Manusia bodoh ini pernah meninggalkanmu
Manusia bodoh ini ingin kembali padamu
Manusia bodoh ini membutuhkanmu
Manusia bodoh ini takut kehilanganmu
Akankah ada kesempatan kedua darimu?
(Ian untuk Netra)
Siang itu ada seorang wanita paruh baya yang menemui Ian di kantornya. Ekspresi pertama yang muncul dari Ian ketika menemui tamunya adalah kaget.Ia sangat mengenal wanita paruh baya yang sedang duduk di kursi tamu kantornya. Beliau adalah wanita yang telah melahirkan gadis yang diam-diam dia rindukan.Sudah dua tahun lebih lamanya, dari terakhir kali Ian bertemu muka dengan wanita di depannya. Berarti sudah dua tahun lebih juga rasanya, Ian menghilang tanpa kabar dari gadis kecil yang dulu menempati hatinya. Bahkan sekarang pun masih menempati hatinya.
Ian menghampiri wanita tersebut lalu menundukkan kepala untuk memberi salam. "Lama tidak bertemu, Tante Riska."
Tante Riska mengulaskan senyumnya untuk Ian.Tidak ada bedanya dengan senyum yang diberikannya untuk Ian dahulu.Tante Riska masih seorang wanita karir yang berhati hangat dan penuh karisma.
"Ian, bisa bicara dengan Tante sebentar? Ke kafe depan?" ajak Tante Riska.
Kebetulan saat itu sedang jam istirahat dan Ian baru selesai melaksanakan salat dzuhur. Oleh karena itu, Ian menyanggupi ajakan Tante Riska. Sepanjang jalan menuju kafe depan kantornya, Ian menebak-nebak obrolan macam apa yang akan dibicarakan oleh Tante Riska. Mungkin pertama kali mereka akan saling bertukar kabar, bertukar kesibukan lalu masuk ke inti pembicaraan. Yaitu masalah antara Ian dan Netra, anak bungsu Tante Riska.
Setelah duduk berhadapan di meja kafe dan memesan minuman, Ian yang pertama kali menanyakan kabar kepada Tante Riska.
"Tante sudah lama ada di Surabaya?" tanya Ian.
"Baru aja, baru tiga hari ini.Tapi sudah sering bolak-balik Surabaya mengurusi butik," jawab Tante Riska.
Ian mengangguk-angguk, "Ehm ..., apa kabar, Tante?"
Tante Riska langsung memandangi Ian dengan lekat."Tante yakin kamu tidak sedang menanyakan kabar Tante, kan?" tebak Tante Riska.
Ian hanya terdiam di tempatnya.Dia menelan ludahnya.Nampaknya basa-basi mereka sudah selesai sampai di sini.Lalu pelayan datang untuk memberikan pesanan mereka.Ian mengucapkan terima kasih pada pelayan tersebut.Dia pun segera meneguk minumannya untuk membasahi kerongkongannya yang tiba-tiba kering.
"Sudah lama Tante tahu kalau kamu bekerja di kantor itu, Ian. Tapi baru sekarang Tante menyempatkan diri untuk bertemu denganmu."
Ian terdiam di tempatnya.Matanya menerawang.Dia tahu dirinya sedang dihakimi oleh ibu dari seorang gadis yang sudah dia tinggalkan secara sepihak.
"Apa kabar Netra, Tante?"
Bahkan untuk menyebut nama gadis itu, lidah Ian terasa kelu. Hanya dengan mendengar nama yang keluar dari bibirnya sendiri, kerinduan yang selama ini dia tahan, terasa membuncah.
Tante Riska melipat kedua tangannya di atas meja."Mengapa tidak kamu cari tahu sendiri, tentang kabar anak perempuan Tante itu?"
"Saya merasa bersalah ... pada Netra, Tante."
"Itulah yang Tante tidak suka dari kamu, Ian.Awalnya Tante memberi waktu untuk kamu.Tante ingin melihat kalian menyelesaikan urusan kalian sendiri.Tapi, ini sudah terlalu lama, Ian.Kamu tidak juga bergerak.Sebagai seorang ibu, Tante tidak bisa melihat anak Tante seperti menunggu seseorang yang tidak pasti.Apakah kamu tidak memikirkan perasaan Netra sekarang?Apa kamu sudah tidak memikirkan Netra lagi?" cecar Tante Riska.Beliau mengucapkan pertanyaan-pertanyaan itu dengan nada yang tenang namun penuh wibawa.Membuat Ian mengkeret di tempatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Netra
Teen Fiction"Denger kata-kata gue ini ya, sebagai temen, demi meredam kegilaan kalian, gue janji gue bakal cari kelemahan Aldi!" ucap Netra mantap. ---- "Bagi duit, Bang." "Eh, duit buat apaan?" Satrio memekik. "Buat beli kacamata sama topi. Cepek aja, deh." "B...