Bab 53 - Something Fishy

2K 150 15
                                    

Netra berjalan pelan menuju ruang OSIS. Matanya melirik ke kanan dan kiri, mengawasi supaya teman-temannya tidak curiga dengan langkahnya. Netra berusaha menampilkan wajah tenang walaupun dalam hati dirinya kebat-kebit. Dia ketakutan kalau tiba-tiba tanpa sengaja dia bertemu dengan seseorang yang tidak dia inginkan.

  Ketika Netra sudah berada di depan ruang OSIS, matanya lirik kanan dan kiri sekali lagi. Lalu Netra mengintip di balik jendela. Matanya berkeliaran untuk menyapu setiap sudut dalam ruangan yang bisa dijangkau oleh matanya. Netra tidak tahu kalau tindakannya itu malah membuat orang yang berada di dalam ruang OSIS, menatapnya keheranan.

  Setelah dirasa aman, Netra akhirnya membuka engsel pintu dan mendorong pintu OSIS. Dia masuk ke dalamnya dengan cengiran yang membuat satu-satunya orang yang tengah berdiam diri di dalam ruangan, semakin curiga padanya.

  “Apa lo cengar-cengir? Pasti ada maunya kan lo?” sambar Genta sebelum Netra membuka mulutnya.

  Cengiran Netra semakin lebar. Dia melangkahkan kakinya mendekati meja tempat Genta duduk dengan laptop di depannya. Netra menarik salah satu kursi lalu duduk di depan Genta. “Apa sih, curiga mulu kalau sama gue. Coba ubahlah segala prasangka buruk yang lo pikirkan tentang gue, Ta. Gue nggak senista itu,” jelas Netra panjang lebar. 

  “Mau apa lo?” ulang Genta lagi. Pria itu tidak peduli dengan segala basa-basi Netra mengenai prasangka buruk dan teman-temannya. Dia yakin pasti Netra sedang meminta sesuatu padanya.

  “Ya ampun Genta … gitu ya lo sama gue. Jangan suka memupuk prasangka buruk. Niat gue kan baik, Ta. Gue mau menemani Genta di kesepian dan kegelapan ruang OSIS.”

  “Nggak gelap kok, lampunya kan gue nyalain.”

  “Bodo amat, Tong. Susah jadi puitis di depan lo.” Netra mengobrak-abrik tumpukan kertas yang ada di hadapan Genta. 

  “Rusuh woy … rusuh.” Genta menahan kertas-kertas tersebut supaya tidak berantakan. “Nah, gini dong, jadi diri lo sesungguhnya. Netra yang preman, Netra yang tukang marah-marah. Nggak usah sok puitis, lagian ngapain juga puitis? Lo mau ngrayu gue? Gue katakan dari sekarang, kalau gue nggak minat sama lo.”

  Netra akhirnya duduk dengan tenang kembali di tempat duduknya. Dia memandang Genta sambil menggelengkan kepalanya. Kalau soal adu omongan, sudah pasti Netra akan kalah dengan Genta. Jadi percuma kalau Netra mau meladeni ocehan Genta lagi. Tidak akan matinya kakak kelasnya itu. Genta tipe yang tidak mau kalah omongan kalau pria itu merasa benar.

  Beberapa detik kemudian, Netra menghabiskan waktu di ruangan OSIS sambil curi-curi pandang ke Genta. Matanya melirik ke Genta yang terlihat cuek dengan keberadaan Netra. Genta sibuk dengan kertas dan laptop di depannya. Ketika mata Genta bergerak dan memergoki Netra yang saat itu sedang memandanginya, Netra kelabakan dan langsung mengalihkan pandangan matanya. Begitu seterusnya, hingga mereka berdua saling lirik-lirikan. 

  “Apa sih? Cepetan kasih tahu, mau lo apa? Lalu segera enyahlah dari hadapan gue!” seru Genta karena tidak tahan dengan sikap Netra.

  Netra hanya ber-hehehe tanpa dosa. Tapi dia masih belum membuka mulutnya. Netra melipat-lipat kertas yang tidak terpakai di meja. Netra tahu kalau kertas itu tidak terpakai karena tulisan di atas kertas itu adalah coret-coretan dari Genta. Coretan tentang kegalauan hati Genta.

  Netra mengetuk-ngetuk meja dengan jari tangannya. Dia sedang berpikir sebenarnya. Namun karena kondisi otaknya yang tidak memungkinkan untuk diajak berpikir lebih jauh lagi, dia lebih mempercayakan nasibnya kepada kenekatan.

  Netra pun membuka mulutnya, mengutarakan sesuatu yang sudah menjadi kegelisahannya sejak tadi. “Aldi nggak ada di sini ya, Ta?” tanya Netra.

NetraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang