Bab 22a

3.2K 199 32
                                    

Siapkan hati kalian...!! Ingat buka puasa masih lama...!!

Baper...?? Author nggak tanggung...!!😝

Ramaikan...!!
Happy reading...!!😊

_________________________

"Mereka yang datang pada kita bisa jadi adalah bagian dari kehidupan orang terdekat kita."

🌸🌸🌸

Aqila Pov

Perjalanan pulang sore ini entah mengapa terasa begitu lama dan membosankan menurutku. Dan entah mengapa abangku yang biasanya cerewet jadi lebih pendiam setelah berbicara dengan ayah dan seorang pria paruh baya tadi siang.

Setelah kejadian di Pondok An Najah waktu itu, aku memutuskan untuk membantu mengajar di pesantren saja. Apalagi setelah kedatangan mbak Sarah, yang terlihat dekat dengan Putri. Bukan, bukan karena aku iri. Tapi aku takut jika keberadaanku disana akan membahayakan keselamatan Putri. Karena aku tau, mbak Sarah punya maksud lain, dan dia nggak akan tinggal diam jika ada yang mengusiknya. Dan aku tak mau jika peristiwa kelam di masalalu menimpa Putri ataupun anak-anak pondok lainnya, dan cukup aku saja.

Aku tersadar dari lamunanku setelah merasakan mobil yang aku kendarai dengan abangku berhenti. Aku segera turun dan menyusul abangku yang berjalan hendak masuk ke rumah.

"Bang...??" panggilku setelah turun dari mobil. Memang sih abangku ngeselin, tapi aku juga nggak bisa hidup jika dia terus mendiamkanku sejak tadi.

Kulihat bang Fawwaz menghentikan langkahnya, dan berjalan kearahku.

"Abang kenapa diam saja dari tadi...? Adek ada salah sama abang ya...?" tanyaku kemudian.

Bang Fawwaz hanya tersenyum dan memelukku, seakan berkata semua akan baik-baik saja. Lalu dia melepas pelukannya dan menatapku dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. Dan detik berikutnya dia melenggang masuk ke rumah.

Ada apa dengan abang, dan tatapan abang tadi. Kenapa tatapannya tadi menyiratkan sebuah kekhawatiran dan luka. Ada apa ini sebenarnya...

Aku menggelengkan kepalaku kuat, berusaha menghilangkan pemikiran yang nantinya akan membuatku tidak tenang. Kulangkahkan kakiku masuk ke rumah. Aku harus mendapatkan jawaban atas ketidakjelasan ini. Aku nggak bisa hidup dengan keadaan ketidakjelasan seperti ini.

"Assalamualaikum... Bunda, abang tadi___" kataku terpotong. Namun, bukannya mendapatkan jawaban atas kegundahan hatiku, justru aku ditambah bingung dengan hadirnya orang-orang yang tidak aku kenal di tengah keluargaku. Siapa mereka, dan ada urusan apa mereka datang kemari...? Kataku dalam hati. Tapi, tunggu, bukankah itu....

"Ustadz Fahri...??" kataku refleks terkejut, dan aku rasa dia juga sama.

"Aqila...??"

***

Fawwaz Pov

Bagaimana perasaan kalian apabila saudara kandung kalian, orang yang menjadi alasan kalian tersenyum bahagia harus menjadi korban dari sebuah perjanjian konyol yang menyangkut masa depannya. Marah, tentu saja. Bahkan aku harus rela menunggu lebih dari dua tahun untuk melihat senyum merekah di bibirnya setelah pengkhianatan itu terjadi. Dan sekarang, pasrahlah yang bisa aku lakukan. Karena sekuat apapun aku menentang dan marah, semua akan sia-sia saja bila dihadapan mereka.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikum salam." jawab semua orang.

"Waz, adek kamu mana...?? Kamu nggak ninggalin dia di pondok kan...??"

"Dia dibelakang, Bun. Hmm... Abang ke atas dulu ya Bun. Mau mandi sekalian ganti baju juga. Assalamu'alaikum."

Disinilah aku sekarang. Duduk termenung di pinggiran ranjang. Aku tak tau apa yang harus aku lakukan, tapi aku tak tega jika Qila harus menjadi korbannya.

Terdengar suara derap langkah yang menuju kamarku. Aku tau percis siapa pemilik suara langkah kaki itu. Namun aku masih enggan mendongakkan kepalaku.

"Bang...??"

"Kenapa Sya...? Kenapa...!!" racauku.

"Abang...??"

"Tolong jawab Sya, kenapa...? Kenapa harus adek yang jadi korbannya...!! Seharusnya mereka sadar kalo orang yang mereka jodohkan itu memang tak berjodoh...!! Dan... Dan kenapa harus adek yang jadi korbannya. Qila juga berhak di perjuangkan." kataku frustasi.

"Bang...? Abang harus sabar dan kuat. Mungkin memang inilah jalan hidup Qila bang."

"Kamu tau apa yang aku rasakan Sya...? Sakit Sya, sakit...!! Aku nggak rela jika Qila harus seperti ini lagi. Sudah cukup dulu dia seperti ini, tidak untuk sekarang." kataku pada Nafisya. Yah, suara langkah kaki itu milik Nafisya, istriku.

"Abang tenang dulu ya...? Abang percaya kan kalo skenario Allah itu yang terbaik. Begitu juga dengan Qila, mungkin ini jalan Allah untuknya."

"Tapi aku nggak rela Sya, jika adek dengan dia...!!"

"Bang, kalau memang dia bukan jodoh adek, maka sekuat apapun usaha mereka menjodohkan. Pernikahan itu nggak akan pernah terjadi. Karena Allah tidak meridhoi mereka."

Aku terdiam memikirkan perkataan Fisya barusan. Apa yang dikatakan Fisya memang benar. Sekuat apapun usaha mereka, nggak akan pernah berhasil jika Allah tidak meridhoi.

"Bang, sekarang kita turun ya, mereka sudah menunggu kita. Jangan buat adek bimbang karena abang."

Aku mengangguk tersenyum padanya. Aku bersyukur, Allah telah mngirimkan bidadari tanpa sayap seperti Nafisya padaku. Dialah yang wanita yang bisa membuatku tenang setelah bunda dan Aqila.

***

Tbc

Duhh... Swett banget ya bang Fawwaz sama adeknya...!! Upsss... Istrinya.

Tunggu next partnya yaa...
Jangan lupa voment ya teman-teman...!! Kritik dan saran kalian aku tunggu...!!

Dan terima kasih buat kalian yang sudah berkenan mampir dan membaca karya aku. Syukron atas kritik, saran serta semangatnya ya...😊

Jangan lupa Al Qur'annya
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
😊

Antara Hati dan Iman ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang