"Ada apa?" Satrio membalikkan tubuhnya agar dapat menatap wajah adiknya. Tapi Netra hanya diam. Beberapa detik Satrio menunggu Netra bicara, namun adiknya itu masih saja bungkam. Satrio menghela napas panjang lalu berbalik fokus pada layar di depannya.
“Sat.”
Dua kali sudah Satrio dibuat kaget setengah mati oleh Netra. Kalau kali ini Netra tidak sedang aneh seperti sekarang, Satrio tidak akan segan-segan untuk mengusir Netra dari dalam kamarnya.
Satrio berbalik lagi. Sekarang Netra sudah tidak lagi memandang langit-langit tapi memandang dirinya.
“Lo kenal Marsha?”
“Marsha siapa dulu nih? Marsha yang mana?” Satrio balik bertanya.
“Temen seangkatan lo pas jaman SMA.”
Satrio terlihat mengingat-ingat. Dia mengingat muka-muka teman sekolahnya dulu. Kemudian setelah otaknya berhasil menampakkan sesosok wajah seseorang, dia menjentikkan jarinya.
“Oh gitu, Marsha yang anak IPA 5 kan? Gue kenal tuh.”
Netra mengernyit. Dia tidak tahu Marsha yang dimaksud Aldi itu kelas berapa. Tidak penting kelas apakah Marsha, yang penting Satrio kenal Marsha.
“Seangkatan lo yang namanya Marsha ada berapa orang?”
“Seingat gue sih, ya cuma Marsha yang itu.”
“Berarti iya itu yang gue maksud!” geram Netra. Dia sedikit sebal pada abangnya yang menjawab dengan berputar-putar. Netra tidak sedang ingin basa-basi kali ini. “Lo pernah denger gosip apa gitu, tentang Marsha dan Aldi?” tembaknya.
Kabut hitam yang mulanya menyelimuti Netra kini sudah pindah ke alam lain. Wajah Netra cerah seketika. Dia akan dapat informasi penting.
Tanpa dia sangka, Satrio malah terdiam. Dia menatap Netra dengan ekspresi yang tidak tertebak.
“Memang ada apa antara Marsha dan Aldi?”
“Loh ..., Marsha kan mantannya Aldi,” jawab Aldi singkat.
Detik kemudian Satrio memekik tidak percaya, “Hah? Dapet berita dari mana lo?”
Satrio berdiri dari tempat duduknya karena tertarik dengan pembicaraan yang ditawarkan oleh Netra. Sepertinya obrolan kali ini lebih menarik ketimbanggame di laptopnya.
“Dari mulut Aldi sendiri. Dia bilang ke gue.” Netra menjawab dengan muka kebingungan. Ternyata abangnya sama sekali tidak tahu kalau Marsha adalah mantan Aldi. Hebat sekali keduanya bisa menyembunyikan soal hubungan mereka.
“Ck ck.” Satrio berdecak, “Hebat banget tuh si Aldi. Eh tapi entah hebat entah sial sih.”
Satrio bertepuk tangan. Abangnya Netra ini memang sedikit lebay, masa iya Satrio sampai bertepuk tangan untuk Aldi.
“Hebat kenapa, Sat? Sial juga kenapa?”
“Marsha itu terkenal player, Net. Walaupun begitu nggak semua cowok bisa jadi pacarnya. Tapi begitu lo jadi pacarnya, lo bakal sadar kalau lo itu di-tiga-in. Syukur kalau cuma ditigain, banyak juga yang di-empat-in. Gokil itu cewek.”
Mendengar penuturan Satrio, Netra hanya bisa membayangkan betapa mengerikannya seorang Marsha. Memang kalau orang belum mengenal Marsha, pasti tidak akan mengira bahwa Marsha ituplaygirl. Dia tidak punya tampang seperti seseorang yang punya pacar banyak. Layaknya Netra yang baru bertemu dengan Marsha selama beberapa menit, Netra hanya berpikiran bahwa Marsha adalah seorang yang high class. Semua barang yang dipakainya pastilah barang mahal dan bermerek. Pergaulannya juga sudah pasti beda derajat dengan pergaulan Netra. Levelnya berada jauh di atas Netra dan Netra yakin tidak akan bisa menandinginya. Ternyata dibalik wajahnya yang cantik itu, dia adalah penghisap darah. Khususnya darah para lelaki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Netra
Jugendliteratur"Denger kata-kata gue ini ya, sebagai temen, demi meredam kegilaan kalian, gue janji gue bakal cari kelemahan Aldi!" ucap Netra mantap. ---- "Bagi duit, Bang." "Eh, duit buat apaan?" Satrio memekik. "Buat beli kacamata sama topi. Cepek aja, deh." "B...