"Oke deh. Dengan satu syarat, nggak boleh ada yang pacaran di rumah gue."
Setelah mengucapkan hal sesinis itu, Netra menutup kaca helm lalu menjalankan motornya diiringi oleh motor teman-teman Satrio dan mobil Aldi. Selama perjalanan kembali ke rumah, Satrio tertawa geli di boncengan Netra.
"Bisa nggak sih, lo sedikit ramah dan bermanis-manis sama temen sekelas lo itu," ucap Satrio disela-sela tawanya.
"Perangai gue sesuai dengan yang mereka tunjukkan ke gue. Pacarnya dia duluan yang nyolot. Ya, nggak salah dong kalau gue gigit balik." Netra membela dirinya.
"Ah, Citra mah emang gitu orangnya. Lo maklumin aja."
Netra mencibir, "Ah, dulu lo bilang Aldi emang gitu orangnya, sekarang Citra emang gitu orangnya. Gue disuruh maklumin orang lain mulu. Lah siapa yang bakal maklumin gue? Sekali-kali mereka yang maklumin gue dong."
Di belakangnya, Satrio mengangguk-angguk saja, "Ya, ya, ya."
Satrio turun dari motor Netra ketika mereka tiba di depan rumah. Satrio membuka pintu gerbangnya lebar-lebar supaya Netra dan temannya yang lain bisa masuk. Sementara mobil Aldi dibiarkan diparkirkan di depan rumah Satrio. Sementara itu, setelah membuka gerbang, Satrio langsung melenggang masuk ke dalam rumah. Jadilah Netra yang harus menutup gerbang. Punya abang kok tidak tanggung jawab. Netra berdiri di samping gerbang, menunggui sampai teman-teman Satrio masuk ke dalam rumah kemudian dia menutup kembali gerbangnya. Ketika Citra lewat di sampingnya. Netra melirik dengan ujung matanya sekilas.
Ih, siapa dia sampai gue disuruh maklumin dia? gerutu Netra.
Kenapa juga sebagian besar teman-teman Satrio yang berjenis kelamin perempuan satu spesies dengan Citra.
Setelah gerbang rumahnya terkunci rapat, Netra menyusul masuk ke dalam rumah. Di lantai bawah, teman-teman Satrio sudah berkeliaran dengan seenak jidat mereka. Mereka selalu menganggap rumahnya dan Satrio ini seakan rumah mereka sendiri. Ada yang di sofa atau terlentang di karpet. Ada yang nyalain televisi tanpa izin terlebih dahulu. Bahkan ada yang malah nyasar ke dapur untuk numpang makan malam. Yah, mereka memang sudah biasa kemari. Ibunya Netra dulu juga sudah menyuruh mereka untuk santai saja kalau di rumah Netra. Jadi boleh ngapain aja, yang penting tidak merugikan pemilik rumah.
Netra memberikan flashdisknya pada Satrio yang langsung menancapkan ke DVD player yang tersambung dengan televisi. Setelahnya Satrio menjatuhkan bokongnya ke sofa. Netra melenggang ke dapur untuk mencari camilan. Dia mengambil beberapa keripik kentang untuk bekalnya menonton film. Netra duduk bersila di sofa, di samping Satrio.
"Eh, kalian jangan ramai ya di sini. Bi Sumi udah tidur deh kayaknya," ucap Netra sambil mengunyah keripik kentangnya.
Bi Sumi itu adalah pekerja rumah tangga di keluarga Netra. Sejak Netra masih kecil, Bi Sumi sudah berada di rumahnya.
Mulanya mereka patuh dengan peringatan dari Netra. Mereka duduk dengan tenang sambil menatap layar televisi. Tapi itu hanya berlaku untuk sesaat. Setelah bosan, satu per satu akhirnya berlomba-lomba membuat keributan. Ada sekitar delapan orang cowok yang berkumpul di satu ruangan. Tidak mungkin tidak menimbulkan keributan, kan? Mereka sangat ramai. Ada yang mengomentari tentang film. Beberapa ada yang bermain poker dan tertawa-tawa dengan volume yang cukup keras. Sebagian yang lain malah berkaraoke lagu-lagu galau. Jadilah orang-orang itu dengan sukses membangunkan Bi Sumi.
Bi Sumi keluar dari kamarnya lalu menghampiri Netra, "Non Netra, teman-temannya mau dibuatkan minuman apa?"
"Ah, maaf banget, Bi. Mereka bukan temennya Netra. Temennya Satrio tuh, Bi. Rame banget. Bibi jadi kebangun deh." Netra meminta maaf atas nama teman-teman Satrio, "Nggak usah dibuatin apa-apa, Bi. Biar tahu rasa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Netra
Teen Fiction"Denger kata-kata gue ini ya, sebagai temen, demi meredam kegilaan kalian, gue janji gue bakal cari kelemahan Aldi!" ucap Netra mantap. ---- "Bagi duit, Bang." "Eh, duit buat apaan?" Satrio memekik. "Buat beli kacamata sama topi. Cepek aja, deh." "B...