Aldi memperhatikan Marsha yang dengan lahap menyantap mie ramen di depannya. Saat ini keduanya berada di sebuah restoran di dalam mall, sesuai dengan pilihan Marsha. Walaupun Marsha mengatakan terserah tapi ya begitulah perempuan. Kata terserah dari mereka, belum tentu mereka menyetujui usulan lelaki.
Padahal justru Aldi membayangkan dirinya ada di dalam mie ayam tenda pinggir jalan. Dengan segala keramaian dan hawa panas di sekitarnya. Namun jelas Marsha tidak akan mau diajak makan di tempat itu. Dan sekarang ketika di depannya ada semangkuk mie ramen dengan segala isinya, Aldi malah membayangkan mie bandung dengan kuah pangsit dan daging cincang.
Anehnya lagi ketika dia berpikir tentang mie ayam, wajah Netra malah terlintas di otaknya. Wajah itu membawa dirinya kembali pada memori ketika mereka makan mie ayam bersama. Bukan janjian makan mie ayam bareng hanya saja saat itu Netra mengeluh lapar dan wajahnya menatap dengan mupeng di tenda mie ayam di pinggir jalan.
Saat itu Netra dan Aldi baru saja selesai menemui Ucay di tempat biasa. Mereka berjalan kaki menuju masjid tempat mereka memarkirkan motor. Namun tiba-tiba Netra menghentikan langkahnya.
“Eh, sejak kapan ada penjual mie ayam di situ?” Netra menunjuk-nunjuk pada warung tenda di depan masjid.
Aldi ikut menghentikan langkahnya. Aldi mengerutkan kening ketika melihat Netra yang tidak melepaskan matanya dari warung mie ayam. Jelas-jelas sejak kemarin sudah ada warung itu, kenapa baru sekarang ini si Netra heboh?
Aldi mengedikkan bahu saja. Dia masih menganggap bahwa Netra hanya sedang aneh. Seperti biasanya. Aldi pun melanjutkan langkahnya. Dia tidak peka akan kode Netra yang tipis sekali.
Belum peka.
Baru ketika Aldi berbalik untuk melanjutkan langkahnya, dia mendengar Netra berdeham-deham dengan lucu di belakangnya.
“Uhuk … mie ayam … uhuk … laper … uhuk … mau makan.” Netra pura-pura terbatuk-batuk.
Aldi yang mendengarkan suara terbatuk-batuk yang sengaja dibuat-buat oleh Netra rasanya ingin tertawa terbahak-bahak. Tingkah gadis yang sedang di belakangnya ini sungguh ajaib. Apa susahnya sih bilang kalau dia lapar? Namun Aldi berusaha menahan tawanya. Akhirnya dia mendengus geli lalu berbalik menatap Netra.
“Lo laper? Mau makan mie?” tanya Aldi sambil mengulum senyumnya.
Bibir Netra mengerucut. “Jadi cowok itu yang peka dikit kenapa?” protes Netra.
“Bilang aja secara langsung kalau mau makan mie ayam kenapa?” balas Aldi.
Netra mendongak lalu menatap wajah Aldi dengan lekat. Wajahnya sangat serius seolah ingin mengutarakan sesuatu hal yang sangat penting. Informasi yang tidak boleh dilewatkan dan harus didengar dengan seksama oleh Aldi.
Netra berkata, “Gue-laper-mau-makan-mie-ayam.” Netra memberi penekanan pada setiap kata-katanya.
Aldi mendengus lalu membalas dengan tidak kalah serius. “Iya-gue-juga-tahu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Netra
Jugendliteratur"Denger kata-kata gue ini ya, sebagai temen, demi meredam kegilaan kalian, gue janji gue bakal cari kelemahan Aldi!" ucap Netra mantap. ---- "Bagi duit, Bang." "Eh, duit buat apaan?" Satrio memekik. "Buat beli kacamata sama topi. Cepek aja, deh." "B...