Hujan turun sore itu.
Kafka sedang duduk di balkon kamarnya. Kakinya tertekuk, punggungnya bersandar pada dinding. Di sampingnya secangkir cokelat mengepulkan uap hangat.
Hujan adalah salah satu hal yang Kafka suka. Mendengarkan suaranya yang jatuh menimpa atap rumah dengan mata terpejam, membuat Kafka bisa mendengarkan berbagai nada yang harmoni, seakan-akan alam sedang menyenandungkan sebuah lagu. Belum lagi aroma yang dibawanya, sejuk dan bikin hati cowok itu tenang.
Dulu saat Bunda masih hidup, mereka sering menikmati hujan seperti ini. Duduk bersisian dengan kaki tertekuk ditemani secangkir minuman hangat untuk masing-masing orang. Kafka selalu memilih cokelat hangat. Sementara Bunda lebih suka dengan teh biji mahoni. Padahal biji teh mahoni rasanya sangat pahit. Kafka tidak pernah suka teh favorit ibunya itu. Tapi Bunda selalu bilang, biji mahoni baik untuk menyembuhkan luka.
"Tapi Bunda, kan, nggak terluka. Kenapa minum teh biji mahoni terus?" tanya Kafka suatu hari. Ia ingat hari itu sama persis seperti saat ini. Hujan turun dengan lebat di sore hari. Mereka duduk di dekat jendela, memegang cangkir minuman masing-masing. Waktu itu Kafka kelas 3 sekolah dasar.
Bunda menoleh. Sudut bibirnya yang tidak terpulas lipstik--meski pucat tapi bagi Kafka Bunda terlihat tetap cantik--tersenyum tipis. Senyuman yang terlihat sedih.
"Bunda punya luka, Sayang. Lukanya di sini." Bunda memegang dadanya dengan tangan kiri.
Bola mata Kafka kecil membulat. Ia tidak tahu kalau Bunda terluka. Wajahnya terlihat khawatir.
"Bunda nggak apa-apa? Apa rasanya sakit?"
Bunda mengangguk. "Tapi selama ada Kafka, Bunda pasti akan baik-baik saja." Bunda mengulurkan tangan menyetuh pipi Kafka, lalu mengusapnya dengan sayang. "Kafka adalah obat terbaik yang dikirim Tuhan untuk segala rasa sakit dalam hidup Bunda."
Saat itu Kafka tidak terlalu memahami ucapan Bunda. Tapi, ia meletakkan cangkirnya dan membungkus tangan Bunda dengan tangannya. Tangan Bunda besar dan hangat. Kafka selalu suka menggenggam tangan Bunda.
"Kafka akan selalu ada untuk Bunda."
Kali ini Bunda tersenyum lebar. Matanya yang tadi redup berbinar penuh harapan. Satu hal yang selalu Kafka tahu dan yakini, Bunda begitu sangat mencintainya. Dan Kafka pun begitu. Bunda akan selalu ada di urutan pertama orang yang dicintainya di dunia ini.
Setelah tahun berlalu, baru akhirnya Kafka tahu luka yang dimaksud Bunda. Luka itu ternyata tidak sama dengan luka yang dibayangkan Kafka saat itu. Luka itu sama sekali tidak berdarah dan bahkan tidak terlihat. Tapi, luka itu mampu memberikan rasa sakit yang luar biasa. Luka yang sering kali menyerap semangat hidup orang banyak. Luka itu adanya di hati. Luka yang disebabkan oleh cinta.
Sekarang satu hal yang sering memenuhi pikiran Kafka setiap kali mengingat kenangan itu: sudah berapa lamakah Bunda memendam luka itu seorang diri?
***
Hujan selalu menyimpan cerita bagi setiap orang. Setiap kali hujan, orang-orang akan selalu berkunjung dan bernostalgia pada satu kenangannya. Begitu pun Azel. Sore itu hujan, dan ia duduk di depan jendela kamarnya.
Gadis itu mendesah berat saat melihat rintik hujan yang membuat gelur-gelur di jendela. Sore itu hujannya lebat dan berangin. Sama seperti waktu itu.
Setiap kali hujan, Azel akan selalu ingat sepotong kenangan ketika ia kelas X. Saat itu ia ada tugas kelompok pada mata pelajaran bahasa. Mereka disuruh membaca salah satu novel sastra lama dan membuat ulasannya. Satu kelompok terdiri dari dua orang. Dan saat itu Azel satu kelompok dengan Faalih.
Sebenarnya Azel sangat senang satu kelompok dengan Faalih. Ia tidak bisa membohongi dirinya, bahwa ia menyukai cowok itu. Azel juga yakin Faalih juga menyukainya. Karena sering kali di saat belajar mereka saling mencari lewat tatapan, dan saat pandangan mereka bertemu, mereka akan bertukar senyum.
Faalih adalah salah satu alasan yang membuat Azel semangat pergi ke sekolah setiap pagi.
Dan hari itu Faalih mengajak Azel pulang bareng. Sekalian mencari novel yang akan mereka ulas. Faalih dengan jujur menyerahkan tugas membaca kepada Azel, dengan alasan cowok itu tidak terlalu suka membaca. Azel tidak keberatan sama sekali. Tapi, sebagai gantinya Faalih berjanji akan menraktir Azel es krim di IScream, salah satu kedai es krim yang tidak jauh dari sekolah mereka.
Sebenarnya mereka bisa saja meminjam novel sastra lama di perpustakaan. Tapi, Faalih malah mengajak Azel mencari novel itu di salah satu toko buku bekas. Azel menyetujuinya. Malah ia senang karena memiliki waktu lebih lama bersama Faalih. Setelah mereka pacaran, barulah Azel tahu bahwa alasan Faalih mengajaknya mencari novel lama di toko buku bekas adalah sama, agar cowok itu bisa berlama-lama dengan Azel.
Hujan pun turun sore itu. Mereka terpaksa merapat dengan punggung bersandar ke dinding toko. Mereka tidak bisa pulang karena Faalih membawa motor sport-nya.
Azel dan Faalih berdiri bersisian. Bahu mereka saling bersentuhan. Azel menoleh dan melihat Faalih menatapnya dalam. Hal itu tentu saja membuat Azel tersipu malu. Gadis itu buru-buru menunduk dan mengusap lengannya yang mulai kedinginan.
Faalih yang melihat itu melepas jaketnya, lalu memasangkannya pada Azel. Azel menoleh dan Faalih berbisik, "Kamu bisa sakit karena kedinginan." Azel tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun selain mengangguk. Bahkan Azel tidak sempat mengucapkan terima kasih.
Tidak sampai di situ. Faalih juga menyelipkan jemarinya pada jemari Azel. Untuk pertama kalinya mereka berpegangan tangan.
Sore itu hujan membuat jalanan sepi. Di depan toko bekas itu pun hanya mereka berdua. Dan entah apa yang mendorongnya, sore itu Azel mendapatkan ciuman pertamanya. Singkat memang, tapi begitu manis dan berkesan. Pipi Azel merona setelah Faalih menciumnya.
"Aku suka kamu," bisik Faalih. "Kamu mau jadi pacarku?"
Tidak butuh waktu lama Azel bagi Azel untuk menerima rasa cinta Faalih.
Sore itu Azel bersyukur hujan turun. Sebab hujan membawa cerita bahagia baginya. Cinta dan ciuman pertama.
Tapi, saat ini ketika hujan turun, sepotong kenangan itu membuat dada Azel merasa penuh dan sesak. Tenggorokannya sakit setiap kali menelan ludah. Rasanya juga pahit. Azel tidak pernah menyangka kalau kenangan yang manis pun bisa menjadi teramat sangat menyakitkan ketika mengingatnya.
Sekarang yang ada di pikiran hanya ada satu pertanyaan yang selalu berputar-putar: sampai kapankah ia akan terus mengingat kenangan ciuman pertamanya itu?
Azel mendesah. Entah kenapa setiap kali kenangan itu hadir, membuat Azel tidak lagi menyukai hujan.
Hujan selalu membawa cerita manis yang terasa pahit baginya.
***
Kamu pasti bertanya-tanya kenapa part kali ini aku membahas hujan, kan?
Alasannya sederhana. Karena saat ini--saat aku menulis cerita ini--kotaku sedang diguyur hujan. Suara hujan, aromanya, dan kedamaian yang dibawanya menemani kegiatan menulisku.
Oh iya, satu kenangan itu juga datang. Kenangan yang selalu berkunjung setiap hujan mencumbu bumi.
Kalau kamu, kenangan seperti apa yang berkunjung saat hujan turun?
Sampai jumpa esok hari.
Bubay
Kamal Agusta

KAMU SEDANG MEMBACA
Shotgun Wedding
RomanceUPDATE TIAP HARI!!! High Rank #28 (31/03/2018) "Aku ingin membencimu. Tapi, yang terjadi, aku malah semakin jauh jatuh cinta kepadamu." Hanya demi kenikmatan sesaat, Azel kehilangan masa remajanya dan mengorbankan masa depannya. Sekarang Azel harus...