Chapter 24 : Topeng - 1

1.4K 182 10
                                    

Separate

Chapter 24 : Topeng bag. 1

Disclamier : Masashi Kishimoto--untuk karakternya. Dan untuk ceritanya original dari Dian sendiri

Rated : T to M (Bisa berubah sewaktu-waktu)

Genre : Crime, Mistery, Action, Romance & Komedi (maybe?), etc.

Pairing : SasuFemNaru

Warn! Gender Switch! Typo(s)! OC! OOC! EYD/EBI tidak rapih! Millitary! Soldier!

.

Kurama melangkahkan kakinya ke dalam gedung perkantoran salah satu cabang perusahaan keluarga milik Uzumaki. Orang-orang yang melihatnya sontak menunduk dalam, memberi hormat mengingat kedudukan sosok itu di dalam perkantoran ini sangatlah tinggi.

Bagaimana tidak? Namikaze Kurama merupakan anak dari pemilik perusahaan ini. Jadi tolong jelaskan mengapa mereka 'tidak harus' bersikap sopan terhadapnya?

Kurama hanya mengangguk singkat, membalas hormat mereka tanpa menghentikan laju langkahnya. Jujur saja, Kurama tidak menyukai segala keformalitasan yang mereka perlihatkan padanya, namun lagi-lagi karena keformalitasan lingkungan kerjanya membuat Kurama harus membiasakan diri dengan itu semua.

Setelah sampai di lantai kesekian, anak sulung Namikaze Minato dan Uzumaki Kushina menuju meja resepsionis lalu melanjutkan perjalanannya setelah sebelumnya mengusir resepsionis yang hendak mengantarnya.

Akhirnya langkah Kurama terhenti di depan sebuah ruangan. Mengetuknya pelan dan memutar kenop pintu lalu masuk setelah mendengar jawaban dari dalam ruangan.

"Ada apa Paman memanggilku?" Kurama bertanya menanggalkan segala jenis keformalitasan yang ada. Dengan tenang pria itu berjalan mendekati sosok yang kini duduk dengan nyaman di atas kursi kebesarannya.

"Ah, kau sudah datang?" sosok itu membuka suara, tanpa menoleh ke arah Kurama ia menunjuk sebuah sofa kecil yang berada tak jauh darinya. "Duduklah dulu disana, Paman akan membereskan yang satu ini terlebih dahulu," katanya seraya menunjukkan dokumen-dokumen yang memenuhi meja kerjanya.

Kurama pun duduk di atas sofa yang pamannya itu maksud. Menimpakan salah satu kaki di atas kakinya yang lain, dan mulai memperhatikan sekelilingnya yang didominasi oleh warna putih.

Ruangan itu tidaklah kecil juga tidak dapat dikatakan besar. Dengan sedikit furniture penghias ruangan beserta satu set sofa untuk berbincang ditambah dengan jendela-jendela berkaca bening yang menyajikan keindahan dunia luar saat melihatnya, membuat ruangan ini terasa begitu nyaman.

"Maaf membuatmu lama menunggu."

Mendengar perkataan itu, Kurama langsung menolehkan kepalanya ke sumber suara. Terlihat seorang pria berambut merah dengan mata abu-abunya yang menjadi ciri khas seorang Uzumaki Nagato, sepupu jauh dari Uzumaki Kushina yang notabennya Ibu dari Kurama. Maka dari itu Kurama memanggil Nagato dengan sebutan paman.

"Tidak apa-apa, Paman," balas Kurama enteng. Salah satu kakinya diturunkan seraya berbicara, "Tumben Paman memanggilku, memangnya ada apa?" Kurama berbasa-basi sejenak walaupun pada akhirnya to the point juga.

"Tidak ada apa pun, Kurama." Nagato membalas dengan tenang. Lalu kembali melanjutkan, "Kau jarang sekali mengunjungi Pamanmu ini," keluhnya singkat.

"Sesekali datanglah bersama adikmu, kau mengerti?"

"Bilang saja Paman kesepian dan butuh teman. Atau aku harus mencarikan teman satu malam untukmu?" goda Kurama sembari menampilkan senyum jahilnya.

Nagato mengangkat sebelah tangannya lalu diarahkan ke Kurama, "Setelah keluar dari rumah sakit ternyata kau menjadi sangat menyebalkan sekali ya. Ingin ku pukul rupanya?" ancam Nagato sontak membuat Kurama semakin melebarkan senyumnya.

Kini hilang sudah segala sikap dewasa Kurama jika sudah berhadapan dengan keluarganya. Hanya ada Kurama yang jahil, sombong dan menyebalkan, dan Kurama akan memakai topeng datarnya jika sudah berhadapan dengan dunia luar.

Nagato menghela napas panjang, diturunkannya sebelah tangannya yang sebelumnya terangkat dan membenturkan punggungnya pada sofa nyaman yang tengah didudukinya.

"Lagi pula aku masih mencintai mendiang istriku dan menyayangi anakku. Jadi bagaimana bisa aku berpaling ke wanita lain sementara di dalam hatiku sudah tersimpan dua wanita bagaikan permata yang sangat berharga?"

Mendengar penuturan Nagato, Kurama mendadak menyesali perkataannya barusan. Dasar mulut bodoh, rutuk Kurama dalam hati.

"Maafkan aku, Paman," sesal Kurama. Nagato terkekeh pelan lalu menjawab, "Tidak apa-apa, Kurama. Tak masalah jika kembali diingatkan kepada orang yang sudah mati. Bukankah begitu?"

Jeda sejenak.

"Sudahlah, lupakan. Omong-omong bagaimana keadaan keluargamu, Ku? Paman sudah lama tidak berkunjung ke tempat kalian karena belum ada waktu luang," kata Nagato merobek keheningan kala itu.

"Ayah masih sibuk menjalankan tugasnya di kemiliteran, dan Naruto--"

Kurama mendadak terdiam saat menyinggung nama Naruto. Jujur saja ia belum pernah melihat adik terkecilnya itu semenjak ia berangkat bertugas hampir satu tahun yang lalu.

Seharusnya aku menentang keputusannya saja waktu itu, sesal Kurama saat mengingat kembali kejadian sepuluh tahun yang lalu disaat Naruto memutuskan untuk menjadi tentara sepertinya ayahnya.

Sejujurnya Kurama tidak setuju, namun bagaimana lagi? Ia hanya bisa mendukung setiap keputusan adiknya dan menjadi sandaran ketika adiknya lelah, atau pun berlari ke arahnya ketika butuh perlindungan.

Kurama tertawa dalam hati. Ia menertawakan dirinya sendiri. Kakak apa? Perlindungan bagaimana? Sandaran dari apa? Nyatanya Naruto sama sekali tidak pernah bersandar atau pun berlari ke arah nya.

Gadis kecil yang kini sudah beranjak dewasa itu selalu bisa mengatasi segala sesuatunya seorang diri. Bukannya Kurama tidak senang atau apalah itu, namun tugasnya sebagai seorang kakak yang melindungi adiknya tidak berjalan dengan baik.

Dulu ia kehilangan Deidara--adik laki-lakinya karena diculik sekelompok krang yang bahkan sampai saat ini belum ia ketahui keberadaannya. Jangankan keberadaan, apakah adik laki-lakinya masih hidup atau sudah mati pun Kurama tidak tahu.

Semenjak saat itu Kurama bertekad untuk melindungi adik terkecilnya, Naruto. Ia selalu belajar berbagai macam seni bela diri agar bisa melindungi adik perempuanya dari segala macam jenis marabahaya yang bisa kapan saja mendatangi keluarganya.

Namun nyatanya sang adik yang dilindunginya bisa melindungi dirinya sendiri bahkan menjadi lebih baik daripada dia. Sebagai seorang kakak, Kurama merasa tidak berguna.

Kurama menunduk dalam, tidak berani mengangkat kepalanya dan menatap manik abu-abu milik pamannya itu. "Naruto belum kembali dari misinya hampir setahun yang lalu. Dan sekarang aku tidak tahu dimana keberadaannya."

"Begitu?" Nagato berkata datar. "Sayang sekali," bisiknya pelan, "padahal aku begitu merindukannya," lanjutnya hampir tidak terdengar.

.

TBC

Sampai jumpa di chapter-chapter selanjutnya!

Diandra Nashira
Sabtu, 25 November 2017

Separate (END)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang