Seperti biasanya, Farrel akan membawakan Gita bekal yang dibuatnya sebelum berangkat ke sekolah.
"Ta, sini, makan dulu!" Farrel melambaikan tangannya menyuruh Gita ke bangkunya. "Udah, nyatetnya nanti lagi aja. Ntar maag lo kambuh gue yang sedih."
"Nanggung, Rel. Lima baris lagi kelar kok. Lo makan aja duluan," sahut Gita tanpa memalingkan wajahnya dari papan tulis dan lembaran di hadapannya.
Farrel menggelengkan kepalanya, lalu berjalan ke arah Gita. Kedua tangannya merengkuh bahu Gita dan menarik cewek itu sampai berdiri. Lalu memutar tubuh Gita sampai menghadapnya. "Lo kenapa keras kepala banget, sih?"
"Rel, plis, gue belom selesai nyalinnya."
"Makan dulu, Ta. Lo nggak sarapan 'kan tadi?"
"Sarapan kok gue."
"Sarapan apa? Mi instant? Kan dari dulu udah gue bilangin, pagi itu kudu makan yang bergizi, jangan mi mulu."
"Lo enak, Rel bilang gitu. Apa-apa di rumah lo ada. Nasi, sayur, lauk. Lengkap. Lo coba jadi gue? Bisa nggak lo jamin tiap hari gue makan bergizi. Bisa makan aja gue udah syukur."
"Ta..."
"Tolong jangan samain hidup gue sama lo, kita beda kasta, Rel."
"Ta..."
"Gue bisa sekolah di sini karena beasiswa. Bukan karena gue orang kaya yang bisa bayar spp tiap bulan lima ratus ribu."
"Ta, dengerin gue dulu."
"Kenapa lo mau sahabatan sama gue sih? Temen-temen yang sederajat sama lo disini banyak."
"Bukan masalah itu, Ta. Gue nggak pernah mempermasalahkan temen."
"Terus apa?"
"Kalau emang gue mempermasalahkan temen, kasta, uang, kekayaan, mana bisa gue suka sama lo?"
"Lo ngaco, ke uks sana."
[15.08.17]
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekali Lagi [COMPLETE]
Short StoryGita memang terlahir dengan tingkat kepekaan yang kurang. Kepekaan disini, merujuk pada, kode-kode. Bukan. Bukan kode seperti sandi rumput. Tapi kode hati, aduh. Gita selalu menganggap kode-kode itu hanya sebagai bercandaan, kepura-puraan, dan... g...