Bab 17 - Aldi Lagi

3.1K 208 11
                                    

Ingin aku mengenalmu saat ini

Ingin menyapamu tapi aku malu

Dan kini hatiku mulai bertanya

Are you really the one i've been searching for?

Netra membuka matanya dengan perlahan. Dia bangun dari tempat tidurnya dan duduk di tepi ranjang sambil garuk-garuk. Ringtone handphonenya masih berbunyi, memanggil-manggil Netra untuk mempedulikannya. Netra mengambil handphonenya lalu menekan tombol jawab tanpa melihat siapa yang meneleponnya.

"Haloooh?" sapa Netra diselingi dengan menguap lebar. Dia melirik ke jam dindingnya. Pukul delapan malam kurang sepuluh menit. Artinya Netra baru tidur selama satu jam lamanya. Siapa yang meneleponnya? Tidak tahu diri. Dia berjanji akan memberi pelajaran yang setimpal kalau seseorang yang menelepon mengganggu tidurnya ini, mengatakan sesuatu yang tidak penting.

"Oyah? Sumpeh lo? Ciyus? Oke, gue ke sana sekarang juga." Netra menekan tombol yang berwarna merah di layar handphonenya lalu menyibakkan selimutnya. Dia berdiri dan melakukan gerakan streching sebentar. Dia merenggangkan punggung dan lehernya ke kanan kiri. Kedua tangannya direntangkan ke atas. Setelah dia sudah cukup segar, dia beranjak keluar menuju ke kamar mandi.

Barusan tadi yang meneleponnya adalah Indah. Dia memberi kabar kepada Netra kalau di warnet depan kompleksnya punya film La La Land. Netra tentu saja ngiler. Dulu saat film itu diputar dia tidak sempat untuk menonton di bioskop. Netra pengin segera mengcopy-nya ke flashdisk agar bisa dia nikmati di laptopnya deh. Kebetulan kompleks rumah Indah itu di samping kompleks rumah Netra. Jadi dekat.

Setelah mencuci wajahnya untuk menghilangkan muka bantalnya, dia meraih jaket yang digantungkan di belakang pintu kamarnya lalu bergegas turun ke bawah mengambil motornya. Dia langsung melesat ke warnet depan kompleks rumah Indah. Tapi sebelumnya Netra mengirimi pesan untuk abangnya.

Netra : Sat, gue keluar bentar.

Ini kebiasaan yang sudah mendarah daging antara Satrio dan Netra. Setiap kali mereka pergi keluar rumah, mereka selalu mengirimi kabar satu sama lain. Jadi tidak ada yang kebingungan ketika mendapati salah satu dari mereka tidak berada di rumah. Salah satu bentuk tanggung jawab antara keduanya sih. Supaya tidak seenaknya pergi seolah tidak ada yang menunggunya di rumah.

Dengan kecepatan rata-rata 40 km per jam, Netra melarikan motornya ke warnet. Kedua matanya fokus pada jalan di depannya sehingga tidak memperhatikan sekumpulan orang yang sedang asyik nongkrong di perempatan ujung kompleks rumahnya. Padahal kalau saja Netra sedikit memperhatikan mereka, dia pasti menemukan Satrio ada di sana. Satrio sedang tidak membawa ponselnya.

Beberapa menit kemudian, warnet yang dimaksudkan Indah sudah berada di depan mata. Tanpa ba bi bu lagi, Netra memarkirkan motornya pada tempat yang teduh di parkiran warnet. Dia melenggang masuk ke dalam warnet dengan terburu-buru. Netra berharap warnet ini nggak ramai karena dirinya pasti tidak akan tahan kalau disuruh untuk menunggu. Baru saja Netra mau bertanya pada operator warnet yang berjaga, tubuhnya menabrak tubuh seseorang. Tabrakan yang cukup keras sehingga bahunya merasakan linu karenanya. Netra berpegangan pada meja untuk menahan tubuhnya agar tidak jatuh. Sesuatu yang bertumbukan dengan tubuh Netra mengaduh dan mengeluarkan suara khas seorang cewek.

"Maaf." Netra melirik pada cewek yang dia tabrak. Dia juga sedang mengelus pundaknya yang terbentur. Detik kemudian matanya merangkak ke atas lalu melebar. Bukan cewek mungil dan cantik di depannya yang membuatnya membelalakkan mata. Namun sosok cowok tinggi besar yang menjulang di belakang cewek mungil itulah yang menyita seluruh perhatian Netra. Cowok itu sedang memandang Netra dengan wajah tenang selayaknya seorang ketua OSIS yang bijaksana dan berwibawa. Matanya sekilas sempat melebar namun dia berhasil menjaga ekspresinya agar tenang kembali.

NetraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang