Ini masih flashback Netra dan Ian yhaa~
***
Semenjak pertemuan mereka di kolam ikan dekat sekolah Netra, mereka jadi semakin dekat. Ian dengan mudahnya akrab dengan keluarga Netra. Papa dan Mama Netra menyambut dengan baik setiap kedatangan Ian. Pun dengan keluarga Ian. Pria itu hanya tinggal berdua dengan ibunya. Ibunya Ian juga sangat menyayangi Netra seakan dia mempunyai seorang anak gadis lagi. Ibu Ian dulu bercerita bahwa dirinya sempat mengandung adik Ian yang terakhir kali diketahuinya berjenis kelamin perempuan. Namun sayang, di usia kandungan lima bulan, Allah lebih sayang dengan calon bayinya. Ibunya Ian mengalami keguguran karena kesibukannya bekerja. Ibunya Ian bekerja sebagai supervisor di sebuah brand cosmetic.
Pertama kali bertemu dengan Netra adalah tahun pertama Ian mengenyam bangku perkuliahan. Jadi jarak umurnya dengan Satrio adalah lima tahun dan otomatis Ian tujuh tahun lebih tua dari Netra. Lumayan jauh jarak umur keduanya. Tapi ternyata tujuh tahun itu hanyalah sebuah angka yang tidak ada artinya bagi Netra dan Ian. Bagaimana tidak? Ian merasa dia cocok dengan Netra. Ian bisa menceritakan semua kegundahannya pada Netra. Ian bisa begitu terbuka dengan Netra. Ada sesuatu dalam diri Netra yang membuat Ian begitu nyaman berada di sampingnya. Gadis itu seperti tidak sadar bahwa dirinya adalah seorang pendengar yang sabar dan baik. Ian bukan seseorang yang pintar bercerita sementara Netra tidak akan menginterupsi Ian jika pria itu sedang kebingungan dalam mengekspresikan perasaannya. Netra hanya diam, menunggu, dan mendengarkan.
Dengan senyum yang selalu terulas di bibirnya.
Senyum yang sudah menyihir mata Ian untuk berhenti berkedip.
Ian juga-lah yang pertama kali mengenalkan Netra pada kafe yang menjadi kafe favorit mereka berdua. Setidaknya seminggu atau dua minggu sekali mereka datang ke kafe tersebut. Tanpa ikatan apa pun. Hubungan keduanya mengalir seperti air. Ian menyanggap Netra sebagai adiknya sendiri. Kakak adik ketemu gede, istilahnya. Apalagi jarak umur mereka yang lumayan jauh. Walaupun Netra masih SMP, tingginya sudah melebihi teman-teman sepantarannya saat itu. Walaupun begitu, Ian juga tidak pernah malu untuk jalan berdua dengan Netra saat Netra masih menggunakan seragam sekolahnya. Jika ada yang bertanya tentang siapa Netra, Ian menjawab kalau Netra adalah adiknya. Begitu juga dengan Netra. Teman-teman sekolahnya heboh ketika Netra dijemput oleh seseorang lelaki yang bukan Satrio.
"Yang jemput kemarin siapa, Net?" tanya salah satu temannya.
"Kakak," jawab Netra singkat. Dia berharap sih, temannya tidak bertanya lebih jauh lagi. Namun harapannya kandas, karena jawabannya malah membuat temannya makin penasaran.
"Kakak ketemu gede? Kakak kamu kan Satrio, Net. Dan kemarin aku yakin itu bukan Satrio."
Netra hanya menjawab dengan cengiran di bibirnya.
Teman-temannya makin semangat bertanya, "Nemu di mana? Aku juga pengen yang kayak begitu."
Netra tergelak mendapatkan pertanyaan itu. Nemu, katanya? Lah, siapa yang buang?
"Nemu di kolam deket sekolahan sana, tuh. Kalau kalian pengen coba cari aja di sela-sela bebatuan."
"Serius dikit bisa kali, Net. Yang ada malah aku dapet kecebong, Net."
Mereka berdua menghabiskan waktu berdua, saling mengenal satu sama lain, saling membutuhkan dan diam-diam saling menyayangi. Namun masih betah dalam zona kakak adik. Itu berlangsung selama dua tahun lamanya. Hingga saat Ian menyadari ada sesuatu yang berubah di matanya ketika dia memperhatikan Netra keluar dari gerbang sekolahnya. Ada sesuatu yang berbeda pada jantungnya ketika melihat Netra keluar dari gerbang sekolah berdampingan dengan seorang lelaki. Mereka menggunakan seragam sekolah yang sama. Mungkin lelaki itu teman sekelasnya, atau kakak kelasnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Netra
Teen Fiction"Denger kata-kata gue ini ya, sebagai temen, demi meredam kegilaan kalian, gue janji gue bakal cari kelemahan Aldi!" ucap Netra mantap. ---- "Bagi duit, Bang." "Eh, duit buat apaan?" Satrio memekik. "Buat beli kacamata sama topi. Cepek aja, deh." "B...