Bab 50 - That Feeling

2.1K 142 34
                                    

BAB 52 That Feeling


  Netra melambaikan sebelah tangannya pada Ian. Pria itu menunggunya di tempat biasa. Dia berdiri bawah pohon mahoni depan sekolah, dekat gerobak penjual es teh. Motor dia parkirkan di tempat yang tidak jauh darinya. Hanya tempat itulah yang cocok sebagai tempat menunggu murid yang keluar dari sekolah. Tempat lain sudah penuh dengan penjaja makanan. Waktu pulang sekolah, memang ada beberapa penjaja makanan yang berhenti di depan sekolah Netra. Kalau gerobak es teh itu sih sudah datang dari jam sepuluh siang tadi dan biasanya pergi di waktu sore hari. Karena sekolah Netra juga baru tutup sore hari, menunggu kegiatan ekstrakulikuler berakhir. 

  Ian membalas lambaian tangan Netra dengan senyum lebar. Netra jadi ikut tertular senyum Ian. Netra berjalan lurus menuju tempat Ian tanpa menoleh kanan dan kiri apalagi belakang. Saat ini di matanya hanya ada Ian. Dia fokus menuju tempat Ian. 

  Netra jadi teringat saat-saat seperti ini. Dulu waktu SMP dia sering mendapati Ian berada di depan sekolahnya. Duduk di atas sepeda motor miliknya. Ian sering menjemputnya pulang sekolah. Tidak jarang dia memberi kejutan pada Netra karena muncul secara tiba-tiba di depan sekolahnya, tanpa memberi kabar terlebih dahulu. Netra merindukan rasa ini. Rasa senang karena mengetahui ada seseorang yang menunggu di depan sekolah. Masa-masa di mana dia bisa bergantung dan bermanja pada orang lain, bukan menjadi Netra yang mandiri seperti sekarang. 

  Ah, sekarang Netra mengulang rasa itu kembali. Senang rasanya karena Ian membawanya lagi pada kejadian-kejadian yang menghangatkan hatinya. Netra seolah berubah menjadi Netra kecil yang menggunakan seragam putih dengan rok biru tua. Dia melangkah dengan riang. Langkah kakinya sangat ringan seakan dia tidak menapak bumi melainkan melayang. Netra terperangkap di masa umurnya empat belas tahun. Dia mengingat rasa cinta pertamanya lagi. Hatinya yang berdebaran hanya karena melihat wajah Ian. Jantungnya yang berdegup kencang karena senyum dari Ian. Juga rasa gugupnya jika berada di dekat Ian. Netra yang masih begitu polos, lugu dan naïf. Netra yang excited dengan perasaan asing yang baru saja dia dapatkan ketika masa SMP. Netra ingat itu semua. 

  Lalu ketika dia sudah berada di depan Ian. Pria itu masih menatapnya lekat dengan senyum tercetak di bibirnya. Pria yang sangat hangat. Pria yang dahulu benar-benar memperlakukan Netra sebagai seorang perempuan. Saat memperhatikan wajah Ian dengan seksama, dirinya malah teringat oleh kalimat Satrio kemarin malam. 

  Ya, gue nggak mau lo terjebak dengan masa lalu lo itu. Lo hidup di masa sekarang dan masa depan, Net. Jangan salah ambil langkah. 

  Salah langkah kah Netra? Dirinya belum tahu. 

  Apakah Netra terjebak nostalgia seperti lagu yang diperdengarkan Satrio kemarin malam? Netra juga belum mengerti hatinya. 

  Yang Netra yakin, rasa ragu masih menggelitik hatinya. Secuil keraguan masih bersemayam di sana di sela-sela keyakinan yang berusaha Netra tumbuhkan kembali. Seperti kata pepatah. Karena setitik nila, rusak susu sebelanga. Setitik keraguan itu bertahan di antara hantaman keyakinan Netra. Dia mempertahankan dirinya, melapisi seluruh tubuhnya dengan lapisan anti gores, anti hantam, anti bakar, dan anti leleh. Dia menempel pada diri Netra dengan kekuatan yang begitu besar. Seperti ada lem super yang melekatkannya. Dia begitu keras mempertahankan dirinya. Sehingga Netra kehilangan akal untuk menghancurkannya. 

  Kadang Netra bingung. Kenapa bagian dirinya yang lain menghasilkan keraguan yang begitu kuat. Dia kecil namun punya daya yang besar. Dia kecil namun membuat rasa-rasa yang lain menjadi kalang kabut karena tidak ingin terpengaruh. Dia seperti semut yang selalu menang melawan gajah. Dia juga seperti semut yang jika menggigit badan, langsung membuat kulit memerah, panas, dan gatal-gatal. 

NetraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang