Atlas

Yang Nama Serta Orangnya Sama Anehnya

Salah satu lagu Best Coast yang berjudul Boyfriend terus berputar.

I wonder if he knows
That I want him

I wish he was my boyfriend
I wish he was my boyfriend
I'd love him to the very end but instead he's just a friend
I wish he was my boyfriend

Sebut aku 'Si Venus Cengeng' karena begitulah aku. Kenyataan yang begitu kasihan dan bodoh bahwa setelah melihat dengan mata kepala sendiri ada seorang perempuan cantik, yang sama sekali bukan tandinganku, berdiri di samping Atlas. Jelas-jelas ia yang kini sedang mengisi hatinya. Tidak salah, sudah pasti benar. Dan, aku hanya Venus Si Penggemar Rahasia Bodoh yang juga tidak bisa berbuat apapun. Untuk apa aku merasa sedih? Kadang aku merasa bodoh, terlalu menggantungkan harapan bahwa aku memiliki kesempatan untuk mengenalnya, berteman baik dengannya, kemudian merasa klop dengannya, lalu berujung saling menyukai ― khayalan yang terlalu naif. Bahkan ia tidak pernah peduli dengan kehadiranku dan untuk memikirkan serta membayangkan lagi proses tersebut, aku sungguh terlalu dan sangat naif. Harapanku nol dan memang tidak sepantasnya aku berharap, apalagi sejauh itu. 

Aku bukan tandingan yang pantas untuk perempuan macam itu, jelas-jelas kriteria yang dimiliki Atlas sama sekali tidak ada yang cocok dengan diriku. Bahkan, aku dan Ghea tidak memiliki kemiripan dalam hal apapun. Tetapi, Ghea dan perempuan itu sama-sama memiliki rambut lurus yang indah, tubuh mungil, wajah kecil, dan gaya berpakaian yang modis. Kutebak mereka pasti sama-sama anggota tim pemandu sorak atau modern dance. Seharusnya aku menyadari itu dan langsung saja berjalan mundur. Mundur, mundur, mundur, lalu lenyap. Sayangnya, aku terlalu bodoh dan sekarang semuanya terasa begitu memalukan. Salah, aku terlalu salah menyukai seseorang diam-diam, menjadi penggemar rahasia, yang sebenarnya tidak ada kemajuan dan keuntungan apapun. Tidak sedikit pun.

The other girl is not like me
She's prettier and skinnier
She has a college degree
I dropped out when I was seventeen
If only I could get her out of the picture
Then he would know how much I want him

Aku hanya seorang Venus, yang kebanyakan orang pikir nama dan orangnya sama anehnya. Hanya karena aku lebih sering sendirian, berteman hanya dengan Damita, mendengarkan musik sendirian di sela-sela waktu luang di kelas, membaca buku-buku lama, dan seringnya mengabaikan apa pendapat orang lain; banyak yang melihatku sebagai orang aneh. Pernah suatu waktu, Damita menilaiku sebagai orang yang penuh kejutan. Sampai sekarang, aku tidak pernah paham apa maksudnya.

Di samping itu, sangat jarang kutemukan ada orang yang memiliki minat dan ketertarikan yang mirip denganku; musik, buku, film, hampir segala hal. Hampir nol, sampai aku menemukan Atlas di kantin pada minggu kedua di semester dua kelas sepuluh. Saat itu ia sedang tertawa bersama teman-temannya dan aku tidak pernah melihatnya sebelumnya di koridor, di lapangan saat upacara hari senin, saat bubaran sekolah, di taman sekolah, tidak di manapun. Atau barangkali, akulah yang jarang keluar kelas dan tidak pernah ke kantin sebelumnya.

Di hari pertama kali aku melihat Atlas, hawa kantin sangat panas, matahari sedang bersinar terik-teriknya di luar sana. Kuperhatikan sesekali Atlas sedang bercanda dan tawanya lebar, bahagia sekali. Hanya itu yang membuatku tertarik pada kali pertama. Dia tampak sangat menikmati keadaan. Selanjutnya, aku hanya menganggapnya sebagai angin lewat dan melupakannya. Sampai aku menemukannya lagi untuk kedua kalinya saat ada pagelaran musik dalam rangka Hari Guru dan ia ada di atas panggung, sebagai bassist. Ketika semua perempuan memfokuskan padangannya dan seketika terkesima pada si gitaris yang menjadi idola tiga angkatan, Kak Daru, aku malah memerhatikan seseorang berhoodie yang berdiri di belakangnya. Atlas tampak sangat tenang dan menguasai, tidak ingin terlihat terlalu menonjol, dia berdiri di balik badan Kak Daru yang tinggi besar. Aku tersenyum sendiri, aku suka caranya memainkan bassnya.