Bab 19

3.3K 192 27
                                    

"Bertemu denganmu bagaikan membuka luka lama yang telah mengering."

🌸🌸🌸

Braakkk...!!!

Hadiah yang aku siapkan untuk Putri terjatuh saat seseorang yang dengan sengaja menabrakku. Segera kuambil kembali hadiah itu, lalu kudongakkan wajahku untuk melihat siapa orang tersebut.

"Mb_mbak Sarah...??" pekikku kaget.


"Iya, benar sekali anak manis. Kau rupanya masih mengingatku." karanya sambil tersenyum meremehkan.

"Mau apa mbak datang kesini...??" kata Sasha angkat bicara.

"Oouww... Oouww... Jangan pakai urat adik manis. Kamu tentu masih ingat kan, fungsi hijab dikepalamu itu."

"Alah... Udah deh mbak, nggak usah berbelit-belit. Sebenernya apa tujuan mbak datang kesini...? Hahh...?" kata Sasha mulai emosi. Kuusap pelan bahunya agar dia jangan sampai hilang kendali.

"Hahaha... Lucu sekali kamu adik manis. Kamu pasti penasaran banget kan yaa...? Hemm...?"

"Mbak...!! Lebih baik mbak itu__" segera kuusap lengan Sasha untuk memperingatinya.

"Sssyuuttt...!! Udah Cha. Jaga emosi kamu. Jangan sampai syetan menguasaimu." bisikku pada Sasha.

"Lebih baik aku apa sayang...? Hemm...? Hahaha... Kamu sepertinya memang sangat penasaran ya, tentang keberadaanku disini."

"Aku nggak peduli...!!" tantang Sasha.

"Acha, udah...!!" ingatku pada Sasha.

"Oouwww... Aku jadi terharu...!! Hahaha..."

"Lebih baik mbak pergi deh dari sini kalo memang nggak ada kepentingan. Nyepet-nyepetin pemandangan tau nggak." kata Sasha kemudian.

"Hehh... Harusnya kalian yang pergi dari sini, dan untuk kamu..." katanya menunjukku. "...Aqila sayang...!! Kalo tujuan kamu kesini untuk menemui Putri. Sayang sekali, itu hanya akan menjadi sebuah mimpi. Apalagi memberinya hadiah, itu adalah hal yang sangat tidak mungkin. Kenapa, karena abinya sudah mempercayakan dia hanya kepadaku. Jadi, lebih baik kamu pergi dari sini. Karena semua harapanmu untuk bertemu dengan Putri hanya akan menjadi mimpi, dan aku tidak akan membiarkan mimpi itu terwujud. Ingat itu...!!" katanya sambil membuang hadiah itu ke lantai.

Aku segera pergi menuju taman pondok, mengabaikan semua niat awalku datang kesini. Bukan, bukan aku lari dari kenyataan. Tapi, aku tak mau memperpanjang masalah jika aku tetap diam di depan mbak Sarah. Karena dia pasti akan melakukan segala macam cara untuk meraih apa yang diinginkannya.

"Qil, kamu nggak papa...?" tanya Sasha.

"Aku nggak papa kog Cha. Kamu jangan khawatir kaya gitu lah." kataku sambil terkekeh.

"Aku heran deh sama kamu Qil. Kenapa sih kamu biarin tuh manusia jadi-jadian berbuat seenaknya sih." kata Sasha kesal.

Aku tersenyum melihat tingkah kekanak-kanakan sahabatku yang satu ini.

"Sasha, kamu tau. Nggak semua masalah harus diselesaikan dengan kekerasan. Biarlah dia berbuat apa yang dia mau. Toh, Allah kan Maha Adil dan Maha Mengetahui. Jadi, biar Allah saja yang mengingatkannya."

"Iya, tapi kan kita juga harus bertindak Qil. Kata kamu kan kita harus Amar ma'ruf nahi munkar."

"Iya Sasha sayang...!! Tapi itu juga ada tahapannya juga kali Cha." kataku mulai gemas.

Antara Hati dan Iman ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang