38.Humaniora

2.3K 371 61
                                    

Aku mengerjapkan mataku, saat sinar matahari seakan menyengat, disana aku melihat dia yang menyingkabkan gorden kamar, dia masih mengenakan piyama tidur nya.

Dia berjalan mendekat kearahku, aku sudah bangun menyandarkan tubuhku pada ranjang kasur, "Selamat pagi Veranda." Ucapnya, dia duduk disampingku, aku tersenyum akan sapaanya, dia memberi kecupan pagi, dari kening hingga bibirku. Aku hanya diam memejamkan mata,hatiku menghangat menerima setiap sentuhan nya.

"Ayo bangun anter Kinal sidang." Lanjutnya, kali ini dia sedikit mengacak rambutku, senyum nya mengembang menampilkan gingsul yang selalu membuat dia terlihat manis, kemudian dia berlalu hilang dibalik pintu kamar mandi.

Hari ini mungkin akan menjadi hari paling mendebarkan dalam hidupnya, ya, hari ini Kinal akan melakukan sidang. Tentu aku akan menemaninya. Aku sudah berjanji saat dia datang di wisudaku satu tahun lalu, aku juga akan melakukan hal yang sama.

Akhirnya, perjuanganya tidak sia-sia, aku ikut lega untuk ini semua, karna aku tau bagaimana dia berusaha belajar untuk ini semua.

Aku bangga.


20 menit berlalu dia baru saja keluar dari kamar mandi, aroma sabun yang khas membuat pernafasanku seakan menyimpan aroma ini, untuk mengingatnya suatu saat nanti.


Aku menarik tanganya, gemas sekali melihat dia yang mengeringkan rambut asal-asalan, dia mengikutiku, dan sekarang dia duduk menghadap cermin pada meja rias di kamarku. Aku mengeringkan rambutnya, menggosokan handuk pada rambut nya yang kian memanjang.

Dia menatapku lewat pantulan cermin, awal nya aku tidak sadar kalau dia sedang menatpku, tapi saat aku sudah menyelesaikan tugas mengeringkan rambutnya, dia diam membuat aku menatap cermin didepanku.

Aku mengangkat sebelah alisku masih menatapnya lewat cermin "Kenapa?"

"Aku bingung deh Ve." Katanya yang semakin menatapku.

"Bingung kenapa?"

"Ada ya, orang belum mandi aja cantik."

"Siapa?"

Aku hanya pura-pura tidak tahu saja. Padahal dalam hati aku sudah berharap kalau yang dia maksud adalah aku.

"Kamu lah, gak mungkin aku muji tukang nasi uduk dibawah, lagian aku gak tau kalau dia udah mandi apa belum."

Aku sedikit tertawa, menaruh handuk nya. "Aku cantik dari sana-nya." Kataku bangga.

Dia mencabik bibirnya. "Iya deh yang cantik."

"Tapi masih cantikan aku." Lanjutnya lagi tersenyum menyebalkan.

Aku sedikit membungkukan badanku, mengalungkan tanganku pada lehernya.
"Kamu ganteng bukan cantik." Kataku berbicara tepat ditelinganya.

Dia menoleh, menghadapku sedikit menghembuskan nafasnya kasar. "Ganteng dari mana hm?"

"Hm dari mana ya? Dari sini mungkin." Aku menyentuh sudut matanya, mata yang selalu menatapku penuh kasih, mata yang selalu membuat aku jatuh semakin dalam masuk kedalam hatinya.

Dia diam, matanya bergerak mengikuti tanganku yang terus bergerak menelusuri wajah nya.

"Apalagi kalau udah pake kemeja putih begini."

Dia memang sudah rapih, memakai kemeja putih untuk sidang hari ini.

"Tinggal jaba tangan papah kamu?"

Jarak yang semakin mengikis membuat nafas segarnya begitu terasa menerpa wajahku.

Aku tersenyum, "Maunya kamu."

VERANDA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang