#28: Syal Rajut dengan Sulaman Nama

15.3K 1.2K 83
                                    

Maura menatap puas hasil masakannya. Hari ini ia sengaja memasak sesuatu yang spesial, ayam bakar madu, onion ring, sambal dadak, udang goreng tepung, dan tumis kangkung. Untuk dessert Maura memilih puding pelangi. Semuanya merupakan makanan kesukaan kekasihnya, Abytra. Hari ini Abytra berulang tahun, dan mereka sudah berjanji akan merayakannya dengan dinner di rumah Maura.

"Apa yang kurang, ya?" bisik Maura sambil sajian di atas meja makan. Semuanya sudah tertata rapi. Piring-piring keramik, sendok-garpu, gelas-gelas berkaki tinggi, sudah berada di tempatnya, siap untuk digunakan. Maura mengetuk-ngetuk dagu dengan telunjuk tangan kanan, mencoba mencari tahu apa yang kurang.

"Oh iya, lilin!" serunya. Candle light dinner tidak akan lengkap tanpa lilin aromaterapi. Pencahayaan yang hanya bersumber dari lilin selalu membuat suasana menjadi romantis. Setelah menemukan lilin di lemari kabinet, Maura meletakkannya di tengah meja. Sekarang semuanya sudah sempurna. Senyum lebar menghiasi bibir penuh Maura.

Maura meronggoh saku celemeknya, mengambil ponsel. Masih ada satu jam lagi dari waktu janjian. Sekarang Maura tinggal mandi dan dandan secantik mungkin. Tapi sebelum itu ia ingin menelepon Abytra dulu.

"Halo. Kamu masih di kantor?" tanya Maura ketika panggilan tersembung. Wanita itu diam sejenak, mendengarkan Abytra berbicara.

"Oke. Aku tunggu di rumah, ya. Hati-hati di jalan."

Sambungan diputus. Maura menyimpan kembali gawainya. Lalu bergegas menuju kamar untuk bersiap-siap sebelum Abytra datang.

***

Azel menggerakkan lehernya ke kiri-kanan. Duduk lama dan menunduk membuat otot-otot lehernya kaku. Tapi, senyuman menghiasi bibir tipis Azel. Semua karena syal rajut dari benang wol berwarna merah itu berhasil ia selesaikan.

"Sekarang tinggal menyulam namanya dengan benang warna kuning emas," bisik Azel puas melihat hasil rajutannya. Setelah berbulan-bulan merajut, Azel sudah telaten melakukan itu.

Azel melipat syal itu. Sekarang ia mau istirahat dulu sebentar, sebelum melanjutkan pekerjaannya menyulam sebuah nama di syal berwarna merah tersebut.

Terdengar suara ketukan pintu. Azel melatakkan syal dan peralatan merajutnya di meja nakas. Lalu ia berteriak, "Siapa?"

"Gue!" Itu suara Kafka.

"Buka aja. Nggak dikunci."

Terdengar suara derit pintu. Lalu kepala Kafka menyembul di celah pintu yang terbuka.

"Gue mau keluar. Nyari sate. Lo mau? Atau mau nitip yang lain?" tanya Kafka.

"Sate Mang Bedjo yang di perempatan?"

Kafka mengangguk.

"Iya gue mau. Tapi gue sate ayam, ya. Kuah kacang. Trus banyakin bawang gorengnya."

"Sate ayam. Kuah kacang. Banyakin bawang goreng." Kafka mengulang. "Ada yang lain?" tanyanya lagi.

"Itu aja," jawab Azel.

"Oke deh. Ntar kalo gue udah balik gue panggil."

Azel mengangguk. Lalu pintu kembali di tutup. Azel pun memutuskan untuk rebahan karena punggungnya merasa pegal.

***

"Thanks," bisik Abytra. Tangannya dan tangan Maura saling menggenggam di atas meja. "Aku benar-benar kenyang. Perut ini ingin meledak rasanya," tambah Abytra kemudian dengan bibir tersenyum.

Acara candle light dinner sudah selesai. Makanan di atas meja sudah habis, hanya menyisakan peralatan makan yang kotor.

"Setelah ini kita nonton. Aku udah pilihkan film yang bagus. Gimana?" tawar Maura.

Shotgun WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang