Bab 26 - Siapakah Marsha?

2.8K 199 7
                                    

  Sekali lagi Netra terjebak di satu ruangan dengan Aldi. Hanya berdua. Kalau dulu di kelas, sekarang di ruang OSIS. Sudah berapa kali Netra mengalami kejadian de javu seperti ini? Jika Netra mengalaminya sekali lagi, Netra pasti sudah dapat hadiah sebuah payung cantik. Dalam hati, Netra tidak berhenti merutuki dirinya sendiri. Atas bujukan setan mana, sehingga dia bisa datang ke ruang OSIS terlalu cepat. Bukan itu saja kesialan yang dia derita. Masih ada tambahan lagi, rasanya Tuhan sedang mempermainkan dirinya sedemikian rupa. Pengurus OSIS yang lain barusan memberitahu bahwa mereka akan telat datang karena alasan mereka masing-masing. Netra dibikin keki karenanya.

  Netra memilih untuk menghabiskan waktu dengan bermain game di ponselnya. Sementara itu, Aldi entah sedang melakukan apa.

  Di tengah keheningan yang tercipta antara Netra dan Aldi, terdengar suara dering ponsel yang sudah sangat familier di telinga Netra. Namun itu bukanlah nada dering dari ponselnya melainkan punya seseorang yang duduk di pojokan sana. Netra melirik pada Aldi yang sudah mengangkat ponselnya tanpa memperhatikan ke layar ponselnya. Aldi menekan layar ponselnya begitu saja. Diam-diam Netra menajamkan telinganya.

  “Halo?” sapa Aldi. Lalu dia terdiam sejenak, mendengarkan suara seseorang di seberang sana, “Oh iya, ada apa, Yang?”

  Yang itu pastilah singkatan dari panggilan sayang kan? Pasti bukan singkatan dari Eyang, kan? 

  Great. Netra menebak kalau salah seorang pacar Aldi-lah si penelpon itu. Netra memutar kedua matanya bosan. Di dalam pikiran Netra sudah berkeliaran pikiran-pikiran buruk tentang Aldi. Netra menduga Aldi tidak pernah hapal nama pacar-pacarnya sehingga Aldi selalu memanggil para cewek itu dengan sebutan sayang. Panggilan 'yang' sangat aman untuk para cewek itu. Sepengetahuan Netra juga, Aldi tidak pernah menyebut nama cewek yang meneleponnya. Seperti tebakan Netra tadi, Aldi tidak hapal dengan nama cewek-cewek yang menjadi pacarnya karena saking singkatnya hubungan mereka.

  Sesuai dengan pikiran buruk Netra, kenyataannya tebakan Netra memang benar adanya. Tidak jarang Aldi malah tidak tahu siapa yang meneleponnya. Walaupun nama si penelepon terpampang jelas di layar ponselnya, Aldi terkadang lupa dengan wajah si penelepon itu. Toh, bagi Aldi semuanya sama. Mereka sama-sama berstatus pacar sementara bagi Aldi. Semuanya sama-sama cantik dan tidak pernah berhubungan lama dengan Aldi, jadi Aldi pun tidak punya kewajiban menghapal nama-nama mereka.

  “Hmm …, kamu minta jemput sekarang?” Terdengar suara Aldi lagi. Suaranya lembut sekali.

  Netra melirik sekilas. Dia menyibakkan rambut yang berjatuhan di sekitar telinga, dibawanya rambut itu ke belakang telinga agar tidak mengganggu pendengarannya. Lalu dia pura-pura mencoret-coret bukunya.

  “Nggak bisa, Sayang. Aku lagi sibuk nih. Hmm …, maaf ya, iya ini masih di ruang OSIS. Rapat pensinya molor sebentar. Maaf ya.” Aldi mematikan sambungan teleponnya sambil melirik Netra yang pura-pura sibuk dengan scrapbook-nya. Aldi tersenyum tipis. Dia tahu pasti kalau gadis itu sedang mencuri dengan pembicaraanya.

  “Menguping lagi?” tebak Aldi langsung. Kata-kata Aldi barusan berhasil membuat Netra melonjak kaget. Netra sama sekali tidak menyangka Aldi akan secara terang-terangan memergokinya yang tengah menguping.

  “Yang benar saja! Siapa juga yang nguping? Nggak perlu pake nguping juga memang sudah kedengeran sampai ke telinga gue. Lagipula gue lagi nulis di buku gue nih.” Netra mencoba berkelit. Namun yang ada Aldi malah tertawa terbahak-bahak. 

  Netra melotot begitu melihat pemandangan tadi. Aldi tertawa! Wah, coba saja pemandangan itu berhasil Netra bekukan dalam kamera ponselnya. Pasti kalau dicetak dalam bingkai foto dan dijual bakal laku keras itu. Pasti banyak yang mau beli. Netra juga bisa menjualnya kepada para fans Aldi di luar sana dengan harga mahal.

NetraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang