Abytra keluar dari kamar mandi dengan rambut basah. Tangan kiri pria itu masih menggosok-gosok rambutnya dengan handuk. Aroma menthol dari sabun mandi tercium dari tubuh atletisnya.
Sesampainya di ranjang, Abytra sudah melihat setelan kantor--kemeja lengan panjang berwarna baby blue, celana kain warna hitam, dasi berwarna navy, dan jas--sudah tersusun rapi di atas tempat tidur. Ia tahu betul siapa oknum yang melakukan ini semua. Pria itu memejamkan mata, menarik napas sedalam-dalamnnya, lalu mengembuskannya secara perlahan. Sungguh, saat ini ada pertarungan di hatinya. Setengah merasa senang dengan perhatian yang terus ia dapatkan dari Azel. Setengah lagi gelisah karena perhatian itu bisa menyulitkannya untuk membalas dendam.
Tapi, pada akhirnya Abytra tetap mengenakan pakaian yang sudah disiapkan Azel, sama seperti beberapa hari belakangan ini.
Sudah derit pintu membuat Abytra menoleh dari kancing-kancing kemejanya. Azel yang masuk. Ada nampan di tangannya. Dari aroma yang tercium, Abytra bisa menebak yang dibawa Azel itu adalah secangkir kopi.
"Sudah berapa kali kukatakan, jangan bawa sarapan apa pun untukku," kata Abytra.
"Kenapa? Kamu takut aku memasukkan racun ke dalam cangkir kopimu?"
Abytra mendesah. Bukan itu sebenarnya Abytra menolak Azel membawakan sarapan untuknya. Ia sama sekali percaya Azel tidak akan tega memberinya racun. Gadis itu tidak sekejam itu. Tapi, Abytra tentu saja tidak bisa mengatakan alasan yang sebenarnya. Sebab hatinya pun masih berusaha menyangkal alasan itu.
"Bukan," jawab Abytra singkat, kembali memasang kancing kemejanya.
Setelah berinteraksi beberapa kali, Azel tahu Abytra bukanlah pria yang menakutkan--seperti dugaannya dulu. Tatapan Abytra memang tajam, perkataannya kadang juga kasar, tapi entah kenapa di dalam hatinya Azel tahu Abytra pria yang baik. Terlebih saat mendengar Abytra menangis dalam mimpi sambil memanggil ibunya. Nah, mana ada pria berhati jahat yang menangis memanggil-manggil ibunya dalam mimpi, kan? Makanya, sekarang Azel mulai berani berinteraksi dengan Abytra.
"Terus kenapa? Pasti ada alasannya, kan?"
"Aku tidak perlu memberitahumu alasannya."
"Tapi aku ingin tahu!" Azel bersikeras.
"Karena aku tidak ingin kau kenapa-napa!" sentak Abytra cepat. Saat ia sadar apa yang baru saja ia ucapkan, Abytra membuang muka. Ia memaki dirinya yang keceplosan mengatakan itu. Sial! Kenapa ia bisa kelepasan?
Azek terdiam. Mencerna kata-kata Abytra barusan. Matanya mengerjap-ngerjap. Saat ia memahami setiap kata yang Abytra ucapkan, Azel tidak bisa menahan senyum di bibirnya. Lihat, kan? Abytra memang pria yang baik.
Saat melihat senyum di bibir Azel, Abytra membuka lagi mulutnya. "Ma-maksudku ... aku tidak mau disalahkan kalau terjadi sesuatu denganmu. Itu sangat merepotkan aku!" tambah Abytra.
Tapi penyangkalan itu tetap saja tidak bisa melunturkan senyum di bibir Azel. Azel maju mendekati Abytra. Lalu gadis itu menarik kursi di bawah meja rias, dan menaikinya. Azel memasang dasi di leher Abytra.
Mata mereka saling menatap. Kemudian Azel berbisik, "Makasih kamu udah peduli kepada--"
"Aku tidak peduli padamu," sangkal Abytra. Tapi tentu saja itu kebohongan.
Azel makin tersenyum. Senyum yang entah bagaimananya terlihat menarik di mata Abytra. Membuat desiran di dadanya.
"Kata orang, mata adalah jendela hati. Kamu mau tahu apa yang aku lihat di matamu?"
Azel menaikkan alisnya, menunggu respons dari Abytra, tapi bibir Abytra tidak bergerak sedikit pun.
"Aku melihat kepedulian di matamu. Sesering apa pun kamu menyangkal, aku tahu kamu peduli."
"Aku--"
"Sst ..." Azel meletakkan telunjuknya di bibir Abytra, membuat kata-kata penyangkalan yang masih ingin ia lontarkan, terhenti di ujung lidah. "Jangan mengatakan apa pun lagi. Aku kesulitan memasang dasinya karena kau terus bergerak setiap kali berbicara."
Abytra semakin gelisah dengan dirinya yang patuh untuk tidak bergerak. Ini benar-benar sudah gila. Kenapa ia jadi begini?
"Akhirnya beres," kata Azel merapikan simpul dasinya. Lalu gadis itu turun dari kursi. Abytra membantunya dengan memegang tangan Azel sampai kaki gadis itu menjejak lantai.
"Mengenai yang tadi, kamu nggak perlu khawatir. Aku bisa jaga diri. Membawa sarapan untukmu ke kamar ini nggak akan membuatku celaka."
Satu hal yang Abytra tahu sekarang tentang Azel. Ternyata gadis itu keras kepala.
"Terserah kau saja!" kata Abytra akhirnya. Biarkan saja Azel melakukan hal sesukanya. Dan ia tidak perlu mempedulikan hal itu.
Tapi ... nyatanya Abytra tidak lagi bisa bersikap tidak peduli.
Abytra menyugar rambutnya. Semakin kesal dengan dirinya yang seperti ini.
Azel tersenyum. Lalu gadis itu mengambil jas di atas tempat tidur dan memberikannya kepada Abytra. Pria itu langsung mengenakannya. Azel semakin tersenyum lebar melihat penampilan Abytra dalam balutan jas resmi begitu. Pria itu sungguh tampan dan menawan.
"Apa yang kau lihat?" tanya Abytra yang jengah dengan senyum dan tatapan Azel.
"Nggak apa-apa. Aku hanya senang bisa memilihkan pakaian yang cocok untukmu. Kamu terlihat tampan."
Sebenarnya Azel mengatakan hal itu tanpa maksud apa-apa. Tapi, Abytra merasakan wajahnya memanas. Ia semakin jengah dengan reaksi yang terjadi pada dirinya mendengar kata-kata Azel barusan. Desiran-desiran ganjil memenuhi dadanya.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Abytra melewati Azel, dan keluar dari kamar. Azel memanggil Abytra, meminta pria itu untuk sarapan dulu. Tapi, Abytra memilih untuk mempercepat langkahnya.
Satu-satunya yang Abytra inginkan saat ini adalah menjauhkan diri dari Azel. Agar gadis itu tidak melihat wajahnya yang merona, juga tidak menyadari dirinya yang salah tingkah.
Sial! Abytra mengumpat. Ia sungguh tidak mengerti kenapa Azel bisa membuat dirinya sulit mengendalikan diri dan bertingkah semenyedihkan ini.
Sejak kapan pula ia bisa salah tingkah dan tersipu malu di dibilang tampan oleh gadis berusia tujuh belas tahun?
Ah, sial! umpat Abytra sekali lagi.
***
Halo semua. Maaf banget postingnya larut banget. Soalnya aku baru pulang dari privat jam setengah 9 malam. Semoga kalian masih bangun, ya.
Oh iya, saya mau ngucapin terima kasih kepada pembaca cerita ini. Karena dukungan kalian hari ini Shotgun Wedding berada di ranking 86 dalam kategori romance. Duuuh senangnya. Tembus juga 100 besar. Semoga nanti bisa masuk 10 besar, ya.
Oh iya. Terimakasih juga buat Princess_Nn yang udah kasih semangat nulis cerita ini. Semoga ntar cerita ini beneran jodoh dengan penerbit itu, ya. :')
Udah segini dulu ah. Sampai jumpa lagi ya.
Bubay
Kamal Agusta
KAMU SEDANG MEMBACA
Shotgun Wedding
RomantizmUPDATE TIAP HARI!!! High Rank #28 (31/03/2018) "Aku ingin membencimu. Tapi, yang terjadi, aku malah semakin jauh jatuh cinta kepadamu." Hanya demi kenikmatan sesaat, Azel kehilangan masa remajanya dan mengorbankan masa depannya. Sekarang Azel harus...