Akhirnya kaus kaki bayi itu selesai juga. Mata Azel berkaca-kaca melihat hasil karyanya itu. Ternyata, menghasilkan sesuatu dengan tangan sendiri itu rasanya luar biasa. Terlalu sulit Azel menggambarkan perasaannya saat ini. Satu yang ia tahu, segala perasaan yang ia rasakan amat sangat menyenangkan.
Azel menempelkan sepasang kaus kaki itu di pipi, lalu mengusap-usapnya. Hangat, bisiknya. Azel jadi tidak sabar menunggu saat kaus kaki itu digunakan pada kaki mungil bayinya.
"Kamu yang sehat ya, Sayang. Mama akan selalu menjaga kamu," bisik Azel sambil mengelus perutnya. Azel tersenyum saat berbicara dengan calon bayinya itu.
Kemudian Azel melipat kaus kali itu, lalu bangkit dari posisi duduknya. Azel melangkahkan kaki menuju meja nakas yang terletak di samping ranjang. Azel melatakkan kaus kaki itu tepat di bawah lampu meja.
Azel mendongak, melihat jam di dinding. Sudah pukul sembilan lewat. Pantas saja tubuhnya merasa lelah. Azel memijat-mijat tengkuknya sebentar sebelum merebahkan tubuhnya.
Saat Azel mengganti posisinya menghadap ke arah kanan, ia melihat tempat di sebelahnya itu kosong. Ia jadi teringat Abytra. Selama menikah Azel tidak pernah melihat Abytra pulang. Itu karena Abytra selalu pulang larut malam dan tentu saja Azel sudah terlelap. Dalam hati Azel bertanya-tanya, apa yang dikerjakan pria itu sampai pulang larut malam.
Sejak kejadian Azel menangis karena Abytra, kondisi mereka kembali seperti semula. Tidak ada lagi komunikasi. Abytra tidak lagi meminta atau menyuruh Azel melakukan apa pun. Tapi, Azel ingat dirinya saat ini adalah seorang istri. Ia punya tanggung jawab melayani suaminya. Maka, setiap pagi ketika Abytra mandi, Azel akan bangun, membuka lemari dan menyiapkan pakaian kerja untuk Abytra. Setelah itu Azel akan turun ke dapur, meminta Bi Surti menghidangkan sarapan untuk Abytra.
Melihat sisi tempat tidur itu kosong memberikan sensasi tidak nyaman di hati Azel. Ia pun kembali mengubah posisi tidurnya, kini menghadap meja nakas. Matanya kembali menangkap sepasang kaus kaki berbahan wol itu. Azel mengulur tangan, menyentuhnya, dan tersenyum.
Senyum itu terus bertahan sampai kelopak mata Azel memberat hingga akhirnya tertidur pulas.
***
24 pesan baru.
103 chat baru.
59 panggilan tidak terjawab.Tulisan itu tertera di layar ponsel pintar Kafka. Memang sejak tadi sore benda itu terus bergetar--Kafka sengaja memasang mode silent agar tidak membuat keributan. Tanpa perlu mengecek, Kafka sudah tahu siapa pengirim pesan, chat, dan penelepon tersebut. Tidak lain adalah Audrey.
Malam sudah larut, tapi mata Kafka tidak mau terpejam. Ia terlentang di atas ranjang dengan mata memandang lekat langit-langit kamar yang berwarna biru pekat dengan lukisan benda-benda luar angkasa.
Berbicara tentang luar angkasa, Kafka menyukainya karena Ibu. Waktu kecil sebelum tidur, Ibu sering mengajaknya melihat langit di halaman rumah. Ibu akan menggelar tikar dan menyediakan camilan dan susu hangat. Ibu akan duduk dan Kafka berbaring dengan paha Ibu menjadi bantal. Ibu akan mengusap-usap kepala Kafka dan bercerita tentang pangeran penguasa langit bernama Orion, Luna si Putri Bulan dan monster kalajengking yang dijuluki Scorpio. Kafka selalu menyukai cerita Ibu. Hingga akhirnya Kafka terlelap di bawah naungan keindahan langit malam.
Makanya, sejak Ibu pergi dan di bawa ke rumah ini, Kafka mendekorasi langit-langit kamarnya dengan lukisan luar angkasa. Dengan begitu ia merasa Ibu selalu ada di dekatnya. Menemaninya tidur. Seperti dulu.
Mengingat Ibu membuat mata Kafka terasa perih dan panas. Pandangannya mengabur. Kafka mengerjapkan mata berkali-kali dan mengusap ujung matanya yang basah. Ia tidak boleh menangis. Ia berjanji pada Ibu untuk tidak menangis.
Ponsel di meja nakas masih bergetar. Tapi, sama seperti tadi Kafka tidak ingin mengangkat panggilan atau membalas pesan serta chat tersebut. Saat ini yang diinginkan Kafka hanya satu. Ibunya. Kafka rindu tangan hangat Ibu yang mengusap kepalanya hingga terlelap.
Kalau kamu rindukan Ibu, pejamkan mata, lalu sebut nama Ibu dalam hatimu sebanyak tiga kali. Maka Ibu akan hadir dalam mimpimu.
Kafka memejamkan mata. Lalu menyebut nama Ibu sebanyak tiga kali dengan sepenuh hati. Berharap apa yang dikatakan ibunya benar. Jika ia melakukan ini ibu akan hadir di mimpinya.
Secara ajaib, setelah melakukan itu, kelopak mata Kafka memberat dan ia pun terlelap.
***
Abytra sampai rumah jam satu dini hari. Hal yang dilakukannya setiap kali pulang adalah mampir ke dapur, mengambil air minum juga melihat Bi Surti--sebab sosok Bi Surti selalu berhasil membuat rasa rindunya pada Mama sedikit terobati. Tapi, malam ini Abytra tidak beruntung. Bi Surti tidak ada di dapur. ART itu sudah pergi istirahat. Tidak dapat melihat Bi Surti ternyata membuat Abytra sedikit kecewa.
Setelah mengambil air minum di dispenser, dan meneguknya hingga tandas, Abytra keluar dapur dan menaiki tangga menuju kamar.
Ketika membuka pintu kamar, yang menyambut Abytra adalah keheningan, cahaya remang dari lampu meja, juga suara detak jarum jam. Sama seperti malam-malam sebelumnya. Di atas tempat tidur, Azel sudah terlelap dalam tidurnya.
Abytra menutup pintu dengan gerakan pelan. Sambil berjalan, pria itu meloloskan lehernya dari simpulan dasi dan membuka kancing-kancing kemejanya. Langkah Abytra terhenti di samping ranjang. Ia menyempatkan diri untuk melihat wajah Azel. Kemudian Abytra menarik napas panjang dan berat.
Abytra memalingkan wajah. Melihat Azel selalu menorehkan perih di dadanya. Rasa bersalah membuatnya sesak dan sulit bernapas.
Saat itulah, pandangan Abytra jatuh pada sepasang kaus kaki mungil berwarna biru yang terbuat dari rajutan benang wol. Abytra mendekat, lalu membungkuk sedikit agar bisa menyentuh kaus kaki itu. Lembut dan hangat, bisiknya dalam hati. Tanpa sadar, sepasang kaus kaki itu berhasil menerbitkan senyum di bibir Abytra.
Abytra menoleh ke belakang. Melihat perut Azel yang sudah terlihat membesar. Azel meletakkan kedua tangannya di depan perut, terlihat ingin melindungi calon bayinya dari serangan apapun.
Bayi itulah nanti yang akan memakai kaus kaki yang Abytra pegang saat ini. Namun, mendadak senyum di bibirnya lenyap seketika saat satu kenyataan menghantam pikirannya. Bayi yang sedang di kandung Azel, bukanlah bayinya. Itu anak orang lain.
Dan kenyataan itu entah kenapa membuatnya Abytra mengepalkan tangan, meremas kaus kaki itu kuat-kuat.
Abytra tidak tahu perasaan apa ini. Tapi yang pasti ia merasa tidak suka, kesal dan juga marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shotgun Wedding
RomanceUPDATE TIAP HARI!!! High Rank #28 (31/03/2018) "Aku ingin membencimu. Tapi, yang terjadi, aku malah semakin jauh jatuh cinta kepadamu." Hanya demi kenikmatan sesaat, Azel kehilangan masa remajanya dan mengorbankan masa depannya. Sekarang Azel harus...