Penghuni kelas XI IPA 4 sudah sibuk merapikan tas dan meja masing-masing. Suara-suara dari bibir mereka keluar satu per satu membuat kelas menjadi bising. Ada yang berteriak memanggil temannya untuk cepat-cepat mengemasi barang. Ada juga yang masih menjahili teman mereka dengan menyembunyikan buku temannya lalu berlari-lari memutari kelas. Selain itu, ada yang masih bercanda-canda di meja mereka. Begitulah suasana kelas itu tiap harinya setelah bel pulang berbunyi. Guru mereka juga baru saja menyudahi pelajaran dan keluar dari kelas.
Netra juga berada di tengah-tengah keramaian tersebut. Dia sedang memasukkan buku dan alat tulisnya kembali dalam tas sambil menggoda-goda Vino yang duduk di sampingnya. Sejak pelajaran hampir mendekati rampung, mereka berdua bermain saling tepuk. Awalnya karena Vino yang menepuk-nepuk kepala Netra lalu Netra membalas dengan menepuk kepala Vino juga. Vino tidak mau kalah, dia menepuk pipi Netra dan Netra membalas dengan menjotos pipi Vino dengan pelan. Gerakan tangan mereka itu dilakukan secara diam-diam ketika gurunya sedang tidak menoleh pada mereka. Untuk penutup permainan konyol mereka, Netra mencubit paha Vino dengan keras sehingga Vino mengaduh. Kebanyakan pria memang lemah kalau pahanya dicubit.
"Aduh, sakit, Net!" seru Vino. Tangannya bergerak meraih tasnya untuk dilemparkan ke muka Netra. Namun dengan gesit Netra menghindar sambil tertawa keras. Netra mengambil serta tas miliknya, takut dibuang oleh Vino.
Ayu menghampiri Netra yang masih tertawa karena puas mengalahkan Vino. Ayu berkata, "Net, hari ini dijemput Mas Ian lagi?"
Netra menunjukkan jari tangannya yang membentuk huruf V pada Vino. "Peace, Vin!"
Vino mengelus-elus pahanya lalu melangkah keluar dengan sedikit menggerutu. Netra terkekeh saja mendengar gerutuan Vino karena ulahnya. Kemudian Netra menoleh pada Ayu, menjawab pertanyaan Ayu dengan anggukan kepala.
"Iya, Ay. Ada apa?" tanya Netra balik.
Sudah dua hari ini Netra memang diantar jemput oleh Ian karena Ian tidak ada kendaraan di rumahnya. Terang saja, rumahnya kan sudah lama tidak dia tinggali. Hanya aja Pak Pono dan keluarganya yang menjaganya. Pastinya Ian juga butuh untuk pergi ke suatu tempat ketika datang ke kota ini. Entah menemui teman lamanya atau tempat lain. Daripada Ian membuang-buang uangnya untuk naik taksi atau kendaraan umum, lebih baik dia mengisi bensin motor Netra full tank dan dia bebas keliling kota beberapa kali sampai pusing. Jadi pagi tadi Netra menghampiri rumah Ian supaya Ian bisa mengantarnya ke sekolah dahulu sebelum memakai motor Netra. Pulangnya Ian juga harus menjemput Netra tepat waktu.
"Hubunganmu sama Mas Ian sekarang tahap apa?" tanya Ayu penasaran.
Netra menggigit bibirnya, ragu untuk menjawab pertanyaan Ayu. Hubungannya dengan Mas Ian belum ada kejelasan. Mereka belum memberi nama atas hubungan mereka saat ini. Setelah berpisah dua tahun lebih, apa iya Netra akan segampang itu percaya? Ada beberapa hal yang harus dia tanyakan pada Ian. Mengenai apa alasannya pergi. Mengenai alasannya untuk memutus kontak dengan Netra. Mengenai pesan-pesan Netra yang tidak pernah berbalas. Namun sekali lagi, Netra masih takut untuk membahas itu semua. Hatinya masih takut untuk terluka lagi. Walaupun dia sadar bahwa dia sudah harus mulai mempersiapkan diri jika Ian memaksanya untuk berbicara empat mata dengannya.
Netra menghembuskan napas panjang. Dia lalu memegang pundak Ayu dengan tangan kanannya lalu menatap Ayu dengan tatapan serius. Ayu membalas tatapan Netra dengan tidak kalah serius. Dia menunggu-nunggu jawaban dari bibir Netra. Kedua bola matanya menatap mata Netra dengan lekat. Merlin yang baru saja mendekat di antara mereka, menatap kedua temannya dengan pandangan bingung.
Netra mengambil napas panjang lalu menghembuskannya lagi. Dia menggelengkan kepalanya lalu menunduk. Ayu memasang raut sedih melihat Netra yang terlihat lemah di dekatnya. Sementara Merlin menatap Ayu dan Netra bergantian, lalu mengerutkan kening.
KAMU SEDANG MEMBACA
Netra
Teen Fiction"Denger kata-kata gue ini ya, sebagai temen, demi meredam kegilaan kalian, gue janji gue bakal cari kelemahan Aldi!" ucap Netra mantap. ---- "Bagi duit, Bang." "Eh, duit buat apaan?" Satrio memekik. "Buat beli kacamata sama topi. Cepek aja, deh." "B...