{sakit} 😷

3.4K 197 2
                                    

Malam ini rendi dan aldi kembali menginap dirumah ryan. Jam menunjukkan pukul 07.00, tapi mereka malah asik dengan kegiatan masing-masing dikamar ryan. Sedangkan sang empu, dia membenamkan wajahnya kedalam selimutnya.

"Eh si anjir, ngakak coy! "

"Ih si demay kok ucul banget ya? Jadi emesh bang aldi liatnya."

"Gak mikir tuh orang! Ngapain di sisir coba? Tuh kepala gak ada rambutnya ogeb! "

"Dede mela.... Disini dingin deh, jadi pengin dipeluk.''

"Hahaha! "

Ryan mengerang berkali-kali, mereka berdua berisik. Yang satu liat video youtobe yang satu malah asik video call dengan pacarnya.

"Berisik! "

Itu bukan suara ryan melainkan seseorang yang tengah berdiri diambang pintu. Dia, ezra.

"Eh, bang ezra...."

"Kenapa bang? "

Tatapan ezra beralih kepada ryan, dan mendekatinya.

"Makan malam dulu, ini lagi bocah malah tidur. Kebo bet si."

Ezra menarik selimut yang menutupi wajah ryan, tapi malah ditarik kembali oleh ryan.

"Bangun dek! Makan dulu."

Tak ada jawaban, ezra mengguncangkan tubuh ryan pelan.

"Bangun elah nih anak! "

Masih tak ada jawaban, dengan paksa ezra menarik selimut ryan. Disanalah tampak wajah pucat bak mayat dengan keringat dingin mengalir deras dari kening ryan.

"Yan! '' pekik ezra kalap, rendi dan aldi juga tak kalah paniknya.

"Yan! Masih bisa denger abang kan? "

Ryan tak menjawab, pemuda itu sibuk mencengkram erat dada kirinya sambil mengerang.

"Di, panggil ayah sama bunda! Ren, cari obat ryan! " keduanya mengangguk.

Tanpa menunggu lama, tampak kedua orang tua ryan muncul dengan wajah paniknya. Ayah vito mendekat dan mengecek suhu tubuh ryan. Ia demam, suhu tubuhnya benar-benar panas.

"Bun, ambil kompresan. Adek demam" bunda eva mengangguk.

"Yah, ini obatnya"

Rendi datang membawa segelas air dan obat ryan. Ayah vito dan ezra membantu ryan meminum obatnya. Kini, mereka menunggu obat itu bereaksi.

"Gimana yah?"

Ayah vito menatap ryan, kernyitan masih tercetak jelas disana.

"Masih sakit dek?"

Ryan mengangguk pelan, bunda eva memanda ryan dengan mata berkaca-kaca. Begitu pula dengan rendi dan aldi yang menatapnya dengan sirat kekhawatiran.

"Rumah sakit ya dek?" ayah vito mengusap lembut rambut hitam ryan.

"G-gak usah yah...." lirih ryan.

Tes

Bunda eva menangis dipelukan ezra, ia menatap rendi dan aldi seolah meminta mereka untuk keluar bersamanya. Setelah mereka keluar,ayah vito mendekati ryan dan berbaring disebelahnya.

"Sini ayah peluk, biar sakitnya hilang...." tutur ayah vito lembut.

Entah keajaiban dari mana, sakit yang ryan rasakan secara berangsur mulai menghilang digantikan dengan rasa kantuk yang menyerangnya.

"Cepet sembuh dek, jangan tinggalin ayah disini...." bisik ayah vito.

Jujur, ia juga butuh penguat sekarang. Meskipun ia terlihat tegar dimata orang lain, tapi ia juga rapuh. Ia butuh pelukan hangat sekarang, dan hanya bisa ia dapatkan dari ryan.

•°•°•°•°•

Hari berganti, leta telah siap dengan balutan seragamnya. Ia turun dari kamar menghampiri kakak perempuannya yang tengah sarapan disana.

"Lo kok gak bangunin gue sih kak?"

Kakak perempuannya itu menoleh, "lah lo nya aja yang kebo, udah gue bangunin masih aja tidur."

Leta mendengus pelan, tatapannya teralihkan oleh satu kotak dihadapannya. Disana tertampang jelas tulisan from: abi to: nia.

"Lo masih pacaran sama kak abi?"

Nia mengangguk pelan, kemudian ia beranjak dari duduknya.

"Lo mau bareng gue gak?"

Leta mengangguk, ia mengikuti langkah nia menuju mobil. Dalam hati ia selalu berharap, kedua orang tuanya ada disini bersama mereka. Sarapan bersama, dan berangkat bersama. Tapi ia tahu, itu semua hanyalah mimpi.

Sesampainya disekolah,

Ia melangkah santai menuju ruang kelasnya. Ia menernyit bingung, biasanya jam segini tika dan mela sudah datang ke kelas. Tapi, ketika ia memasuki kelas justru ia tak menemukan kedua sahabat barunya.

"Mereka kemana ya? Telfon aja kali ya?"

Tut....tut....

Telepon masih tersambung, tapi tak ada tanda-tanda mela mengangkatnya. Ia putuskan untuk mengetik pesan.

To: mela

La, lo sama tika kemana? Gue udah sampe ke kelas lo berdua gak ada.

Ia berjalan menuju bangkunya, ia menunggu mereka disana.

•°•°•°•°•

Orang tua ryan, ezra ,tika, mela, aldi, dan rendi menatap ruang UGD cemas. Sejak pagi tadi suhu tubuh ryan belum juga turun, itu yang membuat mereka akhirnya memutuskan untuk membawa ryan ke rumah sakit.

"Kalian sekolah aja biar abang yang jagain ryan."

Rendi menggeleng, "gak bang, kita disini aja."

Ayah vito mendekat, ia menepuk pelan bahu rendi.

"Ayah tau kalian itu khawatir, tapi ryan gak bakalan suka liat kalian kaya gini."

Rendi menunduk dalam, sementara mela dan tika. Mereka tengah memeluk bunda eva, menyalurkan kekuatan yang mereka punya.

"Bun, bunda tenang ya.... Kita yakin ryan gak papa kok...."

"Mela setuju sama tika bun, yang ryan butuhin sekarang adalah dukungan kita."

Bunda eva mengangguk kemudian mempererat pelukanya. Ezra menatap pintu ruang UGD sendu.

"Liat dek, mereka nungguin lo...." gumamnya pelan.

~°~°~°~°~

Hai!!!

Btw, ada yang masih baca gak???

Maaf ya, ceritanya gak menarik....

Tapi, aku tetep berusaha kok buat cerita ini jadi lebih baik....

Bye....

Cokelat love story (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang