Audrey sakit.
Begitulah kabar yang diterima Kafka saat ia sampai di sekolah. Kafka menatap si kurir pesan, yang tak lain adalah Yusuf. "Lo tau dari mana?" tanyanya seraya melepaskan tas dari bahu lalu meletakkannya di atas meja.
"Monik. Katanya udah tiga hari." Yusuf menjawab. Kemudian cowok itu menumpukan sikutnya di atas meja, dan bertopang dagu. "Audrey sakit karena lo putusin."
Kafka mendesah berat. Tapi ia tidak berkomentar apa-apa.
"Emang lo nggak bisa beri dia kesempatan lagi?"
Kafka mengedikkan bahu. "Gue nggak tahu."
"Perasaan lo sekarang gimana?"
"Ini masih pagi, Suf. Lo yakin pengin bahas masalah perasaan?"
"Sejak kapan mau bahas ini harus ada waktunya?" tanya Yusuf balik.
Sekali lagi Kafka mendesah. Lalu ia menatap Yusuf. Sohibnya itu balas menatap dengan serius.
"Oke. Kalo lo nggak mau bahas ini gue nggak bakal maksa."
"Gue masih sayang dia," aku Kafka akhirnya. "Tapi lo tau sendiri sifat Audrey gimana. Dia nggak pernah berubah. Gue nggak sanggup ngadepinnya."
"Terus lo tetap pengin putus?"
Kafka tidak langsung menjawab. Kemudian Yusuf menepuk bahu sohibnya itu.
"Coba lo pikirin lagi. Jangan sampai lo nyesal aja ntar. Tapi apa pun keputusan lo, sebagai sohib lo, gue bakal dukung."
Kafka mengangguk.
***
Keesokan harinya Kafka dicegat di depan tangga menuju kelasnya. Monik berdiri dengan tangan bersidekap. Sifat cewek itu sama sekali tidak ramah. Berbeda dengan saat Kafka masih menjalin hubungan dengan Audrey.
"Gue nungguin lo," kata Monik langsung, sama sekali tidak ada basa-basi.
"Lo mau apa?"
Monik memasukkan tangan ke saku rok, lalu mengeluarkan sesuatu. "Ini. Dari Audrey. Tolong lo baca." Monik menyerahkan subuh surat beramplop biru langit. Setelah amplop itu berpindah tangan, Monik berbalik pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Di tempatnya Kafka masih mematung menatap surat dari Audrey untuknya.
***
Kafka menghela napas panjang. Surat dari Audrey tergeletak begitu saja di atas mejanya. Sungguh hatinya terasa diremas-remas membaca surat itu. Namun, keputusannya sudah bulat. Ia tidak bisa lagi memberi harapan kepada Audrey.
"Apaan tuh?" tanya Yusuf ketika baru datang.
"Surat dari Audrey," jawab Kafka.
Yusuf mengangguk. Lalu ia duduk di bangkunya. Tak lagi bertanya.
"Gue nggak bisa balikan sama Audrey."
Yusuf menoleh. "Kalo itu keputusan lo, ya jalani."
"Tapi Audrey masih maksa buat balikan," aku Kafka.
Memang benar. Surat itu berisi permintaan Audrey agar Kafka memberinya kesempatan lagi. Ia akan berubah. Ia tidak akan terlalu cemburu dan posesif lagi. Ia tidak akan main tangan lagi. Tapi, Kafka tidak bisa mempercayainya begitu saja. Sebab sudah sering kali Kafka memberi kesempatan bagi Audrey untuk membuktikan janji-janjinya, tapi semua hanya omong kosong belaka. Audrey tetap saja cemburuan. Tetap saja suka menampar dan mencakarnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Shotgun Wedding
RomanceUPDATE TIAP HARI!!! High Rank #28 (31/03/2018) "Aku ingin membencimu. Tapi, yang terjadi, aku malah semakin jauh jatuh cinta kepadamu." Hanya demi kenikmatan sesaat, Azel kehilangan masa remajanya dan mengorbankan masa depannya. Sekarang Azel harus...