Haaaah ....
Netra menghela napas panjang. Keraguan muncul di benaknya. Apakah Aldi memang tidak punya kelemahan ya? Tapi mana ada manusia yang tanpa cela di dunia ini. Kemarin setelah Netra berkata jujur pada Aldi bahwa dirinya sedang menyelidiki kelemahan Aldi, pria itu malah menanggapi dengan tawa. Aldi berlagak seolah dia tidak punya kelemahan. Dengan ketenangan yang diperlihatkan Aldi, tanpa sadar dia sudah menjatuhkan mental Netra. Dia tidak sesemangat seperti awalnya dulu. Bahkan Netra mau berpikir ulang mengenai proyeknya.
Kalau dipikir-pikir, selama dua minggu ini hanya empat hal yang menjadi catatan Netra.
1. Aldi pernah membuat seorang cewek menangis.
Tapi Netra masih ragu apakah cewek itu menangis karena Aldi? Bisa saja dia menangis terharu, atau matanya kelilipan.
2. Aldi doyan makan petai.
Netra membaca ulang catatannya. Jika informasi ini dijadikan headline di sebuah surat kabar pasti pembacanya mengerutkan kening, bahkan tidak sedikit yang mengumpat pada si pembuat berita. Dari mana segi informasinya? Aldi doyan makan petai. Apa yang salah dengan makan petai. Tidak ada impact yang ditimbulkan dari berita makan petai. Itu manusiawi. Walaupun Netra tidak suka makanan tersebut, dia tidak bisa melarang orang lain untuk tidak suka petai juga kan?
3. Aldi merokok.
Mungkin ini salah satu keburukan yang masuk akal. Pria itu merokok padahal dia masih berstatus sebagai seorang pelajar. Tambahan lagi, dia seorang ketua OSIS. Kalau pihak sekolah tahu mengenai hal ini, pastilah Aldi mendapatkan hukuman. Hanya saja dia tidak pernah kedapatan merokok di sekolah. Netra juga baru tahu ketika malam itu di depan rumah Netra. Dia bergaul dengan teman-teman Satrio yang kebanyakan adalah seorang perokok aktif. Mau tidak mau Aldi pasti jadi ikut-ikutan.
4. Aldi tukang gosip.
Netra yakin ini karena Aldi salah bergaul dengan Pulung—si biang gosip.
Haaaa ....
Netra menghela napasnya lagi. Setelah berpikir ulang, dirinya seolah mencari-cari pembenaran untuk Aldi.
Ketua OSIS kan identik dengan kata sempurna. Ketua OSIS kan memang sudah seharusnya menjadi panutan. Dia seorang pemimpin, jadi diharuskan berwibawa, tenang dan terlihat tanpa cela.
Tuk ... tuk ... tuk ....
Tanpa sadar Netra mengetuk-ngetukkan bolpoinnya ke meja. Dia tidak tahu bahwa perbuatannya itu sudah mengundang kecurigaan dari gurunya. Netra memang duduk diam dan tidak mengganggu teman sekelasnya, tapi roh gadis itu seakan tidak berada dalam tubuhnya. Siswinya itu sedang melamun, tidak memperhatikan pelajarannya.
"Netra," panggil Bu Indi.
Netra masih bengong. Dia memainkan bolpoinnya.
"Netra," panggil Bu Indi untuk kedua kalinya. Langkah kakinya mendekat ke meja Netra.
"Bentar, Bu. Saya sedang berpikir," jawab Netra tanpa berpikir.
Brak. Bu Indi memukul meja Netra, "Kalau kamu masih punya waktu untuk berpikir, kerjakan soal halaman 132 nomor 1 sampai dengan 20. Kumpulkan sepulang sekolah!" bentak Bu Indi.
Gebrakan meja telah menarik kewarasan Netra kembali pada dirinya. Netra mengerjabkan matanya berulang kali. Dia baru sadar sepenuhnya dan dikejutkan oleh tugas yang diberikan oleh gurunya. Memangnya tadi dia berbuat salah apa sehingga harus diberi tugas sebegitu banyaknya?
Netra hendak bertanya apa salahnya, namun dia keder duluan ketika melihat tatapan tajam dari balik kacamata Bu Indi.
Nasib deh, dihukum mengerakan dua puluh soal sepulang sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Netra
Teen Fiction"Denger kata-kata gue ini ya, sebagai temen, demi meredam kegilaan kalian, gue janji gue bakal cari kelemahan Aldi!" ucap Netra mantap. ---- "Bagi duit, Bang." "Eh, duit buat apaan?" Satrio memekik. "Buat beli kacamata sama topi. Cepek aja, deh." "B...