"Kok diem aja, Net?"
Netra memang membungkam mulutnya rapat-rapat. Dia berdiri dalam diam. Namun tidak tahukah Aldi bahwa jauh di dalam sana suaranya sudah bergemuruh? Jantung Netra berdetak begitu cepat, seperti suara tabuhan yang saling bergantian. Seperti suara kentongan tanda adanya kebakaran. Sama seperti di dalam sana juga sedang ada sebuah ledakan sehingga menghasilkan kebakaran. Panas, tubuh Netra perlahan memanas karena kebakaran di dalamnya.
Dia mengulang ucapan Aldi.
Gue kehilangan elo, Net. Kehilangan yang sangat besar.
Memangnya sebegitu berharganya Netra di samping Aldi hingga Aldi merasakan kehilangan yang sangat besar?
Belum selesai kebingungannya, Aldi menambahi dengan menyentuh kepalanya. Tidak hanya menyentuh, jari-jari Aldi bergerak menyusuri rambut Netra lalu mengacak-acaknya seolah dia gemas.
Netra memasang tampang bloon. Mulutnya sedikit terbuka.
Semburat merah di pipi Netra pun perlahan muncul tanpa diminta. Wajahnya memanas, tubuhnya panas, namun udara di luar dingin. Netra mendadak panas dingin. Sepertinya dia masuk angin. Netra merasakan ada sesuatu yang hangat dan menggelitik sedang menyentuh hatiya yang terdalam. Sesuatu yang mulai mengusik. Sesuatu yang memberi pemahaman pada Netra bahwa dia harus segera menjauh.
Otaknya memberi sinyal untuk menjauh namun tubuhnya sulit digerakkan. Dikarenakan tangan Aldi masih setia menempel di atas sana seolah memaku Netra untuk tetap berada di samping Aldi.
Detik kemudian Aldi melepas telapak tangannya dari kepala Netra. Entah apa yang merasuki pikiran Aldi saat itu, namun ketika tangannya menyentuh kepala Netra, ada dorongan dari dirinya untuk menarik Netra ke dalam pelukannya. Untung saja Aldi berhasil melawan dorongan tersebut dan segera melepas rekatan di kepala Netra. Entah apa jadinya jika Aldi nekat membawa Netra ke dalam dekapan dadanya. Mungkin saja Netra malah membencinya dan bahkan tidak mau mengenal Aldi lagi.
Ketika kesadaran kedua insan itu kembali pada diri masing-masing, Netra dan Aldi tidak mengeluarkan suara barang sepatah kata pun. Mereka berdiri dengan canggung. Netra menunduk sambil memeluk kedua lengannya. Dia kedinginan. Sementara Aldi masih berdiri di samping Netra dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana.
Posisi tersebut bertahan hingga Netra berhasil memutar otak untuk meninggalkan Aldi. Dia mencari celah sehabis lagu yang dinyanyikan oleh Ucay selesai.
"Gue ... mau ke belakang panggung dulu. Lo mending siap-siap juga deh. Kan mau selesai acaranya." Netra sudah mengambil langkah seribu bahkan sebelum Aldi bereaksi.
Sementara Aldi hanya menolehkan kepalanya beberapa derajat. Dia memperhatikan punggung Netra yang pelan-pelan menghilang di sela kerumunan orang. Gadis itu terlihat terburu-buru. Rambutnya yang dikuncir satu ke atas bergerak ke kanan dan kiri mengikuti gerakan pemiliknya. Mata Aldi masih mengikuti kepergian Netra hingga dia hilang ditelan kegelapan. Matanya kemudian perlahan beralih ke tangan kanannya. Jari-jemari tangannya tadi yang dengan lancang menyentuh lembut helaian rambut Netra. Oh Tuhan, rambut Netra yang begitu lembut malah menggoda jemarinya hingga mereka tidak puas hanya dengan menyentuh. Mereka seolah bergerak sendiri mengacak-acak dengan gemas.
Aldi baru menyadari bahwa kepala Netra begitu mungil, tubuhnya juga terasa mungil. Walaupun jika dibandingkan dengan beberapa pacar Aldi sebelumnya, Netra masih lebih tinggi dari mereka. Namun setelah menyentuh kepalanya secara intim, barulah Aldi merasa bahwa Netra adalah gadis mungil yang menggemaskan.
Andai saja saat itu Aldi boleh meminta, dia akan meminta agar Tuhan menghentikan waktu beberapa menit saja. Hanya beberapa menit lagi saja sudah cukup bagi Aldi tidak perlu sampai berjam-jam karena saat ini mereka masih harus menutup acara pensi. Aldi masih ingin merasakan helaian rambut nakal-dari gadis nakal-di ujung jarinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Netra
Teen Fiction"Denger kata-kata gue ini ya, sebagai temen, demi meredam kegilaan kalian, gue janji gue bakal cari kelemahan Aldi!" ucap Netra mantap. ---- "Bagi duit, Bang." "Eh, duit buat apaan?" Satrio memekik. "Buat beli kacamata sama topi. Cepek aja, deh." "B...