Cerita Aldi
Aldi dan Netra masih betah berada di dalam ruang OSIS dengan pintu yang hampir tertutup sehingga menyisakan sedikit celah yang memperlihatkan dunia luar.
Netra masih tidak mau melihat wajah menyebalkan Aldi.Netra berpikir, kira-kira cowok itu tahu tidak ya mengenai seberapa menyebalkan dirinya?Kalau memang Aldi punya hobi mempermainkan cewek-cewek, bukan berarti Netra bisa dijadikan mainannya juga dong. Lelaki macam apa itu yang seenaknya mempermainkan perempuan. Lelaki kan tidak mainan Barbie.
Sikapnya yang seenaknya saja memberi hukuman kepada Netra, dianggap Netra adalah sebuah permainan yang telah dirancang oleh Aldi.Memangnya Netra asisten Aldi?Memang Netra pembokat Aldi?Dibayar setinggi apapun Netra juga ogah.
Keduanya saling diam, hingga suara Aldi memecah kesunyian ruang OSIS itu.
Aldi memulai pembicaraan dengan berdeham-deham, layaknya dia hendak berpidato saat upacara hari Senin. "Lo nggak penasaran mengenai gue dan Marsha, Net?
What? Kenapa sih yang keluar dari mulut cowok ini tidak pernah ada manis-manisnya?Paling tidak dia bisa mengucapkan terima kasih terlebih dahulu.Atau mungkin memuji Netra karena sudah bersedia bersih-bersih ruang OSIS.Apa susahnya sih berbasa-basi? Tapi apa yang dikatakannya tadi? Dia bertaya apakah Netra tidak penasaran tentang hubungan Marsha dan Aldi? Hah? Tentu saja Netra penasaran.Kalau perlu tulis pakai huruf capital biar semakin jelas.PENASARAN.Aldi saja yang tidak tahu bahwa Netra mati-matian menahan keinginan hatinya untuk bertanya.Aldi juga tidak tahu bahwa Netra pernah tidak bisa tidur nyenyak karena memikirkan tentang Aldi.Bercanda dia, ketua OSIS ini benar-benar pintar mengaduk-aduk perasaan Netra.
Walau dalam hati Netra berteriak; GUE PENASARAN.Namun, dia sekuat tenaga mengunci mulutnya.Walhasil dia memilih bungkam, tidak menjawab pertanyaan Aldi.Netra bersusah payah untuk tidak peduli. Lama kelamaan Netra tidak waras kalau berurusan dengan Aldi.
"Sudahlah, Net ... gue tahu kalau lo itu gampang penasaran." Aldi berdecak seakan meremehkan.
Netra tersinggung dengan decakannya itu. Hey, gue benci suara itu.
"Okey, sebagai imbalan karena lo sudah berbaik hati mau membersihkan ruangan OSIS ini, gue bakal cerita ke elo mengenai gue dan Marsha.Gratis," lanjut Aldi tanpa mempedulikan Netra yang memandangnya sebelah mata.
"So what?Lo pikir hidup lo penting buat gue sampai lo harus cerita?" sahut Netra dengan ketus.Dia masih tidak mau melihat wajah Aldi.
"Bisa dibilang, Marsha itu adalah cinta pertama gue ...." Aldi memulai ceritanya walaupun sikap Netra tidak berubah.Dia masih bersikap seolah tidak peduli. "Saat itu, gue masih kelas 4 SD. Ada tetangga baru yang tinggal di depan rumah. Tetangga baru gue itu mempunyai seorang anak perempuan.Dia-lah Marsha.Umurnya lebih tua dua tahun dari umur gue. Dia sering ditinggal orang tuanya ke luar kota. Dia sering berdua saja dengan pembantunya dan orang tuanya kadang menitipkan Marsha pada keluarga gue.Itulah mulanya gue dan Marsha mulai dekat.Karena kesepian, dia sering datang ke rumah dan ngajak gue main bersama. Dia seorang cewek yang manis saat itu, gue seneng menemani Marsha dan tanpa sadar gue jadi menempel padanya."
"Gue kecil yang polos menganggap kedekatan antara kami itu istimewa.Ketika gue memasuki SMP, gue mulai melihat Marsha dengan mata seorang lelaki.Marsha begitu cantik dan menarik hingga gue dengan lugu menyatakan rasa suka pada Marsha.Tanpa diduga Marsha menerima pernyataan cinta dari gue.Waktu itu gue sangat senang hingga dengan bodohnya menutup mata dengan keadaan sekitar. Gue selalu menyukainya semenjak pertama kali dia datang ke rumah ...." Aldi menghentikan ceritanya sejenak.Dia menoleh pada Netra yang masih membungkam mulutnya dan masih enggan menoleh padanya.Namun Aldi tahu pasti Netra mendengarkan ceritanya.Saat ini Netra sedang menyimak dan menunggu ceritanya selesai.Maka Aldi melanjutkan kisahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Netra
Teen Fiction"Denger kata-kata gue ini ya, sebagai temen, demi meredam kegilaan kalian, gue janji gue bakal cari kelemahan Aldi!" ucap Netra mantap. ---- "Bagi duit, Bang." "Eh, duit buat apaan?" Satrio memekik. "Buat beli kacamata sama topi. Cepek aja, deh." "B...