"Apa kau bilang?" tanya Maura dengan nada tinggi. Tubuh wanita itu menegang, sudut bibirnya berkedut, dan matanya menyorot tajam kepada Abytra. Kalau saja mata itu pisau, dijamin saat itu Abytra terbunuh secara sadis.
Abytra memejamkan mata. Menarik napas. Ia tahu hal ini tidak akan mudah diterima oleh Maura. Tapi, entah kenapa ia ingin tetap mengatakan. Ia ingin mencoba.
"Kita berhenti saja," ulang Abytra. Kali ini lebih tegas dan jelas.
Seketika tawa Maura pecah. Bukan tawa yang menyenangkan. "Kau bercanda? Kalau, ya, sungguh bercandaanmu ini lucu sekali," ucapnya sinis.
"Aku serius!"
"Aku juga serius. Ini leluconmu paling lucu yang pernah aku dengar."
Lihat, kan? Ini tidak akan mudah.
"Aku merasa balas dendam ini tidak pernah benar."
Plak!
Satu tamparan mendarat di pipi Abytra yang memar. Rasanya pedas dan panas. Abytra menoleh kepada Maura, dan melihat wanita itu mengepalkan tangannya.
"Setelah sejauh ini ... baru sekarang kau berpikir kalau apa yang kita lakuin ini salah?"
Abytra tidak menjawab. Pria itu mengigit bibir dan mengusap pipinya yang nyeri.
"Kau harus tahu, kau tidak bisa berhenti di sini ... di mana aku sudah melakukan banyak hal untuk berada di titik ini untukmu. Apa kau tahu pengorbanan yang udah aku lakukan? Aku udah mengorbankan perasaanku terhadapmu. Apa kau tahu gimana rasanya?" teriak Maura sengit. Dan itu belum berakhir.
"Kau pikir mudah bagiku menerimamu menikahi gadis lain, ha? Coba kau pikir gimana sakitnya hati ini setiap kali aku sadar kau berada satu kamar, satu ranjang, dengan gadis lain. Apa kau pernah sedikit saja memikirkan itu?"
Abytra melihat setitik air mata menyembul di sudut mata Maura. Wanita itu mengerjap, mungkin berharap air matanya tidak jatuh.
"Setelah berkorban sejauh itu, lalu kau pinta aku berhenti tanpa mendapatkan apa pun? Aku bukan wanita sebaik itu! Aku butuh balasan atas semua pengorbanan ini. Aku butuh obat untuk segala sakit yang kutanggung selama ini. Dan ... kupikir harta Thomas itu bayaran yang setimpal."
Abytra masih diam. Tidak tahu berkata sepatah kata pun. Hanya helaan napas beratnya yang terdengar. Ia merasa sedih dan berdosa. Ia tidak pernah menyangka bahwa keingin balas dendamnya membuat Maura menanggung beban sejauh ini. Ternyata banyak hal yang dipendam Maura selama ini. Ia pikir wanita itu baik-baik saja menjalankan setiap rencana mereka. Ternyata tidak. Wanita itu terluka. Lebih parahnya ... dendam ini mengubah Maura.
"Maaf," bisik Abytra lirih. Untuk rasa sakit Muara. Untuk keegoisannya selama. Untuk semua hal kesalahan yang ia lakukan karena dibutakan dendam.
"Aku tidak bisa berhenti. Aku akan tetap pada rencana ini. Kau mau berhenti atau tidak, terserah. Aku tidak peduli lagi. Sama tidak pedulinya dirimu kepada sakit yang kutanggung selama ini."
Maura berdiri, menyudahi pembicaraan ini. Ia melangkah pergi. Tapi baru beberapa langkah ia berhenti.
"Aku tahu, sejak membiarkanmu menikah dengan gadis itu, aku pasti kehilangan hatimu. Tapi ... aku tidak akan pernah membiarkan kamu meninggalkanku. Asal kau tahu, aku bisa melakukan hal apa saja untuk mengikatmu di sisiku. Termasuk memberitahu gadis itu tujuan kau menikahinya. Kau pikir setelah mengetahui itu dia akan baik-baik saja?"
Tubuh Abytra menegak mendengar kata-kata Maura. Meski semuanya Maura ucapkan dengan nada datar, Abytra tahu Maura serius dengan ancaman itu.
"Kau mengancamku?"
Maura menoleh. Ia tersenyum sinis. "Ya," jawabannya sebelum masuk ke dalam kamar dan membanting pintu dengan keras.
Abytra memejamkan mata. Kepalanya mendadak migrain.
***
(Azel)
Azel menyentuh pipi Abytra. Pria itu tersentak, lalu menoleh.
"Kau melamun?" tanya Azel. Saat itu mereka di kamar, tiduran di ranjang, dan Azel dalam dekapan Abytra.
Abytra tersenyum tipis. "Maaf," bisiknya sambil menyentuh tangan Azel di pipinya.
"Apa ada masalah?"
Abytra tidak langsung menjawab. Ia malah menurunkan tangan gadis itu dari pipinya, lalu meyelipkan jemarinya di sela-sela jari Azel dan menggenggamnya.
"Lihat ...," kata Abytra sambil mengangkat dan memperlihatkan tangan mereka yang saling menggenggam. "Pas, kan?"
Azel melihat dan menemukan tangannya yang kecil tergenggam ditangan Abytra. Tangan pria itu besar dan jari-jarinya panjang. Tapi entah mengapa tangannya terasa pas dalam genggaman Abytra. Seolah seperti dua keping puzzle yang menemukan pasangannya.
"Kau berusaha mengalihkan cerita?" selidik Azel.
Abytra tertawa kecil. Tidak menyangka gadis itu bisa menebaknya. Lalu, Abytra mengeratkan pelukannya dan mengusap lembut pipi Azel.
"Hanya masalah kecil. Kau tidak perlu khawatir."
"Kau yakin?"
Abytra mendekatkan wajahnya hingga dahi mereka bersentuhan, dan pria itu berbisik, "Ya."
Lalu, Abytra menyapukan bibirnya di atas bibir Azel. Rasanya manis dan hangat. Juga memabukkan. Serta bikin ketagihan. Saat melihat mata Azel terpejam--seakan menyambut ciumannya--Abytra pun mengetatkan pelukannya. Melenyapkan jarak di antara mereka.
Untuk saat ini, Abytra tidak ingin memikirkan ancaman Maura. Ia hanya ingin memikirkan Azel, menikmati waktu yang ia bisa miliki bersama gadis itu. Ia ingin menciptakan banyak kenangan dengan Azel. Selagi bisa. Selagi mereka punya waktu bersama.
Sebab Abytra tahu, cepat atau lambat ini semua harus berakhir. Terpaksa diakhiri.
***
Halo semuanya. Maaf kemarin aku tidak up. Karena ada hal urgent yang harus aku dahulukan.
Oh iya, yang mau gabung ke grup WA, silakan chat ke no 082169672389, ya. Jangan lupa perkenalkan dirinya. Biar aku tahu dan bisa masukin ke grupnya. ^^
Sampai di sini dulu.
Sampai jumpaBubay
Kamal Agusta
KAMU SEDANG MEMBACA
Shotgun Wedding
Roman d'amourUPDATE TIAP HARI!!! High Rank #28 (31/03/2018) "Aku ingin membencimu. Tapi, yang terjadi, aku malah semakin jauh jatuh cinta kepadamu." Hanya demi kenikmatan sesaat, Azel kehilangan masa remajanya dan mengorbankan masa depannya. Sekarang Azel harus...