Bab 44

3.1K 186 10
                                    

"Pada akhirnya kebaikanlah yang akan menang."

🌸🌸🌸

"KAMU HARUS MATI...!!"

"Aaaaakkhhh...!!"

Daarrr daarrr

Suara peluru yang di lepas oleh polisi tepat menembus tubuh Sarah dan melemahkannya. Semua polisi masuk dan menangkap Sarah serta anak buahnya. Sedangkan Aqila yang masih katakutan membuka matanya dan terkejut melihat orang yang ada di depannya.

"Bang Zahir...?" kata Aqila bergetar. Dia merasa terkejut melihat siapa orang yang telah memeluk dan melindunginya.

"Kamu mengingatku...?" tanya Arfan terkejut.

Kini rasa bahagia dan lega menghampirinya. Dia tersenyum samar di bibir pucatnya, sebelum jatuh ke lantai. Dia hanya mendengar teriakan Aqila sebelum gelap benar-benar menderanya.

***

Suasana sedih dan pilu telah benar-benar menyelimuti ruangan itu. Ruangan minimalis bercat putih dengan alat medis yang terpasang di tubuh seseorang yang tak kunjung membuka matanya beberapa hari ini. Orang tersebut adalah Arfan Zahir Ubaid. Dia belum juga sadarkan diri sejak satu minggu yang lalu. Luka tusukan yang di dapatnya karena menolong Aqila memang tidak terlalu dalam. Tapi racun yang ada di dalam pisau itu hampir membuatnya kehilangan nyawa.

"Ami, ami makan dulu ya...? Dari kemarin kan ami belum makan." kata Aisyah yang baru saja datang bersama Putri dengan membawa sarapan.

"Terima kasih Aisy, tapi ami masih kenyang. Kamu saja ya, yang makan." kata umi Niswa, masih terpaku pada ranjang putranya yang belum sadarkan diri.

"Ami, Aisy tau kalo ami sedih lihat Arfan seperti ini. Tapi, ami harus makan biar ami nggak sakit dan bisa jagain Arfan. Coba ami bayangkan sekarang kalo Arfan sampai tau ami nggak mau makan, dia pasti sedih banget." kata Aisyah tulus.

"Iya eyang, eyang makan yah. Biar nanti abi seneng dan mau bangun lagi." kata Putri yang memberikan makanan yang di bawa Aisyah pada eyangnya.

"Iya, Putri sayang. Eyang makan dulu ya, nak." kata umi Niswa pada Putri.

***

Semua telah kembali seperti semula setelah Sarah di seret ke kantor polisi. Dan kabar baru yang di ketahui dari keadaan Sarah adalah kini dia sedang berada di rumah sakit jiwa akibat depresi berat yang di alaminya.

Keadaan Aqila saat ini semakin membaik setelah menjalani beberapa proses pengobatan. Meskipun masih ada sedikit rasa trauma yang di alaminya serta rasa bersalah yang amat dalam karena dia banyak orang yang menjadi korbannya, terutama bang Zahir yang melindunginya dari tusukan benda tajam saat itu.

"Assalamu'alaikum, ehh... Kamu sudah bangun sayang." salam bunda Naila yang baru saja masuk ke kamar Aqila dan membuyarkan lamunannya.

"Wa'alaikum salam, Bunda..." jawab Aqila.

"Kamu kenapa sayang, kog nangis...?" tanya bunda Naila mendekati putrinya di atas ranjang.

"Bunda... Adek jahat banget yah, bunda. Adek jahat,... Hiks... gara-gara adek semua orang jadi sial... Hiks... gara-gara adek semua orang jadi menderita,... Hiks... gara-gara adek juga__" isak Aqila.

"Syuutttt... Kamu nggak boleh ngomong gitu, nak. Kamu ingat, semua itu sudah di atur sama Allah." jelas bunda Naila.

"Tapi bunda adek__"

"Aqila, udah ya, nak. Kamu jangan salahkan diri kamu sendiri. Yakinlah bahwa semua yang telah terjadi itu kehendak Allah."

"Bunda benar dek, kamu nggak boleh salahkan diri kamu sendiri. Karena wanita ular itu memang pantas mendapatkan ganjarannya." kata Zahra yang baru saja datang memberi semangat pada Aqila.

Tuk...

"Awwhh..." rintih Zahra sambil memegang kepalanya yang baru saja mendapatkan pukulan dari Fawwaz.

"Kalo ngomong di filter ya tante... Karena di sini ada anak kecil." kata Fawwaz sambil nyelonong masuk ke kamar adiknya. Hal tersebut sukses membuat Aqila terkikik geli.

"Awas kamu Fawwaz, nggak sopan banget sih kamu sama mbak." kata Zahra jengkel, namun tak di hiraukan oleh Fawwaz.

"Selamat pagi, tuan putri... Bagaimana kabarnya...? Semoga baik-baik saja yah. Karena pangeran datang ke sini mau ajak tuan putri pergi." kata Fawwaz sambil mengusap lembut rambut Aqila yang tertutupi oleh hijab.

"Pangeran kodok maksud kamu." kata Zahra duduk memeriksa keadaan Aqila.

"Mbak Ara paan sih. Mbak syirik yah, mbak pasti iri kan, karena mas Fahri nggak setampan aku, makanya mbak bilang gitu." kata Fawwaz duduk di sofa yang ada di ruangan itu dengan percaya diri.

Ekhemmm

"Ehh... Mas Fahri, mas ganteng banget deh hari ini." kata Fawwaz tergagap karena orang yang di bicarakan ada di sana. Namun Fahri langsung nyelonong masuk tanpa menghiraukan Fawwaz yang ada di situ.

"Selamat pagi gadis bandel, gimana kabar kamu...?" tanya Fahri yang duduk di samping Zahra dengan panggilan lamanya yang membuat Aqila terkekeh mengingatnya.

"Alhamdulillah, baik bang." kata Aqila tersenyum.

"Alhamdulillah, kalo gitu. Ingat, jangan bandel-bandel lagi...?" kata bang Fahri.

"Siap, pak dosen galak." jawab Aqila yang membuat semua orang tertawa, kecuali Fawwaz yang merasa sebal karena di abaikan.

"Loh, Waz, sejak kapan kamu di situ. Kog aku baru liat, dan ada apa sama wajah kamu, kog kaya baju belum di setrika." kata Fahri meledek.

"Au'ah, gerraahhh...!!" jawab Fawwaz sambil duduk di sofa kembali.

Kemudian Fahri menoleh ke arah istrinya, seolah dia bertanya 'Dia kenapa'

"Tau lah mas, lagi PMS kali tuh bocah." jawab Zahra asal.

"Enak aja, aku masih normal gini lho mbak." protes Fawwaz tak terima.

"Yang bilang kamu nggak normal itu siapa...? Lagian kamu kenapa sih, dari tadi marah-marah nggak jelas gitu. Atau, jangan-jangan bener lagi apa yang aku bilang tadi."

"Astaghfirullah, mbak. Mbak Ara kalo ngomong jangan ngasal ya, ntar kualat loh."

"Mana ada kakak kualat sama adeknya. Yang ada tuh kamu kualat, gara-gara nyiksa mbak." kata Zahra tak mau kalah.

"Ssyyuuuttt... Sudah, sudah. Kalian ini udah pada tua juga masih aja suka berantem. Nggak malu apa di liat sama anak-anak kalian." kata bunda Naila menengahi.

"Dan kamu, Fawwaz...?"

"Lebih baik kamu ajak adek jalan-jalan, dari pada ngerecokin mbakmu mulu." kata bunda Naila sambil menuntun Aqila keluar dari kamar.

"Siap bunda... Harusnya memang begitu. Jadi abang kan nggak harus debat sama nenek lampir dan manusia jadi-jadian kayak tadi." kata Fawwaz yang langsung pergi dari kamar Aqila.

"Fawwazz...!! Awas kamu...!!" teriak mbak Zahra yang merasa jengkel dari kamar Aqila.

***

Tbc

Duhhh... Bang Fawwaz menjengkelkan banget yah... Minta di kasih pelajaran banget nih abang satu...😂😂

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Jangan lupa Al Qur'annya
😊

Antara Hati dan Iman ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang