Bab 6 - Kesalahan Pertama

3.7K 261 8
                                    

Akhirnya waktu pulang itu datang juga. Sejak pelajaran pertama tadi dia merasa seolah-olah ada mata yang terus memandanginya dengan tajam dari belakang. Intuisi Netra mengatakan bahwa sepasang mata itu adalah mata Aldi. Entahlah, Netra tidak berani memastikan. Dia tidak berani melihat muka Aldi yang duduk di barisan belakang. Netra biasanya sesekali menghadap ke belakang hanya untuk ngobrol dengan Wingki dan Rizal yang duduk di belakangnya. Namun hari ini dia jadi memfokuskan diri ke depan tepatnya ke papan tulis. Dia tidak berani menoleh ke kanan ataupun ke belakang. Karena sedikit menoleh saja, di takut matanya pasti bertumbukan dengan mata tajam itu. Mengerikan. Hanya membayangkannya saja, Netra sudah bergidik ngeri.

"Cie, yang sekarang rajin lihat ke depan. Nggak mau ngobrol sama gue. Sombong," sindir Wingki ketika mereka sedang membereskan tas dan bersiap untuk pulang.

"Sori, Ki. Kan udah gue bilang, leher gue keseleo."

"Ngeles aja lo kayak bajaj!"

Netra diam saja karena saat itu Aldi lewat di sampingnya lalu berjalan keluar. Jantung Netra berhenti berdetak seketika. Begitu Aldi tidak terlihat lagi, Netra menghembuskan napas lega. Jantungnya bekerja normal kembali.

"Kenapa Net?" tanya Wingki.

"Nggak pa-pa. Gue cuman habis kentut," jawab Netra santai lalu dia ngibrit keluar diiringi tatapan jijik dari Wingki.

"Sumpah lo, Net? Kok nggak bau?" Wingki mengendus-endus.

"Gue bohong kali, Ki!" Tawa membahana dari Netra menggema di luar kelas. Konyol sekali melihat hidung Wingki yang kembang kempis, sibuk mengendus-endus.

Netra tidak mempedulikan umpatan yang dilontarkan Wingki kepadanya. Dia mencari-cari sosok Aldi yang baru saja keluar dari kelas. Ternyata tidak memerlukan waktu lama untuk mencari. Netra tersenyum. Tidak ada ruginya juga para perempuan di sekolahnya mengidolakan Aldi. Seperti kata pepatah, di mana ada cewek cantik (baca : Netra) disitu ada pria-pria tampan yang mengerubunginya. Berlaku juga untuk Aldi, dimana ada Aldi, disitu ada cewek-cewek yang berkumpul, saling curi-curi pandang bahkan ada yang memandang Aldi tanpa berkedip. Dengan begitu Netra dengan mudah melacak posisi Aldi. Ikuti saja arah pandang mereka.

Mereka sedang memandangi tempat parkir. Netra menyusul ke tempat parkir. Tepat sekali, Aldi memang berada di sana, sedang mengambil motornya lalu menstaternya dan keluar dari tempat parkir. Tanpa pikir panjang, Netra ikut mengambil motornya untuk membuntuti motor Aldi.

****

Netra mengikuti Aldi dengan hati-hati. Dia memperhitungkan jarak yang aman antara motornya dengan motor Aldi. Tidak boleh terlalu dekat supaya tidak ketahuan. Namun juga tidak boleh terlalu jauh supaya dia tidak kehilangan jejak.

Netra masih belum tahu kemana tujuan Aldi. Dilihat dari langkah buru-burunya saat keluar kelas, mungkin Aldi mau langsung pulang ke rumah. Jujur saja, Netra belum tahu rumah Aldi.

Netra mengernyit. Dia menajamkan pandangannya. Hampir saja dia kehilangan motor Aldi karena mobil yang tiba-tiba muncul di depannya.

Aldi berbelok ke satu gang. Netra memelankan laju motornya. Cukup jauh di depan sana, Aldi menghentikan motornya di depan sebuah rumah besar. Lalu pagarnya terbuka dan Aldi menghilang di balik pagar bersama motornya. Netra melewati rumah itu dengan pelan, sebelumnya dia sempat melirik nomor rumahnya. Nomor 116. Oke, Netra akan mengingatnya.

Penyelidikan berhenti sampai di sini. Paling tidak Netra sudah mengetahui di mana rumah Aldi. Netra cukup puas dengan hasil yang dia dapat saat ini.

****

"Bukaaaan, Net!"

Seruan dari tiga cewek di sekitar Netra ini tidak hanya memekakkan telinga Netra, tapi juga menghancurkan hati Netra.

NetraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang