Rahasia Tergila

561 30 0
                                    

"Terima kasih," masih dengan wajah berseri-seri, kuberikan selembar uang sepuluh ribu pada ojek online-ku, yang tak lama kemudian melesat pergi tak terlihat lagi. Tidak peduli senyum tololku diperhatikan bulan sejak tadi, ditertawakan dedaunan, dicemooh ranting-ranting pepohonan, dan yang terparah-mungkin aku dianggap tidak waras oleh abang ojek tadi. Intinya, hari ini aku sangat senang.

Ingin berteriak kencang rasanya, melepaskan semuanya yang semula tertahan di dada sejak sore tadi, sejak menemukan sesosok laki-laki mengenakan baju biru di stasiun, sejak di kereta, sejak dia duduk untuk menawarkan roti dan memulai percakapan, sejak berjalan kaki menuju pameran seni dan kami mengobrol lebih banyak lagi, sejak menonton pertunjukkan musik, sejak mengobrol di sepanjang perjalanan pulang, sejak semuanya yang terjadi hari ini-HARI INI AKU MENGHABISKAN BANYAK WAKTU BERSAMA ATLAS!

Sangat sulit dipercaya, hari ini aku berkali-kali berusaha keras untuk bersikap tenang, menjadi diri sendiri, dan senormal mungkin di hadapannya. Semoga dia tidak menemukan ada tindak-tanduk yang aneh atau cukup mencurigakan dariku. Kalau ya, Venus, kamu adalah penggemar rahasia yang sangat memalukan dan idiot. Aku hampir tidak pernah berbicara dengan Atlas sebelumnya, serius, meskipun kami satu kelas tahun ini. Dan, kurasa baik aku maupun dia sama-sama tidak pernah memiliki kepentingan apapun yang mendorong kami untuk berinteraksi, kecuali tugas kelompok ini.

Kupikir, aku tidak akan mengenal Atlas sampai lulus nanti. Pemikiran pesimisku rupanya salah. Alam semesta selalu berbaik hati menggerakan rencana Tuhan; akhirnya aku mengenal Atlas! Berbincang dengannya tidak semenakutkan dan tidak semenegangkan seperti apa yang selama ini kupikirkan. Seperti dugaanku, Atlas orang yang santai, pendengar yang baik, dan bisa mengimbangi obrolan apapun. Sebetulnya, itu yang membuatnya mudah membaur dengan siapapun.

Wajahku masih terus berseri dan menyeringai seperti orang bodoh sampai aku menyadari lampu rumahku seluruhnya menyala; lampu di samping pagar, lampu teras, lampu garasi, lampu ruang tamu. Tunggu, siapa yang menyalakan lampu? Dan, bagaimana orang itu bisa masuk dan menyalakan lampu sementara pintu rumah terkunci? Aku ingat benar meninggalkan rumah dengan keadaan lampu yang semuanya dimatikan dan pintu terkunci dua kali. Mataku membulat, buru-buru kulihat jam dan tanggal yang tertera di layar ponselku. Pukul setengah sebelas, hari Jumat tanggal dua puluh empat. 

Tunggu, Ayah sedang bertugas ke luar kota dan akan pulang lusa, bukan hari ini. Aku berpikir lagi. Bagaimana kalau itu Ayah yang jadwal pulangnya dipercepat dan bagaimana kalau itu orang lain. Bagaimana kalau itu Ayah dan bagaimana reaksinya saat melihatku pulang lebih malam tanpa meminta izin akan pergi dan pulang cukup larut, lalu bagaimana kalau itu bukan Ayah dan bagaimana caranya orang asing itu bisa masuk rumahku yang terkunci? Jantungku berdebar, tidak ada yang lebih baik di antara dua kemungkinan itu.

Aku melepas sepatu dan meletakkannya di atas rak sepatu di lantai teras, kemudian perlahan membuka pintu. Tidak terkunci. Lampu gantung di ruang tamu menyala dan saat memasuki ruang tengah, TV-nya juga menyala. Aku mengerutkan dahi, film detektif. Ayah tidak suka film detektif.

Tiba-tiba, seseorang keluar dari dapur dan berseru, "Wow, sepertinya ini pertama kalinya seorang Venus bersosialisasi di luar rumah sampai semalam ini!"

Ya Tuhan, itu Mas Kekar. Dia tertawa melihatku melonjak kaget, kemudian bersender pada dinding sambil meneguk kopi yang baru dibuatnya. "Dari mana?"

"Kerja kelompok." kataku, yang masih mengatur napas karena dikejutkan tadi. Aku melewatinya dan membuka pintu kulkas untuk menyeleksi minuman atau makanan apa yang bisa kusantap. Perutku lapar lagi.

"Mana ada anak SMA kerja kelompok sampai malam?" alisnya terangkat sebelah. "Kecuali nongkrong, baru mungkin."

"Ada, ini buktinya." jawabku sambil memarut keju dingin dan menaburkannya di atas roti tawar yang baru saja kulapisi mentega. Aku menyahut lagi, "Tugas pelajaran Bahasa Indonesia. Untuk menambah nilai akhir. Presentasenya paling besar."

AtlasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang