Bab 34

3.1K 200 18
                                    

"Meminta maaf tidak membuatmu hina, dan memaafkan tidak membuatmu rendah."

🌸🌸🌸

Di lain tempat Fisya menarik Fawwaz menuju tempat yang sepi dari pasien. Dia menarik suaminya agar duduk dan meredam emosi yang masih membakarnya.

"Kamu kenapa sih ikut campur, dan untuk apa kamu membawa aku kesini." kata Fawwaz pada istrinya kesal.

"Abang tuh yang kenapa."

"Kog aku...?"

"Iya abang, abang sadar nggak sih kalo abang sering emosian akhir-akhir ini."

"Kog kamu jadi salahin aku juga sih."

"Bang, tolong kendalikan emosi abang dulu,..." kata Fisya menghela nafas berat. "... Bang, nggak semua masalah bisa di selesaikan dengan kekerasan bang, dan terkadang justru menimbulkan masalah baru. Sebelumnya Fisya minta maaf, bukan maksud Fisya untuk membela Arfan atau memojokkan abang. Tapi coba sekarang abang fikir dulu, andai Arfan tidak melakukan hal itu bagaimana nasib adek sekarang. Adek belum sampai rumah sakit dan mendapatkan pertolongan, dan Fisya yakin Arfan juga merasa sangat menyesal karena telah melakukan perbuatan itu."

"Iya, tapikan dia bisa panggil aku Sya, lagi pula ayah juga ada di sana."

"Dan membiarkan Aqila terlambat mendapatkan pertolongan. Bang, apakah abang lupa, posisi kita tadi jauh dari adek. Apakah abang tega membiarkan adek menunggu lama dan tertidur kembali. Dan ayah, di usianya sekarang apakah masih memungkinkan untuk mengangkat adek menuju mobil."

"Kamu benar Sya..." kata Fawwaz. "... kamu benar, aku memang telah kelewatan. Aku tau siapa Arfan, dan aku sudah berteman lama dengannya. Dia tidak mungkin berbuat seperti itu, kecuali itu benar-benar terpaksa." kata Fawwaz sudut bibir terangkat sebelah.

"Bang...?" panggil Fisya sambil mengusap bahu suaminya.

"Aku tau dia terpaksa melakukan itu. Tapi maaf, aku nggak bisa menerima alasan itu untuk saat ini. Aku kecewa Sya, aku kecewa padanya."

"Tapi bang__"

"Syuuttt... Sya, sudah ya, aku capek. Kamu mau tetap di sini, atau aku antar kamu pulang sekarang."

***

Hari yang membosankan, itulah yang di rasakan Aqila saat ini. Bagaimana tidak, dia hanya di suruh diam di rumah tanpa melakukan apa-apa. Yah, hari ini adalah hari ke-3 setelah Aqila di perbolehkan pulang dari rumah sakit, dan dia di larang melakukan apa-apa.

"Dek...!! Oh di sini kamu rupanya." kata bunda Naila menghampiri putrinya yang sedang duduk di bangku taman samping rumah.

"Dek, kamu kog di luar...?"

"Qila bosan di kamar terus bunda. Kenapa sih dia selalu melarang Qila keluar...?" kata Aqila sambil merebahkan tubuhnya, dengan kepala yang berada di pangkuan bundanya.

"Dia...? Maksud kamu abang...?" tanya bunda Naila memastikan, dan hanya di balas anggukan oleh Aqila. Bunda Naila terkekeh melihat tingkah putrinya yang tetap saja sama saat ngambek dengan abangnya.

"Kamu kog begitu sayang, padahal abang kan niatnya baik. Dia melakukan itu kan karena dia sayang sama adeknya." kata bunda Naila sambil mengelus kepala Aqila di pangkuannya.

"Iya, tapi nggak harus di kurung di kamar juga bunda. Aku kan bukan boneka, aku bosan kalo di kamar terus." kata Aqila cemberut, dan hanya di timpali bundanya dengan senyuman.

Antara Hati dan Iman ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang