#31: Saling Menguatkan

14.5K 1.1K 56
                                    

Terkadang hati benar-benar tersentuh oleh hal yang paling sederhana. Misalnya saja syal rajutan tangan yang dihadiahkan di saat ulang tahun. Bukan kado yang mahal memang, tapi tentu saja berkesan. Sebab di setiap rajutannya ada perjuangan di sana, juga ketulusan.

Dan itulah yang terjadi pada Abytra. Pria itu tidak dapat memungkiri hati bahwa ia tersentuh oleh syal rajut berwarna merah dengan sulaman namanya pemberian dari Azel. Kenyataan bahwa gadis itu mengetahui tanggal kelahirannya saja sudah mengejutkan, apalagi sampai memberikan kado yang dibuat dengan tangan sendiri. Hati mana yang tidak akan tersentuh oleh hal itu, kan?

Di kantornya, Abytra menatap syal merah itu. Lalu ia meraba sulaman yang bertuliskan namanya. Sudut bibirnya tertarik. Syal itu terasa sangat hangat. Bahkan rasa hangat itu tidak hanya terasa di kulit tangannya, tapi juga sampai ke hati.

Abytra melipat syal itu dengan hati-hati. Lalu, ia menarik laci meja kerjanya. Di dalam laci itu tersimpan harta karun miliknya--benda-benda favoritnya yang memiliki sejarah. Dan sekarang syal rajutan pemberian Azel akan jadi salah satu penghuni laci harta karunnya.

Abytra kembali mengusap syal tersebut. Setelah bertahun-tahun, sekarang Abytra kembali memahami. Rasa senang itu ternyata tidak sulit mendapatkannya. Cukup memperolah perhatian dari seseorang. Sesederhana itu.

Dan itulah yang Abytra rasakan saat ini. Ia tidak tahu entah kenapa ia merasa bahagia dengan perhatian yang ditujukan Azel akhir-akhir ini. Sama seperti perhatian yang dulu Ibu berikan padanya.

***

Hari ini Azel berkunjung ke klinik dr. Rita untuk mengecek kandungan. Ia ditemani Mama. Sesampainya di klinik mereka mengisi administrasi dulu, lalu menunggu di bangku panjang yang sudah disediakan. Antriannya tidak terlalu panjang. Hanya ada satu wanita muda yang ditemani seorang pria. Dari gerak-geriknya, sepertinya mereka pasangan suami-istri. Azel tersenyum pedih melihat pemandangan itu.

Mama yang menyadari arah pandangan Azel, meraih genggaman gadis itu lalu meremasnya. Azel menoleh. Saat ia menatap mata Mama, ia pun mengerti. Meski ia tidak ada suami yang mendampingi, ia tidak akan sendirian. Masih ada Mama yang akan menemaninya.

Pintu ruangan dokter Rita terbuka. Satu pasien keluar--wanita mungil berparas cantik yang juga didampingi suaminya--bersama dengan seorang perawat. Perawat itu mengucapkan sesuatu pada pasangan itu, setelah itu memanggil pasien selanjutnya. Wanita yang duduk di samping Azel itu berdiri dibantu suaminya--mengingat perutnya sudah sangat besar. Lalu keduanya masuk ke dalam ruangan dokter Rita bersama perawat tadi.

Untunglah waktu yang diperlukan untuk menunggu tidak terlalu lama. Dua puluh menit kemudian nama Azel dipanggil. Didampingi Mama, Azel masuk ke ruang dokter Rita.

Selayaknya bertemu teman dekat, Mama dan dokter Rita berpelukan dan cipika-cipiki dulu. Bahkan dr. Rita juga melakukan hal yang sama kepada Azel. Satu hal yang membuat Azel menyukai dr. Rita adalah wanita itu tidak menatap Azel penuh penghakiman ketika pertama kali bertemu dulu. Wanita itu menyambutnya dengan senyum hangat, bertanya kabar, lalu melakukan pemeriksaan. Dan kali ini pun begitu.

Pertama dokter Rita mengecek berat dan tinggi badan Azel. Wanita itu mengangguk-angguk kecil ketika mendapatkan hasilnya. Lalu dokter Rita meminta Azel untuk rebahan di ranjang yang sudah disediakan. Selanjunya adalah pemeriksaan tekanan darah, jantung, organ dalam, dan juga organ perut. Terakhir dokter Rita mengecek kondisi kaki Azel, untuk melihat apakah ada pembengkakan atau tidak.

Setelah dilakukan pemeriksaan, dokter Rita kembali ke mejanya. Menuliskan sesuatu. Azel bangun dari ranjang, dan duduk kembali di samping Mama.

"Bagaimana kondisi Azel, Rit?" tanya Mama setelah dokter Rita selesai menulis.

Dokter Rita tersenyum lalu berkata, "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kondisi Azel dan janinnya sehat. Hanya tekanan darah Azel lemah. Apa kamu sering cepat lelah dan pusing?"

Azel mengangguk. Akhir-akhir ini ia mudah lelah dan sering pusing.

"Tapi tidak perlu khawatir," jelas dokter Rita saat melihat raut cemas Azel. "Untuk menaikkan tekanan darah, Azel harus rajin konsumsi buah dan sayur. Saya saranin wortel, tomat, dan bayam. Itu bagus untuk menaikkan tekanan darah."

Azel mengangguk. Saran dokter Rita akan ia ingat dan laksanakan. Semua demi kebaikannya dan janin yang ia kandung.

"Saya juga sudah tuliskan resep. Oh iya, kamu juga jangan terlalu banyak pikiran. Jangan sampai stres. Sebab hal itu dapat menganggu perkembangan janin."

Sekali lagi Azel mengangguk. Menanamkan setiap pesan dokter Rita ke dalam otaknya.

Setelah itu Mama dan Azel pun berpamitan. Mama dan dokter Rita pun kembali berpelukan. Berpesan untuk meneleponnya jika ada sesuatu yang terjadi kepada Azel. Azel pun memeluk dokter Rita. Juga mengucapkan terima kasih pada wanita itu.

"Tuhan tahu kamu gadis yang kuat. Makanya dia mempercayakan janin ini kepadamu," bisik dokter Rita sambil menepuk-nepuk punggung Azel.

Bisikan itu membuat mata Azel mengembun. Lalu air matanya jatuh. Azel mengusapnya cepat.

"Aku akan selalu menjaganya," balas Azel dengan suara berbisik.

Apa pun yang terjadi, Azel berjanji akan selalu menjaga bayi dalam kandungannya. Mungkin bayi ini hadir dari sebuah kesalahan, namun itu bukan kesalahannya. Bayi ini tidak pernah bersalah. Ia punya hak untuk menjalani kehidupan seperti bayi-bayi lainnya.

Lagi pula tidak ada bayi yang diminta lahir dari hubungan yang salah, kan?

Azel mengusap perutnya. Selama mereka bersama, Azel yakin ia akan kuat menghadapi kehidupannya sekarang ini. Sebab Azel tidak sendirian. Ada calon manusia yang hidup bersamanya, di dalam perutnya, dan membutuhkan dirinya.

Dan mereka akan saling menguatkan.

***

Shotgun WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang