Setelah menghabiskan waktu semalaman dengan Sean di pulau terpencil itu. Baik aku maupun Sean merasa sangat senang ketika melihat bantuan datang. Sebuah kapal milik polisi datang untuk menyelamatkan kami. Sepertinya guru-guru kami melaporkan berita hilangnya kami dan meminta polisi untuk mencari kami. Beruntung mereka bisa dengan cepat menemukan keberadaan kami. Kondisi Sean yang penuh dengan luka itu menurutku harus segera dilarikan ke rumah sakit untuk diobati.
Kapal milik kepolisian itu mengantarkan aku dan Sean ke tempat guru-guru kami berada. Angie langsung memelukku ketika melihatku.
"Syukurlah kalian baik-baik saja, aku sangat mengkhawatirkan kalian ..."
Angie memelukku sambil berurai air mata, melihat tangisan Angie itu, aku pun jadi ikut menangis bersamanya.
Tidak lama setelah itu, kami dilarikan ke rumah sakit. Berdasarkan hasil pemeriksaan dokter, kondisiku baik-baik saja karena nyaris tidak ada satu pun luka di tubuhku. Berbeda dengan Sean, luka-luka di tubuhnya sangat banyak dan sepertinya cukup parah. Tapi aku merasa tenang ketika melihat luka-lukanya sudah diobati oleh dokter.
Setelah merasa lebih baik, dengan diantar oleh Sean, aku pulang ke Apartemenku. Sebenarnya aku melarang Sean untuk mengantarku, tapi dia bersikeras ingin mengantarku. Aku baru tahu kalau dia cukup keras kepala sehingga aku tidak bisa melakukan apa pun selain mengikuti keinginannya itu.
Sesampainya di depan Apartemenku, aku menawari Sean untuk mampir, namun Sean menolaknya.
"Aku masuk dulu ... terima kasih sudah mengantarku."
"Oh iya Apartemenmu ada di lantai berapa?"
"Lantai 38 ... kenapa kau menanyakannya?"
"Tidak apa-apa ... hanya ingin tahu saja. Ya sudah cepat masuk ke dalam dan beristirahatlah ..."
Aku menganggukkan kepalaku dan berjalan memasuki gedung Apartemenku.
Suasana di dalam gedung Apartemenku terasa sangat sepi dan sunyi. Hampir tidak terlihat satu orang pun berada di gedung ini. Padahal aku yakin saat ini waktu belum menunjukkan tengah malam. Suasana yang sunyi ini membuatku merasa takut. Aku melangkahkan kakiku secepat mungkin menuju lift.
Ketika sedang menunggu pintu lift itu terbuka, aku merasakan bulu kudukku merinding. Inilah pertama kalinya aku merasakan ketakutan seperti ini, sebelumnya aku tidak pernah merasa ketakutan seperti ini ketika berada di gedung Apartemenku.
Begitu pintu lift itu terbuka, aku bergegas memasuki lift dan menekan tombol angka 38 yang merupakan lantai di mana Apartemenku berada.
Di dalam Lift ...
Hanya aku seorang yang berada di dalam lift, aku merasa tubuhku kedinginan dan kepalaku terasa sakit saat ini. Ini menandakan bahwa ada hantu di dekatku. Aku tidak berani menatap ke sekelilingku, aku takut melihat penampakan hantu itu. Meskipun aku sudah sering melihat penampakan hantu tetap saja aku selalu merasa takut setiap kali merasakan keberadaan mereka. Aku tetap menatap ke arah pintu lift dan berharap di dalam hatiku agar pintu lift itu cepat terbuka sehingga aku bisa cepat-cepat keluar dari lift ini.
Perasaan dingin yang aku rasakan semakin jelas ku rasakan, sakit di kepalaku pun terasa semakin menyakitkan. Hantu itu ... aku yakin dia begitu dekat denganku sekarang. Dengan ujung mataku, aku melihat tepat di belakangku ada sesosok wanita yang berambut panjang sedang berdiri. Aku tidak bisa melihat wajahnya karena dia sedang menunduk dan wajahnya tertutupi oleh rambutnya yang panjang.
Hantu itu semakin mendekatiku, hingga sedikit lagi nyaris menempel dengan punggungku. Dengan panik aku menekan tombol 'OPEN', aku ingin segera keluar dari lift ini.
Aku bisa merasakan hantu itu sudah berada tepat di dekat punggungku, membuat tubuhku gemetaran karena terlalu takut.
"Oh ayolah ... cepatlah terbuka ..."
Tidak henti-hentinya jariku menekan tombol 'OPEN' itu, dan akhirnya aku merasa sangat lega ketika pintu lift itu terbuka. Aku berlari sekencang-kencangnya menjauhi lift itu. Namun ...
Ketika aku menoleh ke arah belakangku, aku melihat hantu itu sedang melayang dan dia sedang mengejarku. Dalam posisi melayang seperti itu, aku bisa melihat wajahnya. Separuh wajahnya yang hancur itu, aku tahu bahwa hantu itu tidak lain adalah hantu Karin. Kenapa dia selalu mengikutiku? Bahkan dia sampai mengikutiku ke Apartemenku, apa yang sebenarnya diinginkan oleh hantu Karin?
Lampu gedung ini yang tadinya menyala, satu demi satu mulai padam, membuat sekelilingku menjadi gelap gulita. Aku yakin ini semua perbuatan dari hantu Karin. Aku terus berlari menuju Apartemenku. Hantu Karin masih tetap mengejarku.
Begitu tiba di depan Apartemenku, aku mengeluarkan kunci dan bergegas membuka pintu itu. Tapi kegugupan dan kepanikanku membuat tubuhku gemetaran dengan hebat sehingga aku tidak bisa memasukkan kunci itu ke dalam lubang pintu. Kunci itu bahkan beberapa kali terjatuh.
Kemudian ...
Aku terdiam ketika merasakan hantu Karin berada tepat di belakang punggungku. Ketika aku membalik tubuhku, benar saja wajah hantu Karin kini berhadap-hadapan denganku dengan jarak yang begitu dekat.
"Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaa ..."
Aku tidak sanggup menatap wajahnya yang mengerikan itu. Aku semakin ketakutan, ketika melihat hantu Karin merentangkan kedua tangannya mendekati leherku. Sepertinya dia bermaksud untuk mencekikku.
"Jangan lakukan itu ... aku mohon jangan bunuh aku ... apa kesalahanku padamu? Kenapa kau selalu mengejarku dan ingin membunuhku?"
Namun hantu Karin mengabaikan perkataanku dan kedua tangannya semakin mendekati leherku.
Aku menutup serapat mungkin kedua mataku, aku tidak sanggup lagi menyaksikan tangan hantu Karin semakin mendekati leherku.
"LESLIE ...!!!"
Aku kembali membuka kedua mataku ketika mendengar suara seseorang yang meneriakkan namaku. Hantu Karin yang tadi berada tepat di depanku, kini sudah tidak ada. Aku menatap ke arah koridor, di tempat ini sangat gelap karena lampu-lampu masih belum menyala. Aku tidak bisa melihat dengan jelas siapa orang yang sedang berlari mendekatiku.
Orang itu terus berlari hingga dia tiba di depanku.
"Leslie ... kau baik-baik saja?"
Begitu orang itu berada di depanku, aku bisa melihat dengan jelas wajah orang itu. Aku begitu senang melihat kedatangan orang itu, sekali lagi dia telah menyelamatkan hidupku. Rasa bahagiaku ini membuatku tanpa sadar menghamburkan diriku dalam pelukan orang itu. Aku pun menangis dengan histeris di pelukan orang itu.
"Tenanglah Leslie ... ada aku di sini. Kau tidak perlu takut lagi."
"Sean ... aku senang kau datang. Terima kasih karena kau sudah datang. Aku sangat ketakutan. Aku pikir kau sudah pergi dan tidak mungkin datang untuk menolongku."
"Tadi entah kenapa wajahmu terus terbayang di kepalaku? Dan tiba-tiba aku merasakan sebuah firasat buruk. Aku merasa kau sedang dalam bahaya, itulah sebabnya aku mengikutimu masuk ke gedung Apartemen ini. Syukurlah karena sepertinya firasatku benar. Apa hantu itu mengikutimu lagi?"
Aku menganggukkan kepalaku menanggapi pertanyaan Sean.
"Sepertinya dia ingin membunuhku ..."
"Ini aneh sekali. Bagaimana jika kita pergi ke rumah Angie dan menginap di rumahnya malam ini?"
Aku merasa saran Sean itu merupakan jalan yang terbaik untuk kami saat ini. Sehingga aku pun menuruti saran Sean dan kami berdua pergi menuju rumah Angie.
KAMU SEDANG MEMBACA
Grandes High School (Leslie) (Proses Penerbitan)
TerrorLeslie Felicia ... remaja 17 tahun yang terpaksa pindah sekolah karena mengikuti orangtuanya. Grandes High School ... sebuah sekolah SMA yang berjarak cukup dekat dari tempat tinggal Leslie yang baru, yang dipilih Leslie untuk menjadi sekolah baruny...