Perempuan Itu

1.5K 42 0
                                    


Milkshakes and cat eyes

Lipstick and french fries

Internalize so much, but so little

Don't make us feel belittled, world

Teenage girl

Doo doo doo doo doo

Teenage girl

Doo doo doo doo

Teenage girl

Doo doo doo doo

Ah ah ah ah ah

            Cherry Glazerr menemani makan siangku hari ini dengan salah satu lagunya yang berjudul Teenage Girl. Damita lupa membawa bekal, jadi dia memilih pergi ke kantin bersama teman-temannya. Sementara, aku di dalam kelas menyantap nasi goreng buatanku tadi pagi yang sekarang sudah dingin. Earphone menancap di kedua telinga, sebuah buku kumpulan puisi usang di tangan kiriku. Baru kubeli buku terbitan era 80-an itu di toko buku bekas Arjuna yang letaknya di ujung Jalan Belimbing Raya.

            Seraya menyuapkan sesendok nasi ke dalam mulut, kulihat di koridor ada Karinta dan teman-temannya sedang asyik mengobrol. Sebagian di antara mereka sambil menjilati es krim batangan rasa buah dan sebagian lagi mengemut lolipop Chupa Chups. Gaya mereka sama semua jika diperhatikan hanya sekilas pandang; rambut panjang lurus yang ujungnya dibuat curly, lip tint merah yang warnanya tidak merata di bibir sehingga kelihatannya lebih mirip orang kena panas dalam, baju yang sengaja dikecilkan sehingga pas badan, rok rampel panjang yang sengaja dibuat pas dari bagian pinggang ke bawah, dan sepatu flat shoes hitam yang dipakai sejuta umat. Aku hanya tak habis pikir butuh waktu berapa lama untuk mereka bersiap-siap sebelum berangkat sekolah dan akan menjadi seberapa rumitnya. Pasti tidak akan sempat bersih-bersih kamar, apalagi memasak sarapan dan bekal.

Lama-lama, ada begitu banyak pertanyaan yang muncul dalam benakku, seperti, apakah mereka menyimpan musik-musik yang lebih gelap seperti The Smiths atau The Cure di dalam playlist Spotify mereka? Apakah mereka membaca tulisan Budi Darma atau sajak-sajak Sapardi? Atau karya-karya Ernest Hemingway? Apakah mereka tahu toko buku bekas Arjuna? Apakah mereka pernah pergi ke toko porselen antik di pusat barang loak di Jalan Merbabu? Dan apakah mereka membaca berita mengenai isu politik minimal setiap akhir pekan? Kelihatannya tidak. Mungkin, untuk mereka kuku dan rambut lebih penting dari segalanya.

            Aku menutup kotak bekal dan membungkus sendokku dengan tisu, kemudian memasukkannya ke dalam laci meja. Sementara, earphone yang menancap di telingaku menyalurkan salah satu lagu Swimming Tapes, What's on Your Mind. Mendengarkan instrumennya yang terdengar dreamy, menurutku selalu mampu membawaku terbang ke alam mimpi, seperti tiba-tiba teringat pada suatu suasana atau membayangkan suatu suasana baru yang hanya ada di ruang imajinasiku. Seperti kembali pada era 70-an, musim panas, matahari bersinar terik menyengat kulit, menikmati padang rumput dengan bunga-bunga daisy liar yang tumbuh tak beraturan. Atau, berjalan bertelanjang kaki di tepi pantai mengenakan summer dress tipis tanpa lengan berwarna biru langit dengan rambut berkibar. Baiklah, maaf, aku memang seorang pengkhayal dan sedikit hopeless romantic.

            Ketika otakku sudah kembali bekerja secara normal dan halusinasi imajinasi tersebut perlahan pudar, baru saja ingin kulanjutkan membaca buku, tiba-tiba pintu kelas terbuka dan saat itu pula jantungku berdebar sedikit lebih kencang dari biasanya. Seseorang masuk, berperawakan tinggi, mengenakan hoodie biru donker, segelas teh panas di tangan kiri, earphone hitam menancap di kedua telinga.

            Ingin tidak ingin, aku agak terpana. Bukan agak, tapi benar-benar secara spontan telah memerhatikannya meskipun hanya sepersekian detik. Entah dengan tatapan gugup, salah tingkah, atau terkagum-kagum, aku tidak sadar. Kuharap dengan ekspresi yang wajar. Yang jelas, jantungku masih berdebar lebih cepat dari kecepatan normalnya. Akhirnya, Atlas menoleh ke arahku, yang duduk di meja barisan kedua dari depan di pojok kiri kelas, dan kami memiliki kontak mata selama kurang lebih empat detik. Kurasakan pipiku menghangat tiba-tiba. Aku ingin menjerit senang bercampur malu. Ya, Tuhan, kenapa aku tetap memandangnya? Itu yang membuatnya sadar sejak tadi diperhatikan.

AtlasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang