Bab 30

3.6K 190 12
                                    

"Berfikir sebelum bertindak, atau bertindak dengan 1000 penyesalan."

🌸🌸🌸

Semua orang menangis tersedu, bahkan Fawwaz tak mau berpindah dari jasad Aqila barang sesenti. Dia tetap menangis sambil memeluk tubuh Aqila yang sudah tak bernyawa.

"Dek... Bangunlah, jangan tinggalkan kami... Apa kamu tega melihat bunda sedih... Apakah kamu tega dek...? Tolong jawab pertanyaan abang... Tolong maafkan abangmu yang tak berguna ini..." katanya melemah, dengan bahu yang bergetar.

Aku merasa terpukul melihat kenyataan yang ada di depanku, aku berjalan mendekati Fawwaz. Hatiku bagaikan di tusuk dengan sembilu saat melihat wajah orang yang namanya telah terpatri di hatiku. Wajah pucat pasi dengan bibir yang membiru, wajahnya begitu damai sekali. Tanpa sadar air mataku terus mengalir, aku merasakan penyesalan yang amat dalam, aku merasa menjadi orang yang sangat bodoh karena telah menyianyiakan kesempatan itu. Aku sangat menyesal karena telah berbuat buruk padanya, bahkan kata maaf belum sempat aku ucapkan atas semua perbuatanku selama ini.

'Ya Allah, andai kematianku akan membuatku bertemu dengannya, aku siap Ya Rabb... Demi bisa bertemu dan mendapat maaf darinya.' batinku sambil menyeka air mata.

"Waz, sabarkan hatimu ikhlaskan dia, ini jalan dari Allah. Allah lebih sayang pada hambaNya, makanya Allah memanggil Aqila. Jangan tangisi kepergiannya, itu akan memberatkannya." kataku pada Fawwaz. Aku merasa diriku telah menjadi orang munafik, aku bisa menasehati orang lain untuk bersabar, sedangkan diriku sendiri terasa kacau melihat kenyataan yang ada.

"Jaga ucapanmu Fan...!! Dia belum meninggal...!! Aqila belum meninggal, dia masih hidup... Dia hanya tidur, dia masih hidup... Hahaha... Yah, aku tau itu, dia masih hidup." kata Fawwaz mulai hilang kendali.

"Astaghfirullah, Istighfar Waz...!! Istighfar...!! Jangan biarkan setan menguasai dirimu...!!" bentakku membuat Fawwaz menunduk, dan terduduk kembali di samping ranjang Aqila dengan bahunya yang bergetar.

"Waz tenangkan diri kamu. Waz, apa kamu lupa bahwa semua orang yang hidup pasti akan merasakan kematian, dan mungkin hanya sampai di sini adek hadir di dunia ini. Allah lebih sayang pada adek, maka dari itu Allah memanggil adek lebih cepat. Yang kita lakukan sekarang hanyalah mendo'akannya agar Allah menempatkannya bersama orang-orang shaleh." kata ayah Faishal menasehati anaknya.

"Umiii....!!" teriak Putri yang berlari lalu memeluk jasad Aqila saat terlepas dari pelukan mbak Aish.

"Umiii...!! Umi, bangun...!! Jangan tinggalin Putri... Hiks... Putri sayang banget sama umi, bangun umi... Hiks..."

"Putri sayang, jangan seperti ini. Putri, harus kuat ya nak...? Putri jangan menangis lagi ya. Umi Ila pasti sedih kalo liat Putri seperti ini." kataku pada Putri.

"Nggak...!! Abi jahat...!! Hiks... Abi jahat sama Putri. Putri benci Abi, Putri mau ikut umi Ila." kata Putri sambil memegang pisau kupas buah, yang entah dari mana dia dapat.

"Putri, abi mohon. Abi minta maaf ya, Putri sekarang taruh pisaunya." Namun perkataanku tidak di indahkannya, dan dia justru mengarahkan pisau itu ke tangannya.

"Putri... Tolong jangan lakukan itu."

"Putri...!!!" kataku terbangun dari tidurku.

"Astaghfirullah." aku mengucap istighfar setelah menyadari di mana aku sekarang. Yah, aku tertidur di mushola Rumah Sakit setelah menunaikan sholat tahajud. Kulihat jam di pergelangan tanganku, 15 menit lagi masuk waktu subuh. Aku segera mengambil air wudhu dan ikut berjama'ah dengan yang lain.

Antara Hati dan Iman ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang