16.Sakit

3.5K 381 37
                                    

Hari pertengahan dalam sepekan telah menyapa menghampiri kita,  rabu penuh kekhawatiran. Dengan kerutan dahi dan mimik muka yang tak karuan.

Feni sakit.

Aku terus memandangnya yang untuk kesekian kalinya menarik nafasnya gusar, terlihat wajahnya yang begitu mengkhawatirkan Feni, tangannya terus mengompres kening Feni yang sejak selasa kemaren memang sudah demam. Mungkin Feni terlalu kecapean.

"Ve, titip Feni dulu ya, aku mau telpon Yona."

Aku mengangguk mengerti berjalan mendekati Feni yang sekarang hanya tertidur lemas. Memang sedari tadi Feni terus bergumam kata mamah, ya mamah yang dia maksud adalah Yona.

Kinal sudah menghubungi Yona dari semalam, hanya Yona memang tidak bisa datang.

"Dateng jam berapa mah? Aku bingung nih, Feni gak mau makan maunya sama kamu"

".. "

"Yaudah cepet, kamu hati-hati"


Aku meredam, menghancurkan rasa cemburu dalam dadaku, ini bukan saatnya untuk bersikap tidak dewasa mementingkan keegoisan diri sendiri.

Ntah kenapa aku tidak menyukainya saat Kinal memanggil Yona dengan sebutan mamah, dia berkata begitu lembut walau hanya lewat telpon.

Aku memang cemburu.


Tapi aku bisa apa, ini demi Feni.




Pernahkah kalian tau, apa rasaku?? tiap saat menahan cemburu,  mencoba melawan dengan senyum.

Tiap kali aku mencoba tegar, jantung ini serasa berdebar, ntah kemarahan yg menyebar atau rasa tak rela yg terpancar. Ingin, ku ungkapkan, tapi tak mungkin kulakukan, ketakutan menahan hingga aku hanya diam bertahan.

"Gimana?" Tanyaku kepada Kinal saat dia sudah duduk di kasur yang sedang Feni tiduri.

"Lagi di jalan Ve" Matanya menatap Feni dengan penuh rasa kekhawatiran, tanganya ia ulurkan mengusap kepala sosok yang sudah ia anggap adiknya itu.

"Kenapa sakit sih Fen, gw takut"

Aku menggenggam tangannya memberi dia ketenangan, tersenyum seakan berkata kalau Feni akan baik-baik saja.

"Dia sakit, sepi ya Ve"

"Iya"

Aku ikut menatap Feni dengan iba, anak ini memang selalu terlihat ceria membuat siapa saja yang berada didekatnya akan ikut bahagia, termasuk aku.


"Feni... "

"Mamah"


Seketika aku menggeser badanku saat Yona langsung memeluk Feni, nafasnya begitu terengah, aku yakin dia pun mengkhawatirkan Feni.

"Sejak kapan?" Tanya Yona matanya menatap tajam kearah Kinal. Tatapan menuntut penjelasaan seakan tak trima anaknya dibuat sakit.

"Kemaren"

"Kenapa gak dibawa ke dokter??"

"Feni gak mau Yon"

"Aku gak mau ke dokter Mah, aku gapapa, lagian tadi udah dikasih obat sama Umi"

Ntah sejak kapan Feni membuka matanya, kini dia memeluk Yona, dengan Yona yang terus mengusap kepalanya lembut.

"Kamu sekarang gak usah ikut ke luar kota ya."

"Ikut, aku gak apa-apa Mah, aku gak mau sendiri disini, mau ikut umi sama Mamah"


Aku disini bagaikan pemeran pendukung yang menyaksikan keharmonisan keluarga kecil mereka, padahal disini akulah pemeran utamanya tapi kenapa aku seperti tak dianggap ada disini, ah kenapa harus seperti ini, aku sakit melihatnya.

Aku berdiri, melangkah mundur secara perlahan meninggalkan mereka bertiga, hari ini Kinal memang dan team J lainnya akan keluar kota.

Rabu menyedihkan.
Rabu yang akan dipenuhi rasa curiga ku terhadapnya, kembali jauh dari nya, kembali berperang dengan perasaan yang terus merasakan sakit.

Kini aku sudah berada di kamar ku, meneguk segelas air putih untuk menyejukan tenggorokan ku, berharap air itu menyesap masuk hingga hati juga.

Menatap nanar sinar orange yang memenuhi isi kulkas ku, pikiranku membeku, tak bisa berfikir lagi. Ini terlalu membuat otak ku buntu tak bisa mencerna apa yang sebenarnya terjadi.


Hari ini kinalku dipinjam Yona lagi.


Ku tenggak lagi air dalam gelas yang kini sudah aku habiskan, menutup kulkas ku lagi, menghembuskan nafas dengan kasar, ntahlah apa yang akan terjadi hari ini.



"Kinal"

Saat aku membalikan badanku ternyata dia sudah berdiri tersenyum namun dengan wajah yang masih memancarkan kekhawatiran.


Dia memelukku begitu erat, aku tidak tau dia kenapa, suaranya begitu bergetar, terasa berat dan menyakitkan.

"Aku cuman minta kamu percaya sama aku"

"Jangan buat aku khawatir, cukup Feni yang buat aku khawatir kamu jangan"

"Cukup Feni yang sakit, hati kamu jangan, aku gak mau, nanti aku sakit juga"

Aku tidak bisa menjawab semua ucapannya itu, aku mengerti kini dia sedang menyakinkan ku lagi, aku hanya bisa membalas pelukan itu tak kalah erat. Maafkan aku yang selalu menaruh curiga atasmu.

"Inget Ve, Kinal ini cuman punya Ve bukan Yona".






















Good night:')
#TeamVeNalID

VERANDA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang