Gita hanya memandang bakso di hadapannya tanpa menyentuh sedikitpun. Mendadak, mood untuk makannya sekejap saja langsung hilang.
Gita menoleh ketika pundaknya ditepuk seseorang. Ia mendapati Putra sedang berdiri di belakangnya.
"Kenapa galau gitu muka lo?" Putra bertanya sambil menarik bangku di hadapan Gita.
"Nggak papa."
"Heh, kalau ditanya kenapa itu jawabannya karena. Bukan nggak papa. Katanya pinter bahasa."
"Ih, kok sewot sih lo."
"Ah gue tau, mikirin Farrel kan lo?"
"Nggak juga."
"Oh iya tadi—"
"Gue liat Farrel pelukan sama cewek di koridor kelas X, itu siapa?" Suara Gita bergetar kala mengucapkan kalimat itu. Seakan ia sedang berusaha mati-matian menahan tangis.
Mata Putra membelalak kaget. "Farrel? Pelukan?"
Gita mengangguk.
"Nggak mungkin, lah, Git."
"Terus, lo mau ngomong kalau yang gue liat cuma ilusi? Fatamorgana? Mata gue masih sehat, Tra."
"Ya kalau emang bener, berarti Farrel mau move on dari lo," ujar Putra. "Salah lo yang nggak pernah peka kalau dia ngode lo," lanjut Putra dengan suara pelan.
"Lah? Hubungannya Farrel pelukan sama cewek dengan gue apaan?"
.
.
.Lo punya kelainan apa, sih, Git? Gue udah bilang secara gamblang begini lo masih nggak paham.
[12.09.17]

KAMU SEDANG MEMBACA
Sekali Lagi [COMPLETE]
Kort verhaalGita memang terlahir dengan tingkat kepekaan yang kurang. Kepekaan disini, merujuk pada, kode-kode. Bukan. Bukan kode seperti sandi rumput. Tapi kode hati, aduh. Gita selalu menganggap kode-kode itu hanya sebagai bercandaan, kepura-puraan, dan... g...