Bab 13

3.6K 219 20
                                    

"Tak ada pertemuan tanpa makna, dan tak ada musibah tanpa hikmah."

🌸🌸🌸

Arfan Pov

Senja yang membawa luka, inilah hari terakhirku di kota yang kejam ini. Kota dimana aku menuai keberhasilan. Namun, disitulah aku menuai kegagalan dan kekecewaan.

"Fan...??"

"Iya, Umi...?"

"Kamu nggak papa kan, Nak...?"

"Arfan, baik-baik saja kog Umi. Umi nggak usah khawatir." kataku tersenyum.

"Fan, maafin Umi ya Nak...?? Coba aja waktu itu Umi nggak maksa kamu. Abi pasti baik-baik aja, dan kamu nggak susah kayak gini."

"Umiii... Umi, ngomong apa sih. Ini tuh udah takdir dari Allah, dan ini juga sudah menjadi kewajiban Arfan sebagai seorang anak. Menurut Arfan, ini belum sebanding dengan apa yang sudah Umi dan Abi kasih ke Arfan. Jadi, Umi jangan menyalahkan diri Umi lagi ya." kataku tulus.

"Iya sayang trimakasih. Umi bersyukur punya anak sebaik kamu."

"Umi, Arfan tak ada apa-apanya tanpa Umi." kataku memeluk umiku sayang.

"Oh iya, Fan... Besok kan Abi udah boleh pulang. Kamu ikut pulang bareng Umi sama Abi kan...?" tanya Umiku.

"Hmm... Kayaknya nggak deh Umi. Arfan, besok mau ke rumah mbak Aisyah. Udah lama banget Aku nggak mengunjungi anak-anak pondok An Najah. Tapi, Umi nggak usah khawatir. Arfan besok pasti pulang ke rumah kog, temenin Abi sama Uminya Arfan tersayang."

"Alah, ngomongmu Fan. Yaudah, hati-hati di jalan ya sayang."

"Iya Umiku sayang."

Mengingat obrolanku dengan Umi kemarin sore membuatku senyum-senyum sendiri. Aku bersyukur, karena Allah telah mengembalikan kebahagiaan keluargaku.

"Woy, Fan...!! Etdah nih anak diajak ngomong malah ngelamun nggak jelas. Fan, ini jadi berangkat nggak."

"Iya Umi, jadi kog."

"Yaelah... Dasar anak emak." kata Fawwaz memukulku.

"Aw... Paan sih maen pukul-pukul."

"Masih belum nyadar juga. Sabarkan Hayati Ya Allah..."

"Paan sih Waz, nggak usah lebay deh. Geli tau nggak liatnya." kataku bergidik ngeri.

"Lah, abisnya situ di ajak ngomong malah enak-enak ngelamunin emaknya."

"Yah, suka-suka dong. Nggak ganggu situ kan."

"Udah ah. Jadi berangkat nggak, keburu macet ntar."

"Astaghfirullah... Sampek lupa. Yaudah sana duluan. Ntar aku nyusul."

"Iya, dari tadi kek. Yaudah cepetan."

Aku kemudian menuju parkiran, dan segera mengemudikan mobilku menuju rumah mbak Aisyah. Masih pagi sebenarnya, tapi aku nggak mau terjebak macetnya kota Surabaya.

Fawwaz sudah lebih dulu meninggalkan parkiran. Aku dan Fawwaz memiliki tujuan yang sama, yaitu pondok An Najah atau rumahnya A' Rahman dan mbak Aisyah. Entah apa yang akan dilakukan Fawwaz disana, yang jelas aku nggak berada dalam satu mobil sama anak kurang Vitamin itu.

***

Kuedarkan pandanganku ke bangunan yang berdiri di hadapanku. Rasanya telah lama sekali aku tak berkunjung kesini, dan tempat ini tetap sama seperti saat terakhir kali aku kemari. Kulihat orang yang aku rindukan di seberang sana sedang tersenyum padaku. Yah, dia mbak Aisyah sepupuku.

"Waz, aku duluan." kataku menghampiri mbak Aisyah, meninggalkan Fawwaz yang masih membagikan hadiah pada anak-anak.

"Assalamu'alaikum, mbak Aisy."

"Wa'alaikum salam, udah lama sekali ya sepupu mbak ini nggak kesini. Terakhir kali kesini ngantar Putri dulu. Setelah itu cuma Tante aja yang main kesini." kata mbak Aisyah.

"Ya kan mbak tau sendirilah apa yang terjadi padaku dan keluargaku setelah itu." kataku menjelaskan.

"Apaaa...!! Jadi..." kulihat seseorang yang terlihat kaget di sebelah kami.

"Ehh... Hehehe... Oh iya, mbak kita ke dalam dulu ya. Sekalian lanjutkan pembahasan yang tadi. Assalamu'alaikum." kata salah satu pembimbing pondok. Tunggu, sepertinya aku pernah ketemu dengan salah satu dari mereka.

"Aduh... Apaan sih mbak." kataku sebal, yang hanya dibalas dengan kekehan dari mbak Aish.

"Kamu suka sama salah satu dari mareka...?"

"Hah..? Maksudnya...?" kataku yang membuat mbak Aish tertawa.

"Itu tadi ngapain liat pembimbing pondok sampek lupa berkedip. Ingat Fan, zina mata. Tapi misal kamu mau mbak bisa kenalin salah satu kog." katanya meledekku.

"Mbak Aish paan sih. Nggak jelas banget. Udah ah aku mau cari Putri dulu." kataku berlalu meninggalkan mbak Aish yang masih tertawa.

***

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Untuk semua readers, saya minta maaf banget ya, karena kengaretan dalam updatenya. 🙏 Karena selain sibuk di dunia nyata, juga kurang ada feel buat lanjut ceritanya.

Oh iya, saya berterima kasih banyak buat semua yang telah membaca karya amatir saya sampek sejauh ini. Dan maaf bila banyak typo bertebaran, karena saya masih belajar. 😁

Udah, mungkin itu dulu yang bisa saya katakan. Jangan lupa kritik dan sarannya ya teman teman...

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
😊

Antara Hati dan Iman ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang