Bab 14 - Ada Kucing

3.3K 230 18
                                    


Netra berjalan mengendap-endap layaknya seorang maling yang mau menggasak sebuah rumah. Seluruh inderanya bekerja. Semua dalam mode awas. Dia berjalan berjinjit-jinjit supaya langkah kakinya tidak menimbulkan suara. Sementara dia bersembunyi di balik sebuah tembok sambil menajamkan telinganya.

Sepulang sekolah tadi, Netra curiga ketika melihat Aldi yang berjalan menuju ke gedung belakang sekolah. Berawal dari kecurigaannya itu, dia nekat mengikuti Aldi sampai di sini. Sedikit ngeri juga sih. Konon katanya, tempat ini sering digunakan para seniornya untuk merokok, minum-minum,dan lainnya. Hiii ... Netra merinding ketika membayangkannya. Kalau nanti seniornya memergokinya bagaimana? Seberani-beraninya seorang cewek, pastilah ada ketakutan ketika bertemu dengan orang mabuk.

Tapi itulah yang membuat rasa penasaran Netra muncul ke permukaan. Untuk apa Aldi kemari? Netra sibuk berspekulasi jangan-jangan si ketua OSIS itu juga termasuk siswa berandalan seperti yang disebutkan Netra tadi. Netra kan pernah melihat Aldi merokok di rumahnya. Mungkin saja Aldi kemari untuk merokok diam-diam. Kalau memang benar tebakan Netra, maka dirinya mendapatkan gudang emas di sini.

Netra melongok untuk melirik ke tempat Aldi. Ah, tidak ada senior-senior berandalan seperti dalam bayangan Netra. Yang ada hanya Aldi dan beberapa pengurus OSIS lainnya. Netra menarik kepalanya kembali. dia bersembunyi sambil sibuk menerka-nerka apa yang ketua OSIS dan pengurus OSIS lainnya lakukan di sana.

Tiba-tiba otaknya mengirimkan tanda bahaya. Ada yang mengganggu di lubang hidungnya. Dia membekap mulutnya, mencegah supaya tidak menimbulkan suara.

"Hatchi!" Percuma. Netra tidak berhasil menyembunyikan suara bersinnya. Debu di sekitar sini sangat tebal hingga hidung Netra terasa gatal.

"Siapa?"

Gawat. Sepertinya Aldi mendengar suara bersin Netra.

O ... ow. Netra masih membekap mulutnya. Kalau Aldi sampai memergoki Netra sedang bersembunyi di sini, tamatlah riwayat Netra. Dia harus memberi alasan seperti apa? Kehidupannya di sekolah tidak akan tenang lagi. Mau ditaruh mana muka Netra. Dia pasti tidak punya muka untuk berhadapan dengan Aldi.

Berpikirlah, Netra. Gunakan otak lo, jangan dengkul lo.

Netra memejamkan mata sementara otaknya sibuk bekerja mencari alasan.

"Meong ... meong." Netra meniru suara kucing. Hanya ini ide yang muncul dari otaknya yang kecil. Netra berharap semoga ini berhasil untuk mengelabui mereka.

"Kucing?"

Netra memilih untuk diam.

Hening. Mungkin saja orang-orang itu tidak lagi curiga pada suara bersinnya. Netra bernapas lega. Tangannya yang membekap mulutnya terlepas.

Dia bukan lagi seorang maling yang hendak menggasak sebuah rumah. Dia ini seekor kucing yang mengendap-endap untuk mencuri ikan asin di sebuah rumah.

"Terus mau kita apakan meja-meja ini, Di?"

Telinga Netra bergerak-gerak ketika menangkap sebuah suara di sana. Nampaknya mereka sedang membicarakan tentang meja.

Meja? Netra mengerutkan kening.

"Gue juga bingung. Meja ini udah masih layak pakai. Kalau diperbaiki bisa nggak sih? Semakin lama ditumpuk di sini takutnya nanti kayunya lapuk."

Kali ini terdengar suara Aldi.

Lalu kasak kusuk lainnya. Netra makin penasaran. Akhirnya dia kembali mengintip pada apa yang tengah mereka kerjakan. Oh, ternyata mereka sedang berdiri di depan setumpukan meja yang tidak dipakai. Setelah tahu apa yang mereka kerjakan, Netra menarik kepalanya. Di gedung belakang sekolah memang banyak bertumpukan meja dan kursi yang rusak namun masih layak pakai. Dan benar kata Aldi, kalau dibiarkan di sana, mungkin akan habis dimakan rayap.

NetraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang