Bab 7

4.7K 277 29
                                    

"Tak ada hasil yang menghkianati usaha."

🌸🌸🌸

Aqila Pov

Hari yang ditunggu-tunggu oleh para Mahasiswa. Hari yang seharusnya menjadi hari bahagiaku. Dimana aku telah melewati akhir dari masa kuliahku. Tapi disitulah hari dimana terungkap dan berakhirnya sebuah harapan tanpa kepastian.

"Aqilaaa....!!" teriak Sasha lalu memelukku. Kubalas pelukan sahabat terbaikku ini.

"Selamat ya Qil, nggak nyesel aku punya temen kaya kamu. Memang pantas kamu menjadi lulusan terbaik tahun ini."

"Sha, kamu berlebihan tau nggak... Aku tuh cuma berusaha semampuku. Nggak usah berlebihan lah kamu mujinya."

"Ah, kamu mah... Inget Qil, apa yang kamu raih itu sesuai dengan apa yang kamu usahakan. Kamu kan yang bilang sendiri waktu itu."

Aku tersenyum menanggapinya. Senyumku bertambah lebar saat sepasang mataku melihat sosok yang kurindukan berjalan kearahku. Dialah orang yang sering memberi motivasi padaku dulu. Membakar semangatku disaat aku terpuruk akan masa laluku dulu.

"Assalamu'alaikum sholihah."

"Wa'alaikum salam, mbak. Mbak datang kesini. Bukannya mbak ada di Bandung ya...?" tanyaku heran.

"Sepupu mbak mau meminang anak gadis orang, jadi mbak kesini. Eh, taunya hari ini kamu wisuda, yah jadi sekalian lah datang. Itung-itung nostalgia." aku terkekeh mendengar jawabannya.

"Hehehe... Mbak Dzikra bisa aja. Oh iya, mbak kesini sama siapa...? Si Alif nggak ikut...?"

"Sama suami tadi. Si Alif sama Abinya. Lagi rewel." aku hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Mbak Dzikra...? Ini beneran mbak Dzikra kan...? Yang pernah ngisi di kajian islam dulu...?" kata Sasha sambil mengedipkan matanya tak percaya dengan ekspresi terkejut yang menggemaskan.

"Iya, kamu pasti Sasha kan...?" jawab mbak Dzikra.

"Mbak kenal aku...?" tanya Sasha bingung.

"Hehehe... Siapa sih yang nggak kenal sama temennya Aqila. Aku aja sampek hafal sama orang-orangnya. Orang Aqilanya aja kalo ketemu mbak selalu cerita temen aku yang ginilah, yang gitulah."

"Iisshhh... Mbak Dzikra kog buka kartu sih...?" kataku merajuk.

"AQILA...!! Ngomong apa aja kamu tentang aku...!! Kamu tega ya ngomongin aku dibelakang...!! Emang aku pernah buat salah apa sih sama kamu, kog kamu sampek segitunya. Kalo kamu kaya gitu mah hayati jadi sedih kan...!!" ocehnya panjang lebar.

"Ishh... Nggak usah lebay kali Sha. Aku nggak pernah ngomong yang enggak-enggak tentang kamu kog."

"Awas aja kalo sampek berani...!! Aku pecat kamu jadi sahabat baikku."

Aku memutar bola mta malas mendengar ocehannya. Kulihat mbak Dzikra yang tengah terkikik geli melihat peristiwa absurd ini.

Saat aku akan mengeluarkan kata-kata untuk membalas Sasha, terdengar suara anak kecil yang berteriak kearah kami.

"Umiii....!!!" panggilnya sambil berjalan bersama pria dewasa yang aku yakini adalah ayahnya.

"Eh, Alif. Udah tadi beli es krimnya sama Abi." kata mbak Dzikra sambil menggendongnya.

"Udah Umi... Kakak tadi habis tiga." kata pria itu.

"Beneran mas...? Banyak banget. Nanti kalo kakak sakit gimana...?"

"Hehehe... Nggak kog sayang aku cuma bercanda. Mana mungkin aku tega biarin anak kita sakit gara-gara kebanyakan makan es krim." kata pria itu.

Tunggu, sepertinya aku tidak asing dengan pria ini. Kucoba untuk melihat wajahnya sekilas, yang berhasil membuatku terperangah kaget. Bukankah dia kak... Dia suami dari mbak Dzikra...? Kenangan masa lalu berputar kembali tanpa seizinku. Haruskah aku pergi dari sini sekarang. Sungguh aku benar-benar nggak bisa melihat kenyataan yang menyakitkan ini.

Aku terkejut saat sebuah tepukan mendarat di pundakku.

"Qil, kamu gapapa...?"

"Eh, hmm... Gapapa kog mbak." namun tidak dengan hatiku. Terusku dalam hati dengan senyum terpaksa.

"Eh, iya. Qil, kenalin ini mas Faris suami mbak. Mas, ini Aqila, gadis yang aku ceritakan kemarin." ujar mbak Dzikra memperkenalkan kami.

"Aqila." kataku menangkupkan tanganku sambil memaksakan senyumku.

"Eh? Faris." katanya tergagap. Aku bisa melihat raut terkejut dan penyesalan di matanya.

"Eh iya, mbak aku pamit duluan ya. Takut nanti dicari sama abang." aku nggak bisa lama-lama dalam situasi ini. Aku harus segera pergi dari sini.

"Yah, kog buru-buru. Padahal aku kan masih kangen. Tapi, yaudah nggak papa. Sampai ketemu di lain waktu ya. Hati-hati di jalan."

"Iya mbak, Assalamu'alaikum." kataku sambil menarik Sasha menjauh.

"Wa'alaikum salam."

***

Disinilah aku saat ini. Duduk menyendiri di bangku taman. Setelah kejadian yang memupuskan harapanku siang tadi aku lebih memilih pulang ke rumah Sasha untuk menenangkan hatiku. Aku butuh waktu untuk sendiri. Aku nggak mau membuat orang-orang yang aku sayangi khawatir hanya karena hal sepele ini.

Ya Allah, inikah akhir dari penantian panjangku. Inikah caraMu untuk membebaskanku dari harapan semu. Atau inikah hukuman yang Engkau berikan padaku karena aku terlalu berharap pada selainMu. Gumamku dalam hati. Tak terasa kristal bening membasahi pipiku.

Aku mulai terisak saat seseorang merengkuh tubuhku dari samping. Membawa tubuh bergetarku dalam dekapannya. Membiarkanku terisak disana. Menyalurkan kekuatannya, seakan dia berkata semua baik-baik saja.

"Udah ya dek, ikhlaskan saja. Allah lebih tau apa yang terbaik bagi kamu. Mungkin dia yang kamu harapkan memang bukan yang Allah ridhoi untukmu." kata bang Fawwaz menenangkanku.

"Abang tau...?" kataku kemudian. Kenapa abang menyembunyikannya dariku...? Sebegitu tidak pentingkah aku. Sehingga abang menyembunyikan berita besar ini dariku. Puing-puing pertanyaan muncul dibenakku.

"Lebih dari yang kamu tau." kata bang Fawwaz.

"Kenapa abang nggak kasih tau adek...?" rasa kesal dan kecewa menghampiriku. Sejenak aku membuang muka dan beranjak dari tempat dudukku.

"Ila, tunggu...!!"

***

Nah loh ada apa dengan Aqila ya...?

Tunggu next partnya yaa... Dan jangan lupa tinggalkan vomment, kritik dan sarannya saya tunggu....😊

Jangan lupa baca Al Qur'an
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
😊

Antara Hati dan Iman ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang