Halo~ apakah masih ada orang? *celingak-celinguk lalu lari XD
****
Netra kembali ke sekolah seperti biasa. Netra bersikap seperti dirinya yang dulu. Netra yang bengal, yang ceria, ramai, dan juga Netra yang takut pada bola. Yang mengejutkan, Netra seolah baru saja menerima sebuah ilham. Dirinya berubah menjadi Netra yang tidak pernah lupa mengerjakan pe er, tugas-tugas dari guru pun dia kerjakan. Netra tidak pernah menjadi langganan keluar masuk kantor guru lagi. Gadis itu mulai serius dengan sekolahnya. Netra mulai mengerjakan apa yang menjadi kewajibannya sebagai seorang pelajar. Mungkin karena sebentar lagi mereka akan menjalani ujian semester dan dirinya akan naik pangkat menjadi kelas tiga. Mungkin Netra sudah tobat.
Aldi juga kembali menjadi Aldi yang sibuk dengan kegiatan OSIS, murid kesayangan para guru, idola perempuan-perempuan di sekolah. Namun Aldi tidak lagi menjadi seorang Aldi yang playboy. Hanya Aldi dan Tuhan yang tahu, siapa yang sampai sekarang masih betah mendekam di hati Aldi, tanpa Aldi pernah berani mengutarakannya secara langsung.
Mengutip dari kalimat Bang Tere Liye; Kesibukan fisik dapat membantu banyak memutuskan kesibukan hati memikirkan banyak hal, pikiran yang hanya mengundang kesedihan.
Dua orang itu sepakat untuk saling menyibukkan diri dengan karir mereka sebagai seorang pelajar. Apalagi Aldi yang sebentar lagi akan lengser dari jabatannya sebagai ketua osis. Interaksi mereka berdua hanya sebatas ketika rapat osis berlangsung atau beberapa kali ketika mereka tidak sengaja dipertemukan di kelas. Tidak ada lagi yang membanding-bandingan Netra dengan Aldi, karena para gurunya melihat ada peningkatan pada diri Netra.
Sekarang tidak ada lagi Netra yang selalu membuat gurunya memijat keningnya karena
pusing.Aldi memilih untuk tidak membahas lagi mengenai dirinya, Netra, Marsha dan Ian. Di mata Aldi, saat ini Netra sudah bahagia. Dan itu cukup bagi Aldi. Biarlah Aldi yang melihat Netra tanpa perlu Netra mengetahui isi hatinya. Aldi hanya ingin menjaga gadis itu agar tetap bisa tersenyum.
Biar kali ini Aldi yang memendam rasa.
Hingga ketika ujian semester berakhir dan memasuki masa liburan akhir semester, Aldi mendapatkan tamu istimewa di rumahnya.
Ian. Wajah pria itu tiba-tiba saja muncul di hadapan Aldi ketika Aldi membuka pintu gerbangnya. Ian memberi senyum pada Aldi yang dibalas Aldi dengan senyum canggung. Aldi merasa terintimidasi tanpa alasan yang jelas hanya karena senyum dari Ian. Ternyata aura dewasa yang dikeluarkan oleh Ian membuat Aldi canggung karenanya.
“Hai,” sapa Ian. “Boleh bertamu sebentar, kan?”
Aldi pun membuka gerbangnya lebih lebar dan mempersilakan Ian untuk masuk. “Masuk dulu, Mas.” Lalu ketika Ian masuk ke rumah Aldi, Aldi menutup gerbang seraya diam-diam menormalkan suaranya supaya tidak bergetar.
Lalu Aldi mengajak Ian untuk masuk ke dalam rumahnya. Aldi mempersilakan Ian duduk di sofa ruang tamu. “Sebentar ya, Mas. Mas mau minum apa?” tawar Aldi.
Ian terkekeh, “Nggak usah ngrepotin.”
Aldi mengerutkan keningnya. “Eh?”
Ian lalu tergelak. “Nggak usah repot-repot maksudnya.”
Aldi meringis lalu menggaruk tengkuknya. Ternyatasense of humour Ian lumayan juga. Aldi mana bisa bercanda seperti candaan yang dilontarkan Ian padanya. Tanpa sadar, Aldi merasa dirinya kalah telak jika dibandingkan oleh Ian. Padahal tidak ada perlombaan tapi Aldi sudah mengaku bahwa dia kalah.
“Nggak repot, Mas. Sebentar ya.” Aldi masuk ke dalam rumahnya untuk mengambilkan minuman untuk Ian. Biar bagaimanapun, Ian adalah tamu di rumah Aldi dan Aldi sudah dilatih orang tuanya untuk menghormati tamu mereka—siapa pun tamu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Netra
أدب المراهقين"Denger kata-kata gue ini ya, sebagai temen, demi meredam kegilaan kalian, gue janji gue bakal cari kelemahan Aldi!" ucap Netra mantap. ---- "Bagi duit, Bang." "Eh, duit buat apaan?" Satrio memekik. "Buat beli kacamata sama topi. Cepek aja, deh." "B...