#13: Satu Langkah Lebih Dekat dengan Tujuan

23.3K 1.4K 36
                                    

Pagi itu wajah Thomas Danuwijaya terlihat kalut. Seperti langit yang pagi itu gelap karena hujan sedang turun. Setiap kali ada telepon yang masuk, maka wajah Thomas menjadi kian kusut.

Abytra tahu betul penyebabnya. Tina, kenalan Maura yang bekerja di Danuwijaya Textile, perusahaan milik Thomas yang bergerak di Industri tekstil, mengatakan bahwa Danuwijaya Tekstil terancam bangkrut. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar menjadi pemicu utamanya. Apalagi perusahaan tersebut masih menggunakan bahan baku impor, membuat biaya produksi membengkak. Sementara itu, pangsa pasar di dalam negeri sendiri saat ini mengalami penurunan yang signifikan. Belum lagi dengan adanya produk-produk pakaian ilegal yang masuk ke dalam negeri, semakin melemahkan pangsa pasar itu sendiri.

Selain itu, Danuwijaya Textile juga mengalami masalah internal. Salah satunya adalah manajemen yang buruk. Perusahaan tidak cepat mengantisipasi perkembangan zaman. Kurangnya inovasi pada produk. Ditambah lagi adanya gagal produksi karena kelalaian pekerja.

Melihat keadaan itu, Abytra merasa inilah waktu yang tepat untuk memulai rencananya. Seperti ya dikatakan Maura. Rencana ini pasti berhasil. Mengingat Danuwijaya Textile di ambang kehancuran. Bantuan apapun pasti akan sangat dibutuhkan. Terlebih jika itu menyangkut keuangan.

"Kau bisa mulai dengan menanam modal di sana. Dengan begitu, kau akan memiliki berapa persen saham di sana. Nanti, kau bisa menempatkanku sebagai orang kepercayaanmu di perusahaan itu. Kita juga bisa memperkerjakan beberapa orang yang nantinya akan membantu kita. Lalu secara perlahan, kita akan bergerak dan mengambil alih semuanya."

Rencana Maura itu kembali bergema di kepala Abytra. Ia merasa apa yang dikatakan Muara benar. Ia akan lebih mudah menguasai perusahaan milik Thomas Danuwijaya jika terlibat di dalamnya.

***

"Dengan begini, Danuwijaya Textile akan terhindar dari kebangkrutan," kata Abytra mengakhiri pembicaraannya.

Saat itu Abytra berada di dalam ruang kerja Thomas. Ia mengajak mertuanya itu bicara empat mata, dan mengajukan penanaman modal untuk membantu Danuwijaya Textile. Dengan modal tersebut, dapat membantu permasalahan keuangan yang kini tengah melanda perusahaan milik Thomas.

Thomas duduk bersandar di kursinya dengan tangan terlipat di dada. Kening Thomas berkerut, berpikir mengenai penawaran yang diberikan Abytra.

"Kita sudah menjadi keluarga. Sudah sewajarnya aku membantu perusahaan milik Papa," kata Abytra, masih berusaha membujuk.

Sebenarnya Abytra ingin muntah saat menyebut Thomas dengan panggilan Papa. Hatinya benar-benar tidak sudi. Tapi demi rencana, ia harus melakukannya. Bagaimanapun ia harus membuat Thomas menyetujui bantuan itu. Ini adalah awal. Kalau ini gagal, maka mereka harus membuat rencana baru lagi.

"Lebih cepat masalah keuangan ini selesai, maka akan lebih baik. Perusahaan bisa menjalankan produksi lagi."

Bujukan itu sepertinya berhasil. Thomas terlihat mulai terpengaruh. Pria itu meletakkan tangan di atas meja dan memajukan tubuhnya. Thomas berdehem pelan sebelum menganggukan kepala tanda setuju.

"Baiklah," putusnya. "Kau dan aku bisa membicarakan masalah ini lebih lanjut di kantor."

Abytra tersenyum dan mengangguk.

"Bagaimanapun ini bisnis, harus ada pembahasan lebih lanjut mengenai perjanjian kerjasama antar dua pihak. Meski kita keluarga, masalah bisnis tetap harus dijalankan sebagaimana mestinya."

Thomas meminta Abytra untuk datang ke perusahaan esok hari. Siang ini Thomas akan mengadakan rapat dengan beberapa pimpinan untuk membahas beberapa hal demi menyelamatkan perusahaan dari gerbang kebangkrutan.

Thomas mengangguk dan berjanji akan datang esok hari. Setelah keluar dari ruang kerja Thomas, Abytra mengepalkan tangannya. Bibir tersenyum lebar. Satu langkah berjalan dengan baik. Itu berarti ia semakin dekat dengan tujuannya.

Rasanya Abytra sudah tidak sabar untuk melihat kehancuran Thomas Danuwijaya.

Abytra memasukan tangan di saku celana lalu melangkahkan kaki meninggalkan ruang kerja Thomas. Dalam hati Abytra berbisik, Selamat datang pada kehancuran, Thomas Danuwijaya.

***

"Sudah kubilang, ini pasti akan berhasil. Perusahaan itu dalam keadaan pailit. Bantuan yang kau berikan pasti akan sangat disambutnya dengan tangan terbuka."

Seperti biasa, Maura dan Abytra sarapan bersama. Di resto langganan mereka. Abytra memesan americano dan sandwich tuna. Sedangkan Maura cukup puas dengan  green tea. Saat Abytra memaksa Maura untuk memesan yang lain, wanita itu menolak dengan alasan diet.

"Dan sebentar lagi kau akan jadi menantu kesayangannya. Menantu yang di mata Thomas menjadi penyelamat perusahaan miliknya, lanjut Maura setelah menyeruput teh hijaunya.

"Tapi kenyataannya aku bukanlah penyelamat," sahut Abytra kalem.

"Kau benar. Kau adalah penghancur. Musuh di dalam selimut. Aku tidak dapat membayangkan bagaimana reaksinya saat tahu siapa kau sebenarnya. Ia pasti akan menyesal seumur hidup karena menerima bantuanmu ini."

Setelah mengatakan itu, Maura menutup mulutnya dengan tangan dan tertawa.

"Dari apa yang kau bilang, aku terdengar seperti orang yang sangat jahat."

Maura menggangguk-angguk. Kemudian berkata, "Ya. Kau memang sangat-sangat jahat." Maura meraih tangan Abytra yang berada di atas meja dan menggenggamnya, lalu melanjutkan kata-katanya, "Terkadang untuk melawan orang jahat, kita harus jadi lebih jahat lagi. Tapi, kau tidak perlu merasa bersalah. Thomas dan keluarganya pantas mendapatkan itu, mengingat apa yang telah ia lakukan pada keluargamu."

Abytra membalas menyelipkan jemarinya di antara jari-jari Maura dan menggenggamnya erat. "Terimakasih sudah berada di sisiku selama ini."

Maura tersenyum lembut dan mengangguk. "Berada di sisimu adalah takdirku. Kau ingat kata-kata itu, kan?"

Abytra terkekeh pelan. Tentu saja ia ingat kata-kata itu dengan jelas. Itu adalah kalimat yang ia ucapkan saat meminta Maura menjadi kekasihnya. Abytra mengatakan bahwa kehilangan Ibu di hari dan tempat yang sama adalah takdir yang membawa mereka untuk saling memiliki. Mereka ditakdirkan untuk bersama.

"Aku tidak mungkin melupakannya."

"Dan aku memercayainya," sahut Maura. Lalu Maura berdehem pelan, dan berkata dengan nada riang, "Selamat kau sudah satu langkah lebih dekat dengan tujuanmu."

Ya, Abytra sudah satu langkah lebih dekat dengan tujuannya. Sekarang ia tinggal memikirkan rencana lain. Rencana yang akan membuatnya semakin dekat dengan kehancuran Thomas Danuwijaya.

Shotgun WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang