Kejujuran

70 11 6
                                    

Siangnya, kumasukkan Meet me, Venus (Vol. 1) itu ke slot CD di laptop dan mulai mendengarkan lagunya satu per satu sesuai urutan. Sementara itu, kurebahkan diri di atas kasur, memandangi langit-langit kamar sambil berpikir macam-macam. Memikirkan pertanyaan Damita tadi dan aku masih tidak bisa menjawabnya. Aku tidak tahu jawabannya. Apakah sebenarnya aku menyukai Venus? Kenapa juga tidak pernah terpikirkan olehku? Kenapa juga aku begitu bingung bagaimana menjawabnya? Kenapa juga pertanyaan itu jadi terdengar mengganggu di telingaku? Kenapa juga aku harus memusingkan soal ini? Bahkan, Damita sudah pulang sejak tadi dan dia terlihat tidak begitu peduli soal itu.

Sementara itu, lagu berjudul Do You oleh Spoon berputar.

Do you want to get understood?

Do you want one thing or are you looking for sainthood?

Do you run when it's just getting good?

Or do you, do you, do you, do you, wooh

Anehnya, selama mendengarkan musik-musik dari playlist Meet me, Venus (Vol. 1), otakku jadi memutar ulang semua hal yang berkaitan dengan Venus. Ya, lagu-lagu di playlist itu mengingatkanku padanya. Aku jadi ingat jalan-jalan kami dulu waktu masih sekolah; ke galeri seni, perpustakaan, toko musik, taman, mini gigs, danau, dan tempat-tempat lainnya yang pernah kami kunjungi. Semua obrolan kami; soal masa depan, keluarga, hobi, musik-musik yang kami bagikan, film kesukaan, mitologi Yunani, hingga perbincangan soal kehidupan mana yang lebih misterius; luar angkasa atau samudera. 

Aku jadi teringat lagi wajah Venus, ekspresinya, senyumannya, rahang dan tulang pipinya, rambut bergelombang dengan poni menjuntai di bawah matanya, juga pembawaan dirinya yang tenang. Sikap tenang itu yang membuatnya kelihatan seperti tidak pernah terganggu dengan apapun. Ketenangan itu yang membuat banyak orang bertanya-tanya tentang dirinya; apa yang dia pikirkan dan apa yang akan dilakukannya selanjutnya. Ketenangan itu yang membuat orang lain sering kali gagal menerkanya. Ketenangan itu yang menyiratkan gelombang misteri yang seolah mengelilingi dirinya, yang seolah menjaganya sehingga sulit sekali untuk ditembus masuk ke dalam dirinya.

Pada saat yang sama, keseluruhan dari dirinya itu yang membuatku benar-benar tertarik padanya, bahkan sejak awal aku berinteraksi dengannya. Benar, pada jalan-jalan pertama kami untuk mengambil dokumentasi di galeri seni waktu dulu.

Setelah mengingat-ingat kejadian itu, pertama kalinya jalan-jalan dengan Venus untuk melakukan dokumentasi, aku jadi menyadari sesuatu. Sesuatu yang membuatku benar-benar mematung dan membisu. Untuk kedua kalinya pada hari ini, aku benar-benar merasa bodoh. Orang terbodoh dari yang paling bodoh. Sementara itu, lagu Do You oleh Spoon masih terus berputar. Kebetulan liriknya benar-benar menohok seolah menginjak-injak harga diriku, menertawakan, lalu menusuk tepat di jantungku,

Oh love, that's the way love comes

Do you, don't you know that that's the way love comes?

Do you feel it black and blue?

Or do you, do you, do you, do you

...

Benar, itu awal mula magnet ketertarikan itu berasal. Kunjungan pertama kami untuk dokumentasi tugas kelompok Bahasa Indonesia.

Terlalu lama aku melupakan panggilan hati yang paling dalam, menghindari suara nurani yang paling jujur, yang tidak ditutupi topeng apapun. Setelah mengoreknya kembali, aku menyadari ada lembar demi lembar berisi kebohongan dan tumpukan penyangkalan soal perasaan sendiri. 

AtlasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang