'Tet ... Tet ... Tet ...'
Bel sekolah berbunyi tiga kali pertanda waktu istirahat kedua berakhir. Sudah tiga puluh menit lamanya, Netra menghabiskan waktunya dengan berada di dalam satu ruangan bersama dengan Aldi. Tambahan lagi, harus diakhiri dengan pertengkaran tidak jelas antara keduanya. Netra sendiri merasa bingung kenapa dia harus tersulut emosinya? Kenapa dia harus terseret ikut masuk ke dalam masa lalu Aldi dan Marsha?
"Belnya udah bunyi tuh. Gue nggak mau telat masuk kelas," pamit Netra. Tanpa menunggu jawaban dari Aldi, Netra meninggalkan pria yang masih terdiam di tempatnya itu.
Namun begitu dia membuka pintu ruang OSIS dan keluar dari ruangan itu, Netra membelokkan kedua kakinya ke arah toilet cewek. Bukannya berjalan lurus menuju kelasnya seperti ucapannya tadi. Ketika sampai di toilet cewek, dia masuk ke dalam salah satu bilik. Dia mengurung diri di dalam sana.
Netra mencari ketenangan di tempat ini. Dia merenungkan tentang semua yang terjadi padanya. Jujur, Netra merasa asing dengan dirinya yang sekarang ini. Dia merasakan sesuatu yang menggelitik di hatinya ketika mendengar kisah masa lalu Aldi. Hatinya bergetar seakan tidak rela melihat Aldi diperlakukan begitu nista oleh Marsha—perempuan yang Aldi cintai sepenuh hati. Dia merasa prihatin pada keadaan Aldi. Sedari tadi dia menahan diri untuk tidak meminta Aldi mempertemukan Netra dengan Marsha empat mata. Sehingga Netra bisa dengan puas mencecar Marsha dan memberinya perempuan itu beberapa revisi tentang kesalahan-kesalahan yang diperbuatnya kepada Aldi.
Sisi baik dalam diri Netra merasa kasihan pada Aldi. Dia ingin merengkuh pria itu supaya tidak mendendam lagi. Tidak baik terlalu lama mendendam dan sengaja mengubah diri menjadi sosok yang sangat berbeda dari jati dirinya sebenarnya. Tapi sisi jelek dalam diri Netra menyuruhnya untuk masa bodoh dengan Aldi. Dia harus segera melepaskan diri dari Aldi. Kalau tidak dia akan menempel terus pada Aldi seperti lintah.
Netra adalah seseorang yang mudah clingy pada orang lain yang membuatnya penasaran. Jika dia sudah dalam tahap itu, dia akan sulit lepas. Dia akan terus menempel, mencari tahu dan bisa saja bersikap posesif.
Netra keluar dari bilik toilet lalu berjalan mendekat pada cermin. Dia menatap pantulan wajahnya yang ditampilkan di kaca. Dia mencoba menemukan jawaban dari perenungannya lewat setiap garis-garis wajahnya.
Bingung. Itulah yang bisa dia terjemahkan di raut wajahnya. Netra seakan tidak mengenali dirinya sendiri. Pria bernama Aldi itu ... kenapa cerita cintanya bisa mempengaruhi keadaan Netra sampai sebegini rupa? Tidak bisa dipungkiri jika itu semua karena kedekatan antara Aldi dan Netra. Walaupun jarang menyapa dan bertingkah seolah tidak kenal satu sama lain, mereka saling menyadari keberadaan satu sama lain. Mereka diam-diam saling peduli dan mengamati. Jarak yang semakin dekat antara keduanya tanpa sadar membawa mereka dalam suatu hubungan yang aneh. ,A weird relationship. Mereka bukan musuh namun juga bukan teman. Lalu mereka itu apa?
Argh. Netra menggaruk-garuk kepalanya yang pening. Kalau saja Netra tidak bermain detektif-detektifan konyol seperti ini, hidupnya pasti masih terbebas dari Aldi. Dia tidak akan terseret dalam masa lalu Aldi. Dia juga tidak akan mempunyai hubungan kedekatan yang sulit dijelaskan antara keduanya.
Netra menunduk lemas lalu menarik napas dalam-dalam. Dia mengisi paru-parunya dengan udara luar lalu menghembuskan udara kotor dari hidungnya. Pikirannya berkecamuk. Ada yang sedang berdebat di dalam sana. Hingga akhirnya dia mengambil keputusan bahw dia harus segera menghentikan semua ini. Sebelum semua terlambat dan sulit untuk menarik diri kembali. Karena di setiap kata terlambat selalu ada rasa penyesalan yang mengikuti. Penyesalan itu selalu membekaskan sesuatu yang tidak enak di lubuk hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Netra
Teen Fiction"Denger kata-kata gue ini ya, sebagai temen, demi meredam kegilaan kalian, gue janji gue bakal cari kelemahan Aldi!" ucap Netra mantap. ---- "Bagi duit, Bang." "Eh, duit buat apaan?" Satrio memekik. "Buat beli kacamata sama topi. Cepek aja, deh." "B...