"Kebahagiaan adalah disaat kita berkumpul dengan keluarga kita."
🌸🌸🌸
Hari-hariku kini semakin berwarna setelah kepulanganku ke Indonesia, dan berkumpul bersama orang-orang yang menyayangiku.
Hari ini sangat melelahkan bagiku. Mulai dari gantiin Ustadz Rahman ngisi kajian islami, membantu mengajar di pondok An Najah, dan yang terakhir membantu ayah dan bunda mengelola pesantren peninggalan kakekku.
"Ah, rasanya ingin segera sampek rumah dan mengistirahatkan badanku." kataku dalam hati.
***
"Assalamu'alaikum, Bundaku sayang...!!"
"Wa'alaikum salam, Sayang...!!" jawab bundaku.
"Wah, harumnya... Bunda masak apa nih...?"
"Biasalah dek. Kamu tumben muji masakan bunda, pasti ada maunya." selidik bunda.
"Ah, bunda. Adek serius lho ini, beneran deh masakan bunda itu paling enak sedunia. Hmpz... Bun, tumben banget bunda masak banyak. Emang mau ada acara apa di rumah kita." tanyaku heran, sambil membantu bunda memasak.
"Nggak ada acara apa-apa kog sayang. Cuma, nanti malam Abang sama Mbak kamu mau makan malam bareng disini."
"Beneran, Bun...??" tanyaku antusias, yang dibalas anggukan oleh bunda.
"Yeayyy... Akhirnya adek bisa bertemu mereka. Adek kangeennn... Banget sama mereka. Semenjak mereka pindah ke rumah baru kan adek jadi jarang ketemu. Yah, walaupun abang nyebelin sih..." kataku pada bunda.
"Siapa yang nyebelin, Dek...?"
"Ehh.. Abang...? Sejak kapan abang disini...??" kataku tergagap.
"Sejak kamu manja-manjaan sama bunda." katanya santai.
"Was, udah dateng. Padahal ini masih sore lho. Bunda aja belum selesai masaknya." kata bunda saat bang Fawwaz menyalami bunda yang dikoori oleh mbak Fisya.
"Ya nggak papa lah, Bun. Biar lebih lama kangen-kangennya. Lagian nih tuyul satu dari tadi ngapain. Masak cuma bantu ngacak-ngacak dapur aja. Gih, bantuin bunda...!!" katanya menyebalkan.
"Abang ihh...!! Aku bukan tuyul...!! Tega banget sama adek ndiri. Lagian dari kemaren juga adek bantuin bunda. Abang aja sih yang nggak tau."
"Bantu apaan...!! Dari dulu mah, yang namanya tuyul itu bisanya ngacak-ngacak aja. Mana ada tuyul yang bantu beres-beres."
"Abaaanggg...!! Bunda, rasanya adek nyesel deh bilang kangen sama abang. Masak iya adek ndiri dibilang tuyul... Nah, sakit banget nggak tuh... Hiks... Whaaa... Bundaaa.... Ini berat adek nggak kuat... Hiks..."
"Ahh, lebay kamu dek...!!"
"Fawwaz...!!"
"Hehehe... Iya, Bunda. Abang becanda kog. Sini-sini adek kecilnya bang Fawwaz, yang katanya imut, cantik, manis, dan Insya Allah juga sholihah. Tapi nggak laku-laku. Abang juga kangen." katanya sambil memelukku.
"Abang nih sebenernya muji apa ngeledek sih, Bang...?" kataku mendongakkan kepala.
"Dua, duanya."
"Ihh... Abang sih kalo mau muji, muji aja kali. Nggak usah pake ngeledek segala. Nggak ikhlas banget." kataku sambil memukul dada bidangnya pelan.
"Etdah, salahnya dimana sih dek. Kan emang kenyataannya gitu. Ingat, dek orang itu nggak ada yang sempurna."
"Iya juga sih. Eh... betewe, kita kog kaya teletubies yah. Peluk-peluk gini."
"Biarin ajalah. Lagian peluk adek ndiri juga ini, dan mumpung belum ada yang punya. Ntar kalo udah ada yang punya, paling juga nemplok terus sama yang punya."
"Abang mah, apaan sih...!! Gombal banget. Punya apaan coba. Lagian nih ya... Mbak Fisya dulu ngimpi apaan sih. Kog bisa dapet suami model kayak gini."
"Ngimpiii apa yaa... Oh ya, ngimpi di khitbah sama pangeran ganteng...!! Ya kan Yang...??" kata bang Fawwaz ke mbak Fisya sambil mengedipkan sebelah matanya, yang membuat wajah mbak Fisya memerah. Gitu banget ya efeknya, dasar raja gombal. Batinku.
"Tante Ilaa...!! Azzam kangen...!!" teriak keponakan tersayangku yang berlari memelukku.
"Iya sayang, tante juga kangen. Wah, Azzam udah gede aja ya. Udah sekolah lagi."
"Iya dong tante. Azzam sekarang udah bisa baca, nulis sama menghitung tante."
"Wah, ponakan tante ini hebat banget...!!"
"Iya dong, Azzam kan ingin jadi dokter."
"Beneran nih, Azzam mau jadi dokter...?" tanya mbak Zahra yang baru saja datang.
"Iya tante, Azzam pengen jadi dokter. Nanti biar bisa obatin ayah sama bunda kalo sakit."
"Wah, Azzam baik sekali. Jadi, kalo gitu Azzam yang rajin ya belajarnya ya. Biar nanti bisa jadi dokter." kata mbak Zahra.
"Iya Azzam yang rajin belajar. Tapi jangan lupa berdo'a juga ya sayang." tambahku.
"Siap tante Ara, tante Ila...!! Azzam akan rajin belajar dan berdo'a sama Allah biar Azzam bisa jadi dokter." katanya memelukku lagi.
"Zam, udah dong peluk tantenya. Kangen-kangenan mulu. Nggak capek apa." kata bang Fawwaz.
"Yee... Ayah kalo pengen, peluk bunda aja. Azzam kan masih kangen sama tante." kata Azzam polos, yang membuat semua orang tertawa kecuali bang Fawwaz, yang cengo dibuatnya. Hehehe punya temen baru nih, batinku.
***
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Untuk semua readers, saya minta maaf ya kalo lama banget nggak up, karena tugas yang menanti banyak banget.
Terimakasih telah menyempatkan waktunya mampir ke cerita amatir ini. Semoga bisa diambil hikmahnya.
Jangan lupa Al Qur'annya
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Hati dan Iman ✅
Spiritual"Cinta... Satu kata yang memiliki banyak makna. Apakah itu yang aku rasakan saat bersama denganmu....?? Jawabannya adalah entahlah... Karna yang aku ketahui, cinta pada selain-Nya adalah menyakitkan." _Asma Aqila Adzkiya_ "Jika kamu bertanya apakah...