lo yang jaga itu apa?" tanya gue bingung.

"Gue ngirim orang ke sana buat jagain apartemen lo, takut ada hal-hal yang nggak diinginkan terjadi," jawab dia santai, tapi serius. Gue nggak menyangka kalau dia sampai berbuat sejauh itu.

"Contohnya hal yang nggak diinginkan kayak tadi maksudnya?"

"Ya.. bisa jadi," jawab Lay.

"Kok pergaulan lo serem banget sih?"

"Lo tau basic keluarga gue kan? Temen-temen gue juga? Banyak yang mau ngejatohin kita dengan cara apapun. Makanya gue harus mempersiapkan segala kemungkinan yang bisa terjadi."

Gue hanya menganggukan kepala gue mengiyakan sebagai respon. Ternyata banyak susahnya juga punya basic keluarga kaya gitu...

"Sebenernya emang tadi siapa?" Tanya gue penasaran.

"Anak buah dari orang yang mau ngejatuhin gue sama temen-temen gue," jawab Lay terkesan santai seolah itu bukan masalah besar. Padahal dia sampai terluka tadi.

"Mereka nggak adil ya mainnya keroyokan," timpal gue dengan kesel.

"Di dunia gue nggak kenal yang namanya kata adil, sekali ada kesempatan ya udah, pake kesempatan itu sebaik baiknya."

"Serem juga,"

"Makanya lo dengerin omongan gue, jangan ngebantah mulu jadi orang," ucap Lay sambil mengapit leher gue dengan lengannya yang membuat gue protes dan memekik kesakitan.

Gue sebenernya nggak mau ikut terlibat. Tapi kayaknya gue udah terlibat padahal gue nggak ngelakuin apa pun. Kami pun terlibat dalam percakapan tentang Lay dan dunianya.

Jam udah setengah satu malem. Nggak kerasa waktu kayanya cepet banget berlalu, pantes mata gue udah sepet banget. "Tidur yuk," ajak Lay setelah ngeliat gue menguap.

"Nggak ada kamar lain disini?" tanya gue sambil menengok ke sekitar apartemen ini.

"Ah elah kemaren udah tidur bareng juga. Ayoo!" ucapnya sambil narik gue ke dalem kamarnya.

Buset kamarnya aja luas, kalo dipake main futsal masih bisa nih..

"Kamar lo gede banget," komentar gue begitu masuk ke dalamnya.

"Biar leluasa kalo mau ngapa-ngapain," jawabnya enteng.

Emangnya mau ngapain?? Gue cuma bisa mencibir dalem hati.

Akhirnya kami membaringkan diri kami di kasurnyanya. Gue sengaja naruh guling di tengah-tengah kami dan memposisikan diri gue di ujung ranjang. Karena gue nggak menginginkan sesuatu yang aneh terjadi malam ini.

"Lo gerak dikit pasti jatoh, jangan jauh jauh sih," protes Lay sambil menarik badan gue mendekat ke arahnya, sampai hidung gue bersentuhan sama dada dia.

Oke guling ternyata nggak banyak berguna saat ini karena benda itu entah berada di mana sekarang.

"Lo udah tau tentang gue tapi gue nggak tau apa-apa tentang lo," kata Lay tiba-tiba.

"Bukannya lo tau semua? Daleman gue aja sampe lo tau,"

"Kalo yang berhubungan dengan angka dan kebiasaan lo gue tau, tapi nggak lebih dari itu."

"Lo ngirim mata-mata ya buat gue sampe tau kebiasaan gue segala?" tanya gue curiga.

"Kita jarang punya waktu buat ngomong berdua, jadinya gue pilih jalan pintas deh."

"Sebenernya kalo lo nanya gue pasti jawab, nggak usah kirim mata-mata juga."

"Hal yang lo suka?"

"Yang nggak ribet dan rumit,"

"Hal yang lo ngggak suka?"

"Masalah, bad boy, dikecewain."

"Hal apa yang pengen banget lo lakuin?"

"Nggak ada yang spesifik, tapi gue pengen liburan dan udara seger. Nggak ada klakson mobil atau telolet, nggak ada desek-desekan naik KRL, nggak ada polusi udara dan suara, gue pengen ngeliat kupu-kupu dan capung berterbangan di sekitar gue kayak gue waktu kecil dulu. Dan gue juga pengen ngeliat kunang-kunang lagi."

"Ternyata lo banyak mau ya?"

"Ya kan lo nanya, gue cuma jawab sesuai isi hati gue lah!"

Gue cuma ngedenger dia menghela napas setelahnya.

"Kalo lo?" tanya gue pada akhirnya.

Gue nggak tau banyak juga tentang dia, jadi gak ada salahnya untuk kita lebih saling mengenal satu sama lain.

"Hn?"

"Apa hal yang lo inginkan?"

"Ketenangan,"

Kalo hampir setiap hari dia nemuin kasus kaya tadi wajar aja sih kalo dia butuh ketenangan...

Setelahnya gue mulai ngerasa mata gue semakin berat dan nggak bisa diajak kompromi, gue pun mulai memejamkan mata gue.

Dan sayup-sayup gue ngedenger suara...

"Good night,"

BAD SERIES (Eternal Love)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang