Faisal bingung harus apa ketika Gita langsung menghambur ke pelukannya, padahal, ia baru saja datang. Padahal, suasana di sekolah Gita masih amat ramai.
"G—git, sans."
Gita mempererat pelukannya. "Nggak bisa, Faisal." Gadis itu masih sesenggukan.
Wajah Gita terbenam pada baju basket Faisal. Malah, Faisal sendiri yang jijik melihat Gita sama sekali kayak nggak ada masalah pas nempelin muka dia di bajunya. "Git, baju gue bau keringat. Nggak pengin muntah, lo?"
"Otewe pingsan, Sal."
"Eeh serius, Git? Jangan di sini dong, ah. Lo berat, gue nggak kenal siapa-siapa di sini."
Gita memukul dada Faisal. "Jahat, lo."
Faisal tertawa. Gita sendiri otomatis mendongak menghadap Faisal. "Ganteng juga lo kalo ketawa."
"Baru sadar?"
"Nggak juga. Tapi tetep gan—"
"Gantengan Farrel? Iya gue tau. Makanya lo sebegitu sukanya sama dia. Sekarang, lo juga lagi mau cerita tentang something yang ada sangkut-pautnya sama dia kan?"
"Iya, jangan marah."
"Gue nggak marah. Sans."
"Boleh, gue cerita sekarang?" Tanya Gita.
Faisal melirik sekitarnya. Baru sadar kalau dirinya dan Gita menjadi pusat perhatian. "Kudu banget di pos satpam begini?"
"Terus mau dimana, Sal? Ruang kepsek? Apa di BK sekalian?"
"Pinter banget jadi orang. Depan sekolah lo ini ada kafe, Git. Manfaatin lah." Faisal menunjuk bangunan dengan nuansa kayu berwarna cokelat di seberang.
"Astaghfirullah, nggak boleh panjat sosial gitu, Sal. Mentang-mentang kafenya hits."
"Astaghfirullah, mantan gue," gumam Faisal.
[6.10.17]
kok pengen nge-ship GitaFaisal ya. Gadeng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekali Lagi [COMPLETE]
Short StoryGita memang terlahir dengan tingkat kepekaan yang kurang. Kepekaan disini, merujuk pada, kode-kode. Bukan. Bukan kode seperti sandi rumput. Tapi kode hati, aduh. Gita selalu menganggap kode-kode itu hanya sebagai bercandaan, kepura-puraan, dan... g...