Bab 52 - Pria yang marah

2.3K 179 36
                                    

“Walaupun begitu, tetap saja yang dikatakan Marsha ada benarnya juga, Tante.”

  Tante Ana berdecak. “Kan tadi Tante udah bilang, ini musibah. Aldi sendiri yang berbuat kebodohan. Tante aja heran dengan anak itu, dia terkenal dengan seseorang yang penuh perhitungan dan hati-hati. Kok bisa-bisanya dia lari mengejar kamu. Pasti ada alasannya. Netra tahu?” tanya Tante Ana.

  Netra menggelengkan kepalanya pelan. Jujur, dia juga tidak mengerti motif dari kebodohan Aldi kali ini. “Netra tidak tahu, Tante. Sumpah. Kalau Netra tahu, nggak bakal Netra biarkan Aldi berlari-lari mengejar Netra. Kasihan kan, Tante, orang Netra naik motor kok, Aldi cuma mengejar dengan dua kaki. Bodoh banget sih, emangnya dia pikir bakal terkejar apa?” 

  Setelah Netra menyelesaikan serentetan kalimatnya, dia langsung membekap mulutnya dengan telapak tangannya sendiri. Asli, dia sedang keceplosan. Dia lupa kalau dia sedang bersama dengan orang tua dari pria yang sudah dia sebut bodoh. Netra melirik Tante Ana dengan takut-takut.

  “Maaf, Tante … kelepasan ngomong.” Netra mengucap penyesalan dengan cengiran khasnya. Dia pura-pura polos.

  Tante Ana malah memberi respon dengan tertawa renyah. Tante Ana memperhatikan Netra yang marah-marah sendiri karena ulah anak lelakinya. Beliau berpikir bahwa gadis di depannya ini adalah gadis yang unik. Netra ini seorang gadis yang ekspresif. Mungkin ini yang membuat Aldi tertarik pada Netra, pikir Tante Ana. Ya, Tante Ana yakin ada sesuatu yang terjadi antara Aldi dan Netra. Kalau tidak? Aldi tidak mungkin hampir tertabrak mobil.

  “Nggak apa, anak Tante itu memang bodoh sekali. Tante akuin itu, Tante aja gemes jadinya,” ujar Tante Ana. Lalu Tante Ana melanjutkan, “Aduh, Tante nggak pernah menyangka kalau anak laki-laki Tante bisa selucu ini. Dia seperti anak kecil yang lari-larian mengejar layangan yang putus, terus kecebur di got.”

  Netra menoleh pada Tante Ana dengan raut bingung. Aldi pernah mengejar lapangan sampai kecebur got? Lalu apa hubungannya? Otak Netra sudah cukup lelah bekerja sehingga dia tidak sampai untuk mengolah arti dari perumpamaan Tante Ana.

  “Hubungan kamu sama Aldi apa? Kalian dekat?” tanya Tante Ana.

  Netra refleks mengangguk pelan sekali, namun selanjutnya menggelengkan kepalanya tiga kali. “Nggak dekat kok, Tante. Netra hanya teman sekelas.”

  Tante Ana menaikkan kedua alisnya. Makin aneh, kan? Dengan jawaban Netra justru membuat Tante Ana menyadari sesuatu. Bahwa Netra sedang dalam tahap ragu. Dia mengangguk namun beberapa detik setelahnya dia menggeleng. Sebuah jawaban yang tidak konsisten.

  “Hanya teman sekelas? Bener itu aja? Nggak lebih?” kejar Tante Ana. Mamanya Aldi itu benar-benar penasaran dengan apa yang telah terjadi antara dua remaja ini. “Nggak mungkin kan, kalau Aldi mengejar kamu tanpa alasan. Aldi pasti ingin mengatakan sesuatu sama kamu saat itu juga.”

  Netra terlihat ragu-ragu untuk menjawab. Dia menggigit bibirnya. Apa Netra harus cerita? Dia tidak yakin bisa menceritakan kepada Tante Ana, tentang permainan yang dia buat dengan ketiga temannya. Permainan tentang kelemahan Aldi. Tapi sepertinya Tante Ana tidak akan melepaskannya sebelum Netra bercerita. “Hmm … gimana bilangnya ya, Tante?”

  Tante Ana mengamati raut muka Netra yang kebingungan. Gadis itu menggaruk-garuk pipinya yang tidak gatal. Tante Ana menunggu Netra siap bercerita.

  “Aldi dan Netra itu satu organisasi. Netra pengurus OSIS juga. Tahun ini sekolah mengadakan pensi, kami jadi panitia juga. Dan ….” Netra mulai ragu-ragu lagi. Namun dia melanjutkan, “Ini kekonyolan yang Netra buat sendiri sih, Tan. Cewek-cewek satu sekolah sering bilang kalau Aldi itu sempurna. Netra yang mendengarnya jadi risih, makanya Netra menyelidiki kelemahan Aldi untuk membuktikan bahwa Aldi itu bukan sosok yang sempurna.” Netra mengakhiri ceritanya dengan sebuah cengiran.

NetraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang