Abytra berdiri di depan pintu ruangan Thomas. Ia melihat orang yang dicarinya sedang duduk dengan punggung tersandar di sandaran kursi. Thomas yang menyadari kehadiran Abytra tersenyum lalu menyuruh menantunya itu masuk. Keraguan melanda Abytra seketika. Benarkah ini yang ia harapkan?
Abytra memejamkan mata, tangannya terkepal kuat di kedua sisi, lalu saat ia membuka mata kakinya mengayun mendekat kepada Thomas.
"Maaf baru bisa menemuimu sekarang. Tadi ada klien yang harus Papa tangani," jelas Thomas. "Mau minum apa?" tanya Thomas lagi.
Abytra tersenyum basa-basi, lalu menggeleng. Ia tidak butuh minum apa pun. Yang ia butuhkan ada sebuah kebenaran. Namun, nyatanya ia sendiri bingung harus memulai dari mana. Memulainya dengan basa-basi sudah tidak mungkin lagi. Soalnya Abytra pun tidak bisa berbicara basa-basi.
"Jadi, ada apa kamu ingin menemui Papa?" Thomas melipat tangan dan meletakkannya di atas meja. Tubuhnya maju mendekat dengan punggung menegak.
Abytra meremas tangannya. Mungkin memang sudah saatnya. Mumpung Thomas bertanya, dan Abytra tidak punya alasan lagi untuk menundanya.
"Apa Papa kenal dengan Johan Prakoso?"
Wajah ramah yang tadi ditunjukkan Thomas seketika berubah. Abytra bisa melihat pupil mata pria itu membesar, dan gerakan matanya seketika menjadi awas. Gestur tubuhnya menegang. Dan raut ketakutan terpeta jelas di wajahnya.
"Dari ma--"
"Dari mana aku tahu?" Abytra memotong cepat sebelum Thomas menyelesaikan ucapannya. "Apa Anda sudah melupakannya?" Kini Abytra tak lagi memanggil Thomas dengan sebutan Papa.
Tangan Thomas beralih ke pegangan kursi. Tangan itu mengepal dan bergetar. "Siapa kau sebenarnya?" tanya Thomas dengan nada takut yang tidak bisa ia sembunyikan.
Abytra tersenyum sinis. "Apa Anda sama sekali tidak ingat wajah sahabat yang Anda khianati itu?"
Sekali lagi raut wajah Thomas berubah. Ketakutan, terkejut, terancam, cemas, semuanya berbaur menjadi satu. Namun, pria itu buru-buru mengendalikan diri.
"Apa kau ..."
Abytra mengangguk. "Ya. Aku anaknya Johan."
Thomas seketika berdiri. Kursinya terjengkang karena terlalu keras ia dorong. Pria itu mundur beberapa langkah, merasa terancam, sekaligus takut.
"Apa yang kau inginkan?"
***
Abytra membuka pintu mobil, lalu masuk ke dalamnya. Pria itu menelangkupkan wajah di atas kemudi. Ia memejamkan mata dan dadanya naik-turun karena gejolak emosi.
Pembicaraan dengan Thomas memang bukanlah hal yang menyenangkan. Reaksi pria itu tentu saja terkejut saat mengetahui Abytra adalah anak dari seseorang yang begitu ia kenal. Tapi, sungguh Abytra tidak terlalu merasa senang melihat keterkejutan Thomas. Sebab ada hal lain yang ia inginkan, yaitu kebenaran dari segala yang terjadi di masa lalu. Dan, pada akhirnya itu yang ia dapatkan.
Bukan kebenaran yang menyenangkan, tapi tetap saja itu lebih baik daripada segala praduga yang ia miliki selama ini. Setidaknya dengan begini, ia tahu langkah apa yang harus ia lakukan.
Demi dirinya, juga Azel, gadis yang ia cintai.
***
Maure tersenyum saat mendapati Abytra berdiri di depan pintu rumahnya dengan tampang kusut. Sejak hubungan mereka memburuk, Abytra sudah jarang datang ke rumahnya ini. Seakan-akan Abytra sengaja menciptakan jarak antara mereka. Tapi, Maura sama sekali tidak khawatir. Sebab, ia memegang kartu AS milik Abytra. Ia percaya suatu saat pria itu pasti kembali kepadanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Shotgun Wedding
RomansaUPDATE TIAP HARI!!! High Rank #28 (31/03/2018) "Aku ingin membencimu. Tapi, yang terjadi, aku malah semakin jauh jatuh cinta kepadamu." Hanya demi kenikmatan sesaat, Azel kehilangan masa remajanya dan mengorbankan masa depannya. Sekarang Azel harus...